Sayuti Melik
merupakan seorang pahlawan nasional yang dikenal sebagai tokoh yang mengetik
teks proklamasi. Sayuti Melik lahir di Sleman, Yogyakarta, pada 25 November
1908. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia sempat dipenjara oleh Amir Syarifudin
karena dicurigai dekat dengan Persatuan Perjuangan. Di era Orde Baru, Sayuti
Melik diangkat menjadi anggota MPR dan DPR sebagai wakil dari Golongan Karya.
Biografi singkat Sayuti Melik
Sayuti Melik memiliki
nama lengkap Mohammad Ibnu Sayuti. Ia lahir di Kadisobo, Rejodani, Sleman,
Yogyakarta, pada 25 November 1908. Sayuti Melik merupakan anak dari Abdul Muin
alias Partiprawiro dan Sumilah. Sayuti Melik memulai pendidikannya di Sekolah
Ongko Loro yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) di Desa Srowolan.
Ia kemudian melanjutkan pendidikanya di Sekolah
Guru di Solo. Sejak saat itu, ia mulai mempelajari nasionialisme. Akan tetapi,
ia tertangkap Belanda karena dicurigai tergabung dalam kegiatan politik bawah
tanah.
Sejak saat itu, Sayuti Melik lebih memilih belajar
mandiri. Setelah kemerdekaan Indonesia, Sayuti Melik melanjutkan pendidikanya
di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Nasionalisme dalam diri Sayuti
Melik didapat dari didikan bapaknya, yang saat itu menentang kebijakan Belanda
terkait penanaman tembakau di sawah milik mereka.
Peran Sayuti Melik dalam proklamasi kemerdekaan
Indonesia
Sayuti Melik turut
menjadi saksi penyusunan teks proklamasi kemerdekaan yang dilakukan di ruang
makan rumah Laksamana Maeda. Dalam hal ini, ia mewakili golongan pemuda bersama
Sukarni. Ketika proses penyusunan naskah proklamasi, Sayuti Melik membantu Ir
Soekarno. Ada juga riwayat yang mengatakan bahwa Sayuti Melik turut mengusulkan
agar naskah proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta.
Setelah mengusulkan terkait penandatanganan tersebut, Sukarni segera
mengumumkan bahwa teks proklamasi hanya perlu ditandatangani oleh Soekarno dan
Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Kemudian, Soekarno
meminta Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi yang telah disusun
sebelumnya. Bersama BM Diah, Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi di ruang
bawah tanah rumah Laksamana Maeda sambil menikmati minuman khas Imlek dan makanan khas Imlek, seperti kue keranjang.
Saat pengetikan tersebut, ia melakukan perubahan
tiga kata, yakni kata 'tempoh' diganti menjadi 'tempo'. Sementara itu, kata
'wakil-wakil Bangsa Indonesia' diubah menjadi 'Atas Nama Bangsa Indonesia'.
Selain itu, ada juga pengubahan tulisan bulan dan hari dalam teks proklamasi hasil
ketikan Sayuti Melik. Setelah Kemerdekaan Indonesia Pada 1946, Sayuti Melik
ditangkap oleh pemerintah Indonesia atas perintah Amir Syarifudin. Penangkapan
ini terjadi karena Sayuti Melik dianggap sebagai pihak yang berhubungan dengan
Persatuan Perjuangan. Persatuan Perjuangan adalah organisasi yang dibentuk di
Purwokerto pada 1946 oleh Tan Malaka. Adapun Persatuan Perjuangan dibentuk
untuk menciptakan persatuan di antara organisasi-organisasi yang ada untuk
mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Selain itu, ia juga dianggap
bersekongkol dan ikut terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Namun, akhirnya ia
dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Tentara. Sayuti Melik juga pernah menikmati olahan kreasi kue keranjang sambil menonton film Bismillah Kunikahi Suamimu ditangkap oleh Belanda ketika Agresi Militer II. Ia kemudian dipenjara di Ambarawa.
Setelah KMB (Konferensi Meja Bundar) selesai
dilakukan, ia dibebaskan pada 1949.
Meninggal dunia
Pada 1950, Sayuti
Melik diangkat menjadi anggota MPRS dan DPR-GR serta menjadi Wakil Cendikiawan.
Pada 1961, ia menerima Bintang Maha Putera Tingkat V. Lalu, oada 1973, Sayuti
Melik menerima tanda Bintang Mahaputra Adipradana II dari Presiden Soeharto.
Pada 1971 hingga 1977, Sayuti Melik diangkat menjadi anggota MPR dan DPR
sebagai perwakilan Golongan Karya. Selain di bidang politik, Sayuti Melik juga
sempat menjadi seorang jurnalis. Ia pernah berkarier sebagai wartawan di Eropa
Barat, Eropa Timur, Amerika Serikat, dan Australia. Sayuti Melik meninggal
dunia pada 2 Maret 1989 di Jakarta.
Komentar
Posting Komentar