Frans Kaisiepo adalah salah satu pahlawan nasional
Indonesia yang berasal dari Papua. Frans Kaisiepo berperan aktif dalam mempertahankan
bangsa Indonesia, khususnya di Papua. Ia mewakili Papua secara langsung pada
Konferensi Malino pada 1946 di Sulawesi Selatan. Dalam pertemuan itu, dia
mengusulkan untuk mengganti nama Papua dengan nama Irian.
Seperti dilansir situs Pemerintah Negara Papua
(Penprof), Frans Kaisiepo lahir pada 10 Oktober 1921 di Wardo, Biak. Frans
Kaisiepo juga dikenal sebagai Gubernur Irian Barat dari tahun 1964 hingga 1973.
Sejak kecil, Kaisiepo sudah dikenal sebagai aktivis gerakan kemerdekaan Republik
Indonesia di wilayah Papua. Bersama rekan-rekannya, ia berjuang untuk menyatukan
wilayah Papua ke pangkuan Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pada 14 Agustus 1945, selama tiga hari perjuangan sebelum
proklamasi kemerdekaan Indonesia, di desa Harapan Jayapura, Frans Kaisiepo dan
beberapa rekannya mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Beberapa hari
setelah proklamasi, tepatnya tanggal 31 Agustus 1945, Kaisiepo dan kawan-kawan
seperjuangan mengadakan upacara pengibaran bendera merah putih dan lagu
kebangsaan Indonesia dinyanyikan.
Nama Irian
Pada 10 Juli 1946, Frans Kaisiepo mendirikan Partai Indonesia Merdeka. Di bulan yang sama, ia menghadiri Konferensi Marino di Sulawesi Selatan sebagai salah satu perwakilan Indonesia. Ia tercatat sebagai satu-satunya putra Papua yang ikut serta dalam perundingan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Pada Konferensi Malino, Frans Kaisiepo mengusulkan
nama Irian dan tidak lagi memakai nama Papua. Irian berasal dari bahasa Biak
dan berarti semangat persatuan masyarakat, sehingga tidak mudah jatuh ke tangan
Belanda. Ia juga menolak usulan skenario pembentukan negara Indonesia Timur.
Frans Kaisiepo menjadi tokoh kunci dalam gerakan anti-Belanda. Sebagai pendiri
gerakan melawan Belanda di Biak pada tahun 1948.
Pahlawan
Frans Kaisiepo meninggal pada 10 April 1979. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih yang berlokasi di Jayapura. Pada tahun 1993, Frans Kaisiepo dikenang sebagai pahlawan Nasional. Hal ini diatur dalam Keputusan Presiden No. 077/TK/1993. Pada tanggal 19 Desember 2016, Frans Kaisiepo diabadikan pada uang kertas pecahan Rp 10.000. Frans Kaisiepo diabadikan baik sebagai nama bandara Biak maupun sebagai nama kapal Angkatan Laut (AL) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Penangkapan
Frans Kaisiepo pernah dimasukkan kedalam penjara oleh
Belanda. Ini akibat penolakannya untuk ditunjuk sebagai wakil Belanda untuk
wilayah Nugini pada Pertemuan Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Holland,
Belanda. Ia menolak dengan alasan tidak mau didikte oleh Belanda. Dia ditahan
sebagai tahanan politik dari tahun 1954 hingga 1961. Setelah dibebaskan dari
penjara, beliau membentuk Partai Politik Irian. Tujuan utamanya adalah untuk
menggabungkan wilayah Nugini dengan Indonesia. Dia juga membantu dan melindungi
tentara Indonesia yang menyeludup dan bersembunyi selama era Trikora.
Saat itu, pembentukan Trikora oleh Presiden Sukarno pada
19 Desember 1961 merupakan periode penting dalam sejarah Indonesia. Belanda
memaksa penyerahan Iran barat menjadi milik mereka. Hasil dari Trikora adalah
Perjanjian New York pada 15 Agustus 1963 yang memaksa Belanda untuk memberikan
kekuasaan atas Irian Barat untuk kembali ke pangkuan Indonesia. Frans Kaisiepo
diangkat menjadi Gubernur Irian Jaya pada tahun 1964. Ia berusaha menyatukan
kembali Irian Jaya dengan rakyat Indonesia.
0 komentar: