Biodata Siswondo Parman
Nama : Siswondo Parman
Panggilan : S. Parman
Tempat dan Tanggal Lahir : Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus
1918
Wafat : Jakarta, 1 Oktober 1965
Agama : Islam
Orang Tua Ayah : Kromodiharjo Pasangan : Sumiraharju
Gelar : Pahlawan
Pahlawan Revolusi Asli Wonosobo
S. Parman bersama enam perwira tinggi militer lainnya gugur
dalam peristiwa G30S PKI karena mempertahankan Pancasila sebagai ideologi
negara. Untuk mengenang jasa-jasa pahlawan, S. Parman dikebumikan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata. Sebagai bentuk penghargaan, pangkatnya dinaikkan satu
tingkat menjadi Letnan Jenderal, ia sebelumnya masih berpangkat Mayor Jenderal.
Pemerintah Orde baru menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai hari kesaktian
Pancasila sebagai hari libur nasonal untuk menghormati jasa para pahlawan
revolusi.
Latar Belakang Keluarga
Ayahnya bernama Kromodiharjo yang merupakan seorang pedagang.
Kromodiharjo sendiri memiliki 11 anak dan S. Parman merupakan anak ke enam.
Kendati ayahnya hanya sebagai pedagang, namun soal pendidikan ia nampaknya tak
pernah main-main. Ia ingin anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan yang baik
dan layak.
Adik dari Tokoh PKI, Sakirman
Siapa sangka, S. Parman merupakan adik dari Sakirman yang
merupakan salah satu petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI). Persaudaraan
nampaknya tak membuat mereka memiliki kesamaan dalam hal ideologi. Sakirman
sendiri merupakan alumni dari Technische Hoogeschool te Bandung atau kini
dikenal dengan ITB. Pada 1955, Sakirman menjabat sebagai wakil PKI di Parlemen
setelah partai palu arit tersebut berada pada peringkat 4 dalam Pemilu. Tahun
1965, Sakirman menjadi anggota Politbiro senior PKI. Namun, ia juga harus
menelan pil pahit setelah adiknya yang waktu itu menjabat sebagai Asisten Intel
Menteri Pangilma Angkatan Darat tewas di tangan partai di mana tempat Sakirman
bernaung.
Pendidikan
S. Parman memngenyam bangku pendidikan di Hollandsch
Indiasche School (HIS), yaitu setingkat Sekolah Dasar Belanda di Wonosobo.
Setelah tamat Sekolah Dasar, ia melanjutkan ke jenjang berikutnya di Meer
Uitgebried Lager Onderwijs (MULO) di Yogyakarta. Kendati ayahnya hanya seorang
pedagang, S. Parman melanjutkan sekolah di jejang SMA di Algemeene Middelbare
School. Namun, pengalamannya mengenyam pendidikan di SMA nampaknya tak selancar
dulu, ayahnya meninggal dunia dan mengakibatkan S. Parman tak dapat
melanjutkans sekolah sekira 2 tahun. S.Parman juga sempat melanjutkan
pendidikan di AMS ( Algemeene Middelbare School ) yang setara dengan SMA, namun
ayahnya meninggal dunia sehingga S. Parman tidak melanjutkan sekolah hampir 2
tahun. Namun berkat ketekunannya, S. Parman akhirnya dapat melanjutkan
pendidikannya hingga ia melanjutkan lagi ke jenjang yang lebih tinggi di
Sekolah Tinggi Kedokteran STOVIA di Jakarta. Namun cita-citanya menjadi dokter
harus terhenti karena kedatangan serdadu Jepang ke Indonesia.
Karir Militer
Karir militer pertama kali S. Parman awali melalui Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan berlangsung.
Berkat kepiawaiannya, ia pun diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi
Tentara pada akhir Desember 1945 di Yogyakarta. Kemoncerannya hingga menjadikan
S. Parman sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya dan dipromosikan
menjadi Mayor pada Desember 1949.
Banyak konflik ia tangani dengan cerdas sepeti menggagalkan
APRA, dan Westerling. Berkat itu pada tahun 1951 ia diikutkan dalam pendidikan
Military Police School ke Amerika Serikat. Tak lama setelah mengenyam
pendidikan di Negeri Paman Sam, ia pun langsung ditunjuk sebagai Komandan
Polisi Militer di Jakarta. Tak berhenti sampai di situ, S. Parman kemudian juga
berhasil menempati berbagai posisi di Polisi Militer Nasional dan Departemen
Pertahanan Indonesia.
Pada 1959, S. Parman dikirim untuk bertugas di London sebagai
Atase Militer Kedubes Indonesia. Sebelum ia tewas di tangan keji dalam gerakan
G30S PKI, S. Parman pada tahun 1964 menjabat sebagai Asisten Pertama
Menteri/Pangilma Angkatan Darat.
0 komentar: