Jenderal (Purn) Hoegeng Iman Santoso diusulkan sebagai
pahlawan nasional. Selama hidupnya Hoegeng dikenal sebagai kepala polisi
nasional yang berintegritas. Hoegeng lahir di Pekalongan pada tanggal 14
Oktober 1921 dan memiliki banyak kisah bijak yang dapat diceritakan selama
menjabat sebagai polisi.
Hoegeng dikenal sering blusukan dan terlibat langsung
di sekitar masyarakat. Dewan Pengurus Pusat Komisi Pemuda Nasional Indonesia
(DPP KNPI) mengusulkan agar Jenderal Hoegeng diberi gelar pahlawan nasional.
Usulan KNPI ini bertepatan dengan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November.
Ketua DPP KNPI Harris Pertama mengatakan, “KNPI
mengusulkan agar Jenderal Hoegeng dapat dijadikan pahlawan nasional atas
sumbangsihnya yang besar bagi negara”. Samsir Pohan, Ketua KNPI Sumut, juga
mengusulkan Hoegeng sebagai pahlawan nasional. Selama masa jabatannya, Hoegengg
dipandang sebagai orang yang berintegritas. Bahkan, Hoegeng menolak untuk
tinggal di kediaman resmi yang disediakan oleh pemerintah.
Hal yang senada juga diutarakan oleh Ganjar Pranowo,
Gubernur Jawa Tengah. Ia mengusulkan pemberian gelar pahlawan kepada Hoegeng
dan 2 orang lainnya. Yaitu Jendral Hoegeng, dr Kariadi, dan Professor Soegarda Poerbakawatja.
Ia berpendapat bahwa kejujuran dan kesetiaan dari Pak Hoegeng patut dikenang
dan cocok untuk dijadikan teladan bagi masyarakat Indonesia khususnya insan
Bahyangkara.
Jenderal Hoegeng
Jenderal Hoegeng lahir di Pekalongan pada 14 Oktober
1921. Ayahnya, Scario Hatmojo, adalah seorang kepala jaksa Pekalongan. Nama
yang diberikan kepada Hoegeng oleh ayahnya adalah Iman Santoso.
Sewaktu kecil, Hoegengg sering dipanggil Bugel
(gemuk), tetapi lama-kelamaan menjadi Bugen dan akhirnya Hoegeng. Ia bersekolah
di HIS dan MULO Pekalogan lalu dilanjutkan ke AMS A Yogyakarta. Hoegengg
kemudian mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum di Batavia dan mendaftar
di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Setelah lulus dari PTIK pada tahun
1952, ia ditempatkan di Jawa Timur dan kemudian menjadi kepala departemen
investigasi kriminal di Sumatera Utara.
Sosok Yang Jujur
Sosok Hoegeng dinilai sebagai orang yang jujur,
sederhana, tanpa kompromi dan berintegritas tinggi, kepribadian Hoegengg
membuatnya menjadi panutan yang layak bagi generasi muda bangsa dan masa depan.
Selama menjabat sebagai Kepala Kepolisian, dia menolak
rumah dan mobil pribadi ataupun sogokan yang ditawarkan oleh beberapa cukong judi.
Hoegeng juga menolak pemberian mobil dinas yang diberikan oleh sekretariat
Negara.
Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kepala
Kepolisian Nasional dan tiga tahun kemudian, pada tahun 1971, ia mengumumkan
bahwa telah berhasil memerangi penyelundupan mobil mewah. Tak lama kemudian,
dia dibebaskan dengan alasan regenerasi. Presiden Soeharto menawarkan Hoegeng
untuk menjadi duta besar, tetapi dia menolak. Jenderal Hoegeng juga meninggal
karena stroke pada 14 Juli 2004.
0 komentar: