Adam Malik lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli
1917. Tokoh Indonesia yang satu ini merupakan
anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Haji Abdoel Malik Batubara dan
Salamah Lubis.
PENDIDIKAN ADAM MALIK
Adam Malik menempuh pendidikan sekolah dasarnya di HIS (Hollands Inlandsche School) atau sekolah
dasar Belanda untuk orang-orang pribumi.
Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Thawalib
Parabek pada tahun 1930. Namun ia hanya bersekolah disana selama satu tahun,
atas paksaan kakek-neneknya ia harus keluar dari sana untuk kemudian bersekolah
di Al-Masrullah, Tanjungpura.
Setelah menamatkan sekolahnya disana, ia pulang ke
Pematangsiantar, dan tidak menempuh pendidikan apapun lagi. Walau demikian,
Adam Malik mengerti dan memahami bahasa Belanda, Arab, Jepang dan Inggris.
PERJUANGAN ADAM MALIK
Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua Partindo
di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan
bangsanya.
Pada usianya yang ke-20 tahun, Adam Malik yang saat itu
sudah memiliki pengalaman menulis di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo,
bersama-sama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu
Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di
JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Bermodalkan satu meja tulis tua, satu mesin
tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat
kabar nasional.
Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan
pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni,
Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung
Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia.
Ia menjadi penggerak rakyat untuk berkumpul di lapangan
Ikada, Jakarta demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta. Mewakili kelompok
pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III
Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan
pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat,
pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.
Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam
Malik masuk ke pemerintahan menjadi Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh
untuk Uni Soviet dan Polandia. Didukung oleh kemampuan diplomasinya, Adam Malik
kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk
penyerahan Irian Barat di tahun 1962.
Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik
memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin
menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani
dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap
kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama,
posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya.
Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik.
Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar
dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknyamodal
asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977
ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.
Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik memiliki
peranan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan
Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori
terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis
Umum PBB ke-26 di New York.
Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga
tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR.
Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih
menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan
lagi.
Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa
kurang dapat berperan banyak. Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif
tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar.
Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang
feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya seperti
tuan-tuan kebon.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia sering
mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu
mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang
dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus
sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H. Adam
Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian,
isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam
Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.
Komentar
Posting Komentar