Jenderal Sudirman Dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia,
jasa-jasanya sangat dikenang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Jenderal Besar Soedirman menurut Ejaan Soewandi dibaca Jenderal Sudirman. Ia
merupakan salah satu orang dengan pangkat tertinggi dalam militer yakni
Jenderal Besar yang memperoleh pangkat bintang lima selain Soeharto dan A.H
Nasution.
Sebelum kita membahas biodata dari Jenderal Sudirman ini, kamu sebaiknya sembari mendengarkan lagu chord dermaga biru. Langsung saja mari kita bahas.
Biodata Jenderal Sudirman
Nama :
Raden Soedirman
Dikenal :
Jenderal Besar Sudirman
Lahir :
Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916
Wafat :
Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950
Orang Tua :
Karsid Kartawiraji (ayah), Siyem (ibu)
Saudara :
Muhammad Samingan
Istri :
Alfiah
Anak :
Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, Taufik Effendi, Titi Wahjuti Satyaningrum, Didi
Praptiastuti,
Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, Ahmad Tidarwono
BIOGRAFI JENDERAL SUDIRMAN
Jenderal Besar Sudirman ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang,
Purbalingga, 24 Januari 1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya
bernama Siyem. Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden
Cokrosunaryo yang merupakan seorang camat setelah diadopsi.
Ayah dan Ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi oleh pamannya karena
kondisi keuangan pamannya lebih baik daripada orang tua Sudirman sehingga
mereka ingin yang terbaik buat anaknya.
Masa Kecil
Di usia tujuh tahun, Sudirman masuk di HIS (hollandsch inlandsche
school) atau sekolah pribumi. ia kemudian pindah ke sekolah milik Taman Siswa
pada tahun ketujuhnya bersekolah. Tahun berikutnya ia pindah ke Sekolah Wirotomo disebabkan sekolah milik
taman siswa dianggap sebagai sekolah liar oleh pemerintah Belanda.
Sudirman diketahui sangat taat dalam beragama. ia mempelajari keislaman
dibawah bimbingan Raden Muhammad Kholil. Teman-teman Sudirman bahkan
menjulukinya sebagai ‘Haji’. Ia sering berceramah dan rajin dalam belajar. Di tahun 1934, pamannya Cokrosunaryo wafat. Hal ini menjadi pukulan
berat bagi Sudirman. Ia dan keluarganya jatuh miskin. Meskipun begitu ia
diperbolehkan tetap bersekolah tanpa membayar uang sekolah hingga ia tamat
menurut Biografi Jenderal Sudirman yang ditulis oleh Sardiman (2008).
Di Wirotomo pula, Sudirman ikut mendirikan organisasi islam bernama
Hizbul Wathan milik Muhammadiyah. Beliau juga menjadi pemimpin organisasi
tersebut pada cabang Cilacap setelah lulus dari Wirotomo. Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam
Islam menjadikan ia dihormati oleh masyarakat. Jenderal Sudirman merupakan
salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan
oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang
jenderal.
Setelah lulus, ia kembali belajar di Kweekschool, sekolah khusus calon
guru milik Muhammadiyah pada zaman Hindia Belanda. namun berhenti karena
kekurangan biaya. Sudirman kembali ke Cilacap dan mulai mengajar di sekolah dasar
Muhammadiyah. Disini pula ia bertemu dengan Alfiah, temannya sewaktu sekolah
yang kemudian mereka menikah.
Di Cilacap, Sudirman tinggal di rumah mertuanya yang bernama Raden
Sostroatmodjo seorang pengusaha batik kaya. Selama mengajar di sekolah
tersebut, beliau juga aktif dalam perkumpulan organisasi pemuda Muhammadiayah.
Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Perubahan
kekuasaan mulai terlihat. Jepang menutup sekoalh tempat Sudirman mengajar dan
mengalihfungsikannya menjadi pos militer. Meskipun begitu Sudirman melakukan negosiasi dengan Militer Jepang. Ia
kemudian diizinkan kembali mengajar walapun kala itu perlengkapannya sangat
dibatasi.
Di tahun 1944, Sudirman menjabat perwakilan di dewan karesidenan yang
dibentuk oleh Jepang. Dan tak lama kemudian Sudirman diminta untuk bergabung
dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air) oleh Jepang.
Masuk Di Militer
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di
Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di
Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya
terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI).
Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan
dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia
tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini. Setelah bom atiom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan, kekuatan
militer Jepang di Indonesia mulai melemah. Sudirman yang ketika itu ditahan di
Bogor mulai memimpin kawan-kawannya untuk melakukan pelarian.
Sudirman sendiri pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Soekarno dan
Mohammad Hatta. Kedua proklamator tersebut meminta Sudirman memimpin pasukan
melawan Jepang di Jakarta. Namun ditolak oleh Sudirman. Ia memilih memimpin
pasukannya di Kroya pada tahun 19 agustus 1945. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Pemerintah mendirikan BKR
(Badan Keamanan Rakyat) dan melebur PETA kedalamnya. Sudirman bersama
tentaranya kemudian mendirikan cabang BKR di Banyumas. Ia memimpin masyarakat
disana dalam melucuti persenjataan tentara Jepang.
Presiden Soekarno kemudian membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Dimana personilnya berasal dari mantan KNIL, PETA dan Heiho. Ketika itu
Soekarno menunjuk Supriyadi sebagai panglima TKR. Namun ia tidak muncul.
Inggris yang ketika itu mendarat di Indonesia bersama dengan NICA mulai
mempersenjatai tentara Belanda dan mendirikan pangkalan di Magelang. Sudirman yang kala itu menjabat sebagai kolonel mengirim pasukan untuk
mengusir Inggris serta tentara Belanda di Ambarawa. Oleh Urip Sumoharjo,
Sudirman ditunjuk sebagai kepala divisi V.
Diangkat Sebagai Panglima TKR
Pada tanggal 12 November 1945, Sudirman yang kala itu berumur 29 tahun
terpilih sebagai pemimpin TKR. Sudirman kemudian dipromosikan sebagai seorang
Jenderal. Ia juga menunjuk Urip Sumoharjo sebagai kepala staf TKR. Walaupun
begitu ia ketika itu belum secara resmi dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai
Kepala TKR.
Agresi Militer Belanda
Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti
tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu.
Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman
terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa.
Pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan
serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama
lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih
dikenal dengan Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di
Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit.
Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang
berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil
dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga
sudah ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah
menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk
melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai
pemimpin tentara.
Melakukan Perang Gerilya
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan
perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan
yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan
lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada.
Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan
dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari
medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung,
tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Jenderal Sudirman Wafat
Penyakit TBC yang menggerogoti Jenderal Sudirman kala itu kian parah.
Beliau rajin memeriksakan diri di rumah sakit Panti Rapih. Disaat itu juga,
Indonesia sedang dalam negoasiasi dengan Belanda menuntuk pengakuan kedaulatan
Indonesia.
Jenderal Sudirman kala itu jarang tampil karena sedang dirawat di
Sanatorium diwilayah Pakem dan kemudian pindah ke Magelang pada bulan desember
1949. Belanda kemudian mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 desember
1949 melalui Republik Indonesia Serikat. Jenderal Sudirman saat itu juga
diangkat sebagai Panglima Besar TNI.
Menurut biografi jenderal Sudirman, Diketahui setelah berjuang keras
melawan penyakitnya, Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar Sudirman wafat
di Magelang. Pemakamannya ke Yogyakarta diiringi oleh konvoi empat tank serta
80 kendaraan bermotor.
Pemakaman Jenderal Sudirman
Masyarakat kala itu tumpah ruah ke jalan memberikan -penghormatan
terakhir ke Panglima Sudirman. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Semaki, Yogyakarta. Pemakamannya dilakukan dengan prosesi militer. Beliau
dimakamkan disamping makam jenderal urip
Sumoharjo. Jenderal Sudirman kemudian dinobatkan sebagai Pahlawan
Pembela Kemerdekaan.
Jabatan di Militer:
- Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal Besar Bintang Lima
- Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
- Komandan Batalyon di Kroya
Begitulah biografi jenderal sudirman yang bisa admin beritakan kepada
sahabat semua. Semoga semangat Jenderal Sudirman bisa menjadi motivasi kepada
kita semua. Mari kita lanjutkan hasil perjuangan para pahlawan bangsa kita lewat
inovasi dan kreatifitas untuk kemajuan negeri ini. Kamu juga dapat mengetahui lagu chord satu rasa cinta yang lagi tenar hari ini, semoga bermanfaat.
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances