Definisi "pahlawan" tidak selalu identik dengan orang atau sekelompok orang yang mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi negarany...

BJ Habibie, Pahlawan Indonesia di Bidang Pendidikan

Definisi "pahlawan" tidak selalu identik dengan orang atau sekelompok orang yang mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi negaranya. Tapi juga bisa termasuk orang yang membanggakan Indonesia di kancah dunia.

Di bidang teknologi, yang patut dibanggakan Indonesia adalah Bacharuddin Yusuf (BJ) Habibie, pahlawan yang mempelopori lahirnya pesawat buatan asli Indonesia. Meski pria yang akrab disapa Eyang itu telah berpulang, tetapi semua jasanya akan tetap terus dikenang.

Bernama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie dan lahir  pada tanggal 25 Juni 1936 di kota Pare-pare, Sulawesi Selatan. BJ Habibie menempuh pendidikan di SMAK Dago Bandung pada tahun 1954 dan kemudian sempat melanjutkan studinya di Institut Pendidikan Tinggi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Karena kecerdasan dan kecerdasannya, BJ Habibie akhirnya memutuskan untuk pindah kuliah dan melanjutkan studinya bersama teman-temannya yang lain ke Jerman. Berbeda dengan teman-temannya yang pergi ke Jerman dengan beasiswa, BJ Habibie menggunakan dana dari R.A. Tuti Marini Puspowaldojo.

Pada tahun 1955, BJ Habibie akhirnya memutuskan untuk belajar teknik dirgantara dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhein-Westfalen University of Applied Sciences di Aachen, Jerman.

Berikut beberapa pesawat karya tangan dingin Habibie :

Pesawat Lockheed Martin C-130 Hercules

Model ini adalah pesawat turboprop bermesin empat  sayap tinggi yang dirancang untuk mendukung tugas dan misi militer. Pesawat ini dapat membawa berbagai jenis kargo dan bahkan dapat mendarat di landasan pacu yang terbatas.

Habibie juga ikut ambil bagian dalam pengerjaan pesawat angkut VTOL (Vertical Take Off & Landing) DO-31, Hansa Jet 320, Airbus A-300  300 penumpang, CN-235, helikopter BO-105, dan Multi Role Pesawat Tempur (MRCA).

Pesawat N-250

Habibie  juga dikenal merancang pesawat yang disebut N-250 ketika mantan Presiden Suharto memintanya untuk kembali ke Indonesia. Pada tahun 1995, prototipe  N-250 PA-1 versi Gatotkaka, yang mampu mengangkut 50 penumpang, melakukan penerbangan pertama yang diamati oleh Suharto.

N-250 adalah pesawat komersial yang awalnya diproduksi oleh Nusantara Aircraft Industries (IPTN), sekarang disebut PT Dirgantara Indonesia. Namun, proyek tersebut dihentikan oleh Suharto pada tahun 1998 atas rekomendasi International Monetary Fund (IMF).

Proyek N-250 merupakan cikal bakal lahirnya pesawat Indonesia lainnya, yaitu R80 yang dibangun oleh  PT Regio Aviasi Industri (RAI). Perusahaan ini didirikan oleh Habibie dan putranya Ilham Habibie.

Pesawat R-80

Salah satu kontribusi Habibie bagi industri penerbangan Indonesia adalah pesawat R80. Dia merancang R80 untuk penerbangan jarak pendek dan menengah.

Pesawat R80 memiliki panjang 32,3 meter, lebar sayap 3,05 meter dan tinggi 8,5 meter serta dapat mengangkut 80-90 penumpang. Pesawat ini juga dapat berakselerasi hingga kecepatan tertinggi 330 knot atau sekitar 611 kilometer per jam.

Pesawat R80 diketahui  masuk proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Keputusan Presiden (Pespres) Nomor 58 Tahun 2017 tentang Proyek Strategis Nasional.

Diproduksi oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI), pesawat ini dijadwalkan lepas landas pada 2022 setelah menjalani serangkaian sertifikasi yang menyatakan kelayakannya. Tetapi hal ini tidak dapat terjadi karena program ini sudah dihapus dari PSN tahun 2020 – 2024.

Teori Crack

Saat kuliah di Technical University of North Rhine-Westphalia  di Aachen, Jerman, Habibie muda menemukan cara untuk memprediksi struktur batang tubuh yang membuatnya  lebih kuat. Temuannya dapat mengantisipasi kecelakaan dengan meningkatkan faktor keselamatan penerbangan.

Teorinya ini dapat menghitung kemungkinan keretakan pesawat akibat proses lepas landas dan  merancang  desain pesawat modern untuk menghindari kecelakaan.

Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal dunia pada usia 83 tahun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 11 september 2019. Sebelumnya Habibie menjalani perawatan di Paviliun Cerebro Intensive Care Unit (CICU) RSPAD Kartika  Gatot Soebroto Jakarta Pusat sejak 1 September 2019.

0 komentar: