Raja Sisingamangaraja XII adalah
seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan
Belanda, kesudahan dinaikkan oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No
590/1961. Sebelumnya beliau makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke
Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Nama panggilan Sisingamangaraja
XII adalah Patuan Bosar, yang kesudahan digelari dengan Ompu Pulo Batu. Beliau
juga dikenali dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876
menukarkan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu
beliau juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII
sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy
(politik pintu terbuka).
Belanda dalam mengamankan modal
asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak bersiap menandatangani
Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan
Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa
lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berupaya untuk menanamkan monopolinya atas
kerajaan tersebut. Politik yang lain ini mendorong situasi selanjutnya untuk
melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Sebelum kita bahas lebih lanjut, kamu dapat mendengarkan musik atau lagu chord runtah sambil membaca artikel ini. Langsung saja kita simak berikut ini.
Asal-usul
Raja Sisingamangaraja adalah
keturunan seorang pejabat yang dituding oleh raja Pagaruyung yang sangat
berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatera Utara untuk menyilakan
duduk pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820,
Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja
yang adalah keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca
batu berwujud manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Hingga
permulaan ratus tahun ke-20, Sisingamangaraja sedang mengirimkan upeti secara
teratur kepada pemimpin Minangkabau melewati perantaraan Tuanku Barus yang
bertugas menyampaikannya kepada pemimpin pagaruyung
Perang Melawan Belanda
Pada tahun 1877 para misionaris
di Silindung dan Bahal Batu menginginkan bantuan kepada pemerintah kolonial
Belanda dari ancaman diusir oleh Raja Singamangaraja XII. Kesudahan pemerintah
Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Raja Sisingamangaraja
XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 6 Februari 1878
pasukan Belanda hingga di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig
Nommensen. Kesudahan beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai
penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng
pertahanan. Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Raja Sisingamangaraja
XII, yang kesudahan mengumumkan pulas perang pada tanggal 16 Februari 1878 dan
penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang
Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels
sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara
pusat pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei
1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Raja Sisingamangaraja XII beserta
pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara
para raja yang ketinggalan di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan
daerah tersebut dipercakapkan mempunyai dalam kedaulatan pemerintah
Hindia-Belanda.
Walaupun Bakara telah
ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya,
namun hingga penghabisan Desember 1878 sebagian daerah seperti Butar, Lobu
Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan
kolonial Belanda.
Selang tahun 1883-1884, Raja Sisingamangaraja
XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kesudahan bersama pasukan
bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang posisi Belanda selangnya Uluan dan
Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu di tahun 1884.
Makam
Singamangaraja XII meninggal pada
17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di pinggir bukit Aek
Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten
Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru menembus
dadanya, dampak tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel.
Menjelang nafas terakhir beliau tetap berucap, Ahu Sisingamangaraja. Turut
gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya
Lopian. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Raja Sisingamangaraja
XII sendiri dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di
Silindung, setelah sebelumnya mayatnya diarak di masyarakat
Toba. Kemudian makamnya dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung,
Balige sejak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat dan
keluarga. Raja Sisingamangaraja XII digelari Pahlawan Kemerdekaan Nasional
dengan Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal 19
Nopember 1961.
Warisan sejarah
Kegigihan perjuangan
Sisingamangaraja XII ini telah menginspirasikan masyarakat Indonesia, yang
kesudahan Sisingamangaraja XII dinaikkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Selain itu untuk mengenang kepahlawanannya, nama Sisingamangaraja juga
diabadikan sebagai nama jalan di seluruh daerah Republik Indonesia.
Komentar
Posting Komentar