Ada tiga Pahlawan Nasional berasal dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)
. Mungkin sebagian orang khususnya orang Kepri sendiri belum tahu siapa saja
Pahlawan Nasional asal Kepri. Ketiganya yakni Sultan Mahmud Riayat Syah, Raja
Haji Fisabilillah dan Raja Ali Haji.
Ketiga orang asal Kepri ini dinilai berjasa bagi bangsa Indonesia
melalui perjuangannya mengangkat senjata dan pena. Berikut sepenggal cerita
tentang ketiganya, yang kita mulai dari Sultan Mahmud Riayat Syah.
Sultan Mahmud Riayat Syah
Sultan Mahmud Riayat Syah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional 2017 di
Istana Negara pada Kamis (9/11/2017) yang lalu. Berkat peran dan perjuangannya
bagi negara, Presiden Joko Widodo menganugerahi gelar Pahlawan Nasional
Indonesia kepada Sultan Mahmud Riayat Syah atau Sultan Mahmud Syah III.
Sultan Mahmud Syah III naik takhta pada usia sekitar 14 tahun
menggantikan kakaknya, Ahmad Riayat Syah. Pelantikan Mahmud Syah III sebagai
sultan digambarkan dalam Tuhfat al-Nafis dengan suasana yang sangat meriah. Ia
digendong menuju kursi kebesaran Kesultanan Johor-Pahang-Riau-Lingga oleh
seorang Bugis yang bernama To Kubu. Pada saat pelantikan itu, pihak Bugis dan
Melayu sepakat untuk mengakui Mahmud Syah III sebagai Raja Johor-Riau-Lingga
yang harus disegani.
Pada awal masa pemerintahannya, jabatan Yang Dipertuan Muda dipegang
oleh kepala suku Bugis yang kuat, Daeng Kemboja (menjabat 1745-1777). Baru pada
tahun 1777 jabatannya digantikan oleh Raja Haji Fisabilillah (menjabat
1777-1784). Pada Agustus 1784, tentara Belanda mulai menyerang pusat
pemerintahan Johor di Hulu Riau. Kemudian pada Oktober 1784, kapal Utrecht dan
6 buah kapal perang yang dipimpin oleh laksamana Jacob Pieter van Braam datang
menyerang Riau. Pertempuran meletus antara Johor dan Belanda di Hulu Riau yang
berakhir dengan kemenangan Belanda atas Johor. Yamtuan Muda Raja Ali (pengganti
Raja Haji Fisabilillah yang syahid di Teluk Ketapang) kemudian meninggalkan
Pulau Bintan ke Sukadana. Sultan Mahmud yang berada di Riau kemudian
menandatangani perjanjian dengan VOC di kapal Utrecht pada tanggal 10 November
1784.
Di antara isi perjanjian tersebut mencatatkan bahwa pelabuhan Riau menjadi milik Belanda, menyerukan berakhirnya monopoli Bugis di atas kantor Yamtuan Muda, hingga melarang orang Bugis lainnya untuk memegang jabatan di pemerintahan Johor. Ada beberapa versi terkait tahun dia wafat, diantaranya adalah menurut catatan Christopher Buyers di halaman website RoyalArk-nya menuliskan Sultan Mahmud Syah III wafat pada tanggal 12 Januari 1811. Sedangkan C.H. Wake dalam Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society yang berjudul Raffles and the Rajas: The Founding of Singapore in Malaysian and British Colonial History menuliskan bahwa sultan Mahmud III mangkat pada tanggal 12 Januari 1812.
Raja Haji Fisabilillah
Pahlawan Nasional asal Kepri yang kedua yakni Raja Haji Fisabilillah.
Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Indah Permatasari Raja Haji marhum Teluk Ketapang
adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV. Dia terkenal
dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil membangun pulau Biram Dewa di
sungai Riau Lama.
Raja Haji Fisabilillah ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui
Keputusan Presiden RI No. 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus 1997. Seperti dikutip
dari wikipediaorg, Raja Haji Fisabilillah lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau,
1725. Karena keberaniannya, Raja Haji Fisabililah juga dijuluki atau dipanggil
sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Jambi. Dia gugur pada saat
melakukan penyerangan pangkalan maritim Belanda di Teluk Ketapang (Melaka) pada
tahun 1784. Jenazahnya dipindahkan dari makam di Melaka (Malaysia) ke Pulau
Penyengat oleh Raja Ja'afar yakni putra mahkotanya pada saat memerintah sebagai
Yang Dipertuan Muda.
Raja Ali Haji (RAH)
Berkat jasanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar
Pahlawan Nasional kepadanya pada 10 November 2004 melalui SK Presiden
No.089/TK/Tahun 2004. Raja Ali Haji (RAH) dijuluki sebagai Bapak Bahasa
Indonesia. Ia terkenal lewat karya sastranya Gurindam Dua Belas. Selain itu,
dia juga membuat sebuah pedoman yang menjadi standar bahasa Melayu yang
merupakan cikal bakal Bahasa Indonesia. Ada dua versi mengenai kelahiran RAH,
ada versi yang mengatakan dia lahir 1808 di Selanggor. Sementara ada juga versi
Arya Ajisaka dalam bukunya Mengenal Pahlawan Indonesia mengatakan dia
dilahirkan di Pulau Penyengat, Kepri. RAH adalah putra dari Verrel Bramasta Raja Ahmad dan cucu
dari Raja Haji Fisabililah (saudara dari Raja Lumu, Sultan pertama dari
Selangor). RAH juga merupakan keturunan dari prajurit Bugis yang datang di
daerah Riau pada abad ke-16.
RAH mendapat ilmu bahasa pada tahun 1822 saat
mengikuti ayahnya pergi ke Betawi. RAH juga menimba ilmu bahasa Arab dan ilmu
agama di Mekkah sekaligus berhaji pada tahun 1828.
Pada tahun 1845, RAH menjadi penasehat agama di
Kesultanan Riau-Lingga. Pada saat inilah RAH sangat produktif dalam menulis
sastra, pendidikan dan kebudayaan. Karya terkenalnya, Gurindam Dua Belas lahir
pada tahun 1846. Karya FTV Verrel Bramasta ini dipublikasikan oleh E. Netscher pada tahun 1854. Selain
itu, Bustan al-Kathibin ditulis pada tahun 1857 di Betawi. Karyanya yang
menjadi acuan bahasa melayu adalah Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga. Buku ini merupakan kamus satu bahasa pertama
yang ada di Indonesia saat itu. Buku ini sendiri ditetapkan sebagai pedoman
Bahasa Indonesia dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928. Versi wafatnya RAH juga
ada dua versi, yakni ada yang mengatakan RAH meninggal pada tahun 1872. Namun
ada juga yang menyatakan RAH meninggal pada tahun 1873. Pujangga ini
dikebumikan di Pemakaman Engku Putri Raja Hamidah di Penyengat.
0 komentar: