Mayor Jendral Anumerta Donald Isaac Pandjaitan atau DI Pandjaitan adalah salah satu perwira tinggi yang menjadi korban Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI. Pada dini hari 1 Oktober 1965, tujuh perwira tinggi diculik dan dibunuh oleh PKI.
Tujuh perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi
korban G30S-PKI adalah Letjen anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden
Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo
Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo
Siswomiharjo, dan Letnan Satu Corps Zeni Pierre Andreas Tendean.
DI Pandjaitan dan enam perwira tinggi diculik oleh
Resimen Tjakrabirawa atas perintah Letnan Kolonel Untung Samsuri, Komandan
Batalyon I Resimen Tjakrabirawa.
Biografi DI Pandjaitan
Brigjen TNI Anumerta Donald Isaac Pandjaitan atau yang biasa disebut DI Pandjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara pada 9 Juni 1925 dan meninggal pada 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya, Jakarta pada usia 40 tahun. Ia adalah salah satu pahlawan Revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Pendidikan umum tertinggi yang ditempuh oleh D.I.
Panjaitan adalah MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs, SMP). Ia diterima di
MULO tanpa ujian pendahuluan karena nilai-nilainya yang sangat baik selama di
HIS (Holladsvh Inladsche School, SD). Sebenarnya Pandjaitan ingin melanjutkan
pendidikan di HBS (Hoogere Burger School), namun keadaan keuangan orang tuanya
yang bekerja sebagai pedagang kecil tidak memungkinkan. Oleh karena itu, atas
permintaan orang tuanya, ia akhirnya mendaftar di MULO di Tartun. Namun, ketika
bersekolah di MULO, Pandjaitan mengalami nasib buruk. Kedua orang tuanya
meninggal. Meskipun demikian, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya.
Tidak lama setelah Pandjaitan selesai dari MULO, terjadi pergeseran politik di Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang dan sejak Maret 1942 Indonesia berada di bawah kendali pemerintah pendudukan Jepang. Pada tahun 1943 Pandjaitan pergi ke Riau dan bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan kayu Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, kaum muda berkesempatan
menjalani pelatihan militer. Tujuan sebenarnya Jepang adalah untuk memanfaatkan
kekuatan pemuda untuk Jepang, yang sedang berperang dengan Sekutu pada saat
itu. Tentara peta (pembela tanah air) dibentuk di Jawa, dan tentara lokal yang
disebut Guyugun dibentuk di Sumatera. Kedua jenis kekuatan tersebut dimaksudkan
untuk membantu Jepang dalam mempertahankan Indonesia dari serangan balasan
Sekutu.
Seperti kebanyakan pemuda Sumatera, D.I. Pandjaitan memasuki
Gyugun. Setelah menyelesaikan pelatihannya, ia ditugaskan ke Pekanbaru.
Di Pekanbaru, D.I. Pandjaitan berupaya menata kembali
anggota Gyugun. Dia juga melakukan kontak dengan orang-orang muda lainnya, baik
dengan dan tanpa pelatihan militer. Mereka membentuk organisasi bernama PRI
(Pemuda Republik Indonesia), yang direorganisasi menjadi TKR (Tentara Keamanan
Rakyat) pada bulan Desember. Ketika Belanda akan melancarkan invasi militer
kedua, Panjaitan dan pasukan lainnya meninggalkan Pekanbaru untuk melakukan
perang gerilya.
DI Panjaitan adalah salah satu perwira yang haus pengetahuan,
terutama yang terkait dengan militer. Untuk itu, pada tahun 1956 pimpinan
militer memberinya kesempatan untuk mengikuti kursus pertama Perwira Militer
(Milat).
Seusai kurusus milat Letnan Kolonel Pandjaitan
diangkat menjadi Atase Militer Indonesia di Bonn, Jerman Barat. Dia bertugas di
luar negeri selama satu tahun.
Sekembalinya dari luar negeri, ia dipromosikan menjadi
Asisten IV Mumpangad. Dia memegang posisi ini sampai dini hari 1 Oktober 1965,
ketika dia dibunuh oleh anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) yang memberontak
untuk mengambil alih kekuasaan negara.
Perjuangan DI Pandjaitan yang berakhir di Lubang Buaya
Menurut catatan sejarah, pada Jumat dini hari 1 Oktober 1965 Prajurit Tjakrabirawa melepaskan tembakan membabi buta ke rumah Jalan Sultan Hasanuddin di Jakarta Selatan dan Brigjen Donald Ishak (DI) Pandjaitan di Kebayoran Baru dan mengamankan DI Pandjaitan. Ia dituduh terlibat dalam penggulingan Sukarno.
Jenderal ditembak di kepala di halaman ketika dia akan
dibawa pergi. DI Pandjaitan tewas di tempat. Ia menjadi target PKI karena ia
berhasil menggagalkan pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina yang
dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan. Senjata itu diperkirakan akan
digunakan oleh PKI untuk melakukan aksi pemberontakan.
Jenazah DI Pandjaitan kemudian diangkut dari Tjakrabirawa
ke Kecamatan Lubang Buaya di Halim, Jakarta Timur. Jenazah DI Pandjaitan
bersama lima jenderal lainnya dan seorang perwira TNI dimasukkan ke dalam sumur
tua dan menghilangkan semua jejaknya.
0 komentar: