tahukah kamu biografi Soetomo lengkap ? Apakah kamu juga tahu tanggal berapa Hari Kebangkitan Nasional diperingati? Hampir semua orang Ind...

 


tahukah kamu biografi Soetomo lengkap ? Apakah kamu juga tahu tanggal berapa Hari Kebangkitan Nasional diperingati? Hampir semua orang Indonesia bisa menjawabnya, yaitu tanggal 20 Mei.

Namun tahukah siapa sosok yang berjasa di balik peringatan itu? Dia adalah Dr Soetomo, pendiri organisasi pergerakan pertama Boedi Oetomo yang muncul pada tanggal 20 Mei 1908.

Dikutip PORTAL JEMBER dari berbagai sumber, berikut biografi dr Soetomo pahlawan nasional yang merupakan pendiri dari Budi Utomo dan salah satu pelopor adanya Kebangkitan Nasional.

Dokter Soetomo yang bernama asli Soebroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-rekannya atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU).

Sebelumnya, Soebroto telah mengganti namanya menjadi Soetomo saat masuk ke sekolah menengah. Yuk kita bahas biografi Soetomo, namun sebaiknya kamu sambil mendengarkan musik atau lagu chord cinta tak harus memiliki ketika menyimak ulasan ini. Yuk simak penjelasan di bawah ini.

Biografi Soetomo Lengkap

Berikut ini biografi Soetomo lengkap dengan perjuangan di semasa hidupnya :

Berdirinya Budi Utomo

Budi Utomo adalah salah organisasi pergerakan pertama di Indonesia pada tanggal 20 Mei 1908 yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Organisasi ini juga sangat berperan menuju kemerdekaan Indonesia.

Kelahiran Budi Utomo sebagai Perhimpunan nasional Indonesia, dipelopori oleh para pemuda pelajar STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) yaitu Soetomo, Gunawan, Suraji dibantu oleh Suwardi Surjaningrat atau Ki Hajar Dewantara, Saleh dan Gumbreg.

Soetomo sendiri diangkat sebagai ketuanya dengan tujuan kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.

Perjalanan dr. Soetomo

Pada tahun 1903, Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Batavia. Bersama kawan-kawan dari STOVIA inilah Soetomo mendirikan perkumpulan yang bernama Budi Utomo, pada tahun 1908.

Setelah lulus dari STOVIA tahun 1911, dr. Soetomo bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang, lalu pindah ke Tuban, pindah lagi ke Lubuk Pakam dan akhirnya ke Malang. Saat bertugas di Malang, ia telah membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan.

Soetomo memperoleh banyak pengalaman karena berpindah tempat tugas. Di antaranya, ia semakin banyak mengetahui kehidupan dan kesengsaraan rakyat secara langsung. Sebagai dokter, ia tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya pasien dibebaskan dari biaya untuk pembayaran.

Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda pada tahun 1917. Setelah mendapatkan pengalaman yang banyak, ia memperoleh kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda pada tahun 1919. Sekembalinya di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo.

Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, ia ikut giat mengusahakan agar Budi Utomo bergerak di bidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.

Pada tahun 1919 sampai 1923, Soetomo mendapatkan beasiswa dan melanjutkan studi spesialis kedokteran di Universitas Amsterdam. Selama kuliah, Soetomo ikut berkegiatan di Indische Vereeniging. Soetomo juga sempat dipilih menjadi ketua Indische Vereeniging periode 1921-1922.

Setelah itu tahun 1923, Soetomo kembali ke Indonesia dan menjadi pengajar di Nederlandsch Artsen School (NIAS).

Pada tahun 1924, ia mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinannya, PBI pun berkembang pesat.

Tekanan Pemerintah Kolonial Belanda terhadap pergerakan nasional semakin hari semakin keras. Lalu Januari 1934, dibentuk Komisi BU-PBI, yang kemudian disetujui oleh kedua pengurus-besarnya pertengahan 1935 untuk berfusi.

Kongres peresmian fusi juga merupakan kongres terakhir Budi Utomo, melahirkan Partai Indonesia Raya atau disingkat Parindra, berlangsung 24-26 Desember 1935. Soetomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.

Atas jasa terutama sebagai salah satu tokoh penting dalam kemerdekaan Indonesia, terutama atas perannya dalam kebangkitan nasional maka pemerintah memberikan dr. Soetomo gelar pahlawan nasional.

Begitulah biografi Soetomo yang bisa admin paparkan kepada sahabat semua. Semoga biografi dr Soetomo bisa menjadi motivasi bagi kaum muda generasi penerus bangsa Indonesia agar menjadi lebih bersemangat lagi untuk ikut serta dalam membangun bangsa ini.

Tuanku Imam Bonjol berasal dari i Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1 Januari 1772 dan wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di ...

Tuanku Imam Bonjol berasal dari i Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1 Januari 1772 dan wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotta, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864. Tuanku Imam Bonjol merupakan seorang ulama yang berjuang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri tahun 1803-1838.

Tuanku Imam Bonjol berasal dari pasangan Bayanuddin Shahab (ayah) dan Hamatun (ibu). Ayahnya Tuanku Imam Binjol adalah Khatib Bayanuddin Shahab, yang merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang.

Nama asli Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab. Tuanku imam bonjol adalah pemimpin pada perlawanan perang Padri.

Sebelum kita melanjutkan pembahasan kita mengenai Tuanku Imam Bonjol, kamu sebaiknya mendengarkan musik atau lagu chord kok iso yo sembari membaca artikel ini. Langsung saja simak dibawah ini.

Riwayat Perjuangan Tuanku Imam Bonjol

Tuanku imam bonjol adalah pemimpin pada perlawanan perang Padri. Perang Padri adalah perang yang terjadi antara bangsa sendiri, yakni kaum ulama(padri) dengan kaum adat. Namun akhirnya kedua kaum tersebut bersatu dan berperang melawan penjajahan Belanda. Selama sekitar 18 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berperang adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya.

Pada mulanya peperangan ini timbul karena didasari keinginan dikalangan pemimpin ulama di kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan menjalankan syariat Islam sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni) yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasullullah shalallahu 'alaihi wasallam. Kemudian pemimpin ulama yang tergabung dalam Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam (bid'ah).

Perundingan demi perundinganpun dilakukan antara Kaum Padri (penamaan bagi kaum ulama) dengan Kaum Adat, namun selalu gagal dalam mengambil kata sepakat. Seiring itu dibeberapa nagari dalam kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan sampai akhirnya Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun 1815, dan pecah pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar. Sultan Arifin Muningsyah terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan ke Lubukjambi.

Untuk melawan kaum padri, kaum adat meminta bantuan kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pada 21 Februari 1821, kaum Adat secara resmi bekerja sama dengan pemerintah Hindia-Belanda berperang melawan kaum Padri dalam perjanjian yang ditandatangani di Padang, sebagai kompensasi Belanda mendapat hak akses dan penguasaan atas wilayah darek (pedalaman Minangkabau). Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga dinasti kerajaan Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar yang sudah berada di Padang waktu itu.

Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang, Dalam hal ini Kompeni melibatkan diri dalam perang karena "diundang" oleh kaum Adat.

Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan padri cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes van den Bosch mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai dengan maklumat Perjanjian Masang pada tahun 1824. Hal ini dimaklumi karena disaat bersamaan Batavia juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di Eropah dan Jawa seperti Perang Diponegoro. Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang nagari Pandai Sikek.

Kerjasama yang dilakukan antara kaum adat dengan belanda membuat situasi semakin kacau, kaum adat merasa campur tangan belanda malah membuat situasi semakin rumit. Akhirnya sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Bersatunya kaum Adat dan kaum Padri ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al-Qur'an)).

Rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Padri atas sesama orang Minang, Mandailing dan Batak, terefleksi dalam ucapannya "Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian?" (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?).

Penyerangan dan pengepungan benteng kaum Padri di Bonjol oleh Belanda dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi dengan tentara yang sebagian besar adalah bangsa pribumi yang terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda, terdapat Mayor Jendral Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz. dan seterusnya, tetapi juga terdapat nama-nama Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, Inlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero.

Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenep, Madura). Serangan terhadap benteng Bonjol dimulai orang-orang Bugis yang berada di bagian depan dalam penyerangan pertahanan Padri.

Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda, dimana pada tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1 sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs. Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara Ghana dan Mali. Mereka juga disebut Sepoys dan berdinas dalam tentara Belanda.

Penangkapan Tuanku Imam Bonjol Oleh Belanda

Belanda mulai melanjutkan kembali pengepungan setelah mendapatkan bantuan dari Batavia. Pada masa-masa selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia masih tak sudi untuk menyerah kepada Belanda. Sehingga sampai untuk ketiga kali Belanda mengganti komandan perangnya untuk merebut Bonjol, yaitu sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat yang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit. Barulah pada tanggal 16 Agustus 1837, Benteng Bonjol dapat dikuasai setelah sekian lama dikepung.

Dalam bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang ke Palupuh untuk berunding. Tiba di tempat itu langsung ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat pengasingannya tersebut.

Demikianlah perjuangan tuanku imam bonjol pada perang padri.

 

 

Ayam Jantan dari Timur adalah julukan Sultan Hasanuddin. Julukan Ayam Jantan dari Timur ini di perolehnya dari belanda pada tanggal 12 Janua...

Ayam Jantan dari Timur adalah julukan Sultan Hasanuddin. Julukan Ayam Jantan dari Timur ini di perolehnya dari belanda pada tanggal 12 Januari– 12 Juni 1670). Sultan hasanuddin adalah Sultan Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid.

seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan yang juga adalah gurunya, termasuk guru tarekat dari Syeikh Yusuf Al-Makassari. Setelah menaiki takhta, ia digelar Sultan Hasanuddin. Setelah meninggal ia digelar Tumenanga Ri Balla Pangkana. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Timur.

Sultan Hasanuddin dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.

Sultan Hasanuddin berasal daru keturunan putera Raja Gowa ke-15, I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Muhammad Said. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa mulai tahun 1653 sampai 1669.

Kesultanan Gowa adalah merupakan kesultanan besar di Wilayah Timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Sebelum kita melanjutkan pembahasan dari Sultan Hasanuddin, kamu juga dapat mengetahui biodata dari seorang pro player mobile legends yaitu gustian rekt. Langsung saja simak ulasan di bawah ini.

Biografi Singkat Perjuangan Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin lahir di Kota Makassar pada tanggal 12 Januari 1631. Sultan Hasanuddin lahir dari pasangan Sultan Malikussaid, Sultan Gowa ke-15, dengan I Sabbe To’mo Lakuntu. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sejak kecil. Selain dikenal sebagai sosok yang cerdas, beliau juga pandai berdagang. Itulah sebabny Sultan Hasanuddin memiliki jaringan dagang yang bagus dengan orang asing.

Sultan Hasanuddin kecil mendapat pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Sejak kecil ia sering diajak ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting, dengan harapan beliau bisa menyerap ilmu diplomasi dan strategi perang. Beberapa kali dia dipercaya menjadi delegasi untuk mengirimkan pesan ke berbagai kerjaan.

Sultan Hasanuddin diamanatkan jabatan urusan pertahanan Gowa pada usianya yang ke 21. Ada dua versi sejarah yang menjelaskan kapan dia diangkat menjadi raja, yaitu saat berusia 24 tahun atau pada 1655 atau saat dia berusia 22 tahun atau pada 1653. Terlepas dari perbedaan tahun, Sultan Malikussaid telah berwasiat supaya kerajaannya diteruskan oleh Hasanuddin.

Sultan Hasanuddin memperoleh bimbingan mengenai pemerintahan melalui Mangkubumi Kesultanan Gowa, Karaeng Pattingaloang. Sultan Hasanuddin merupakan guru dari Arung Palakka, salah satu Sultan Bone yang kelak akan berkongsi dengan Belanda untuk menjatuhkan Kesultanan Gowa.

Kompeni Belanda (VOC) berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku setelah berhasil mengadakan perhitungan dengan orang-orang Spanyol dan Portugis pada pertengahan abad ke-17. Kompeni Belanda memaksa orang-orang negeri menjual dengan harga yang ditetapkan oleh mereka, selain itu Kompeni menyuruh tebang pohon pala dan cengkih di beberapa tempat, supaya rempah-rempah jangan terlalu banyak

Sultan Hasanuddin menolak keras usaha belanda tersebut sebab bertentangan dengan kehendak Allah katanya. Untuk itu Sultan Hasanuddin pernah mengucapkan kepada Kompeni "marilah berniaga bersama-sama, mengadu untuk dengan serba kegiatan". Tetapi Kompeni tidak setuju, sebab dia telah melihat besarnya keuntungan di negeri ini, sedang Sultan Hasanuddin memandang bahwa cara yang demikian itu adalah kezaliman.

Perjugangan Sultan Hasanuddin tidak selesai sampain disini saja. Pada tahun 1660, VOC Belanda menyerang Makassar, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Tahun 1667, VOC Belanda di bawah pimpinan Cornelis Speelman beserta sekutunya kembali menyerang Makassar. Pertempuran berlangsung di mana-mana, hingga pada akhirnya Kesultanan Gowa terdesak dan semakin lemah, sehingga dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya. Gowa yang merasa dirugikan, mengadakan perlawanan lagi. Pertempuran kembali pecah pada Tahun 1669. Kompeni berhasil menguasai benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669. Sultan Hasanuddin wafat pada tanggal 12 Juni 1670 karena penyakit ari-ari.

Gambar Sultan Hasanuddin

Sebagai pahlawan Indonesia , Gambar Sultan Hasanuddin telah diabadikan di salah satu prangko Indonesia.

Siapa yang tidak kenal dengan Pahwalan Cut Nyak Dien? Cut Nyak Dien adalah salah satu Pahlawan Nasional wanita yang berasal dari Aceh. Cut...

Siapa yang tidak kenal dengan Pahwalan Cut Nyak Dien? Cut Nyak Dien adalah salah satu Pahlawan Nasional wanita yang berasal dari Aceh. Cut Nyak Dien dikenal melalui perjuangannya mengusir penjajah dari Aceh. Dahulu Belanda mengirimkan armada-armada kapal perangnya ke Aceh dan berencana menguasai Aceh.

Suami pertama Cut Nyak Dien yang bernama Ibrahim Lamnga berjuang mengusir Belanda ketika wilayah VI Mukim diserang. Namun sangat disayangkan, Ibrahim Lamnga gugur dengan terhormat di medan perang pada tanggal 29 Juni 1878.

Gugurnya Sang suami membuat semagat Cut Nyak Dien semakin membara untuk berjuang bersama rakyat Aceh demi mengusir penjajah Belanda. Untuk menjelaskan lebih dalam mengenai perjuangan Cut Nyak Dien.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, kamu dapat mendengarkan musik atau lagu chord runtah sambil membaca artikel ini. Langsung saja kita simak berikut ini.

Perjuangan Dan Biografi  Cut Nyak Dien

Belanda menyatakan perang kepada Aceh pada tanggal 26 Maret 1873. Melalu armada kapal Citadel van Antwerpen, Belanad mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan. Belanda di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler Belanda berhasil mendarat di Pantai Ceureumen dan langsung menguasai Masjid Raya Baiturrahman kemudian membakarnya pada tanggal 8 april 1873

Tindakan Belanda tersebut memicu perang Aceh yang saat dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah melawan 3.198 prajurit Belanda. Akhirnya, Kesultanan Aceh bisa memenangkan perang pertama melawan Belanda tersebut dengan tewas tertembaknya Köhler.

Di bawah kepemimpinan Jenderal Jan van Swieten wilayah VI Mukim berhasil diduduki Belanda, begitu juga dengan Keraton Sultan yang akhirnya harus mengakui kekuatan Belanda tahun 1874-1880.

Hal tersebut memaksa Cut Nyak Dien dan bayinya mengungsi bersama ibu-ibu serta rombongan lain pada tepatnya pada 24 Desember 1875. Tetapi suami dari Cut Nyak Dien tetap bertekad untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Namun, ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, dirinya tewas bertepatan dengan tanggal 29 Juni 1878. Hal tersebut akhirnya membuat Cut Nyak Dien sangat marah dan bersumpah untuk menghancurkan Belanda.

Setelah kematian suaminya, Cut Nyak Dien dilamar oleh Teuku Umar yang merupakan tokoh pejuang Aceh. Awalnya Cut Nyak Dien menolak, akan tetapi karena Teuku Umar memperbolehkan Cut Nyak Dien untuk bertempur, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun 1880.

Bersatunya kedua insan tersebut menyebabkan moral dan semangat para pejuang Aceh semakin berkobar. Akhirnya perang tersebut berlanjut dengan gerilya, lalu tercetuslah perang fi’sabilillah.

Pada tahun 1875 Teuku Umar mencoba untuk mendekati Belanda dan mempererat hubungannya dengan orang Belanda. Hal tersebut berlanjut dengan Teuku Umar beserta pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi menuju Kutaraja dan “menyerahkan diri” kepada Belanda pada tanggal 30 September 1893.

Strategi dari Teuku Umar akhirnya berhasil mengelabui Belanda hingga mereka memberi Teuku Umar gelar yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikan Teuku Umar sebagai komandan unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.

Demi melancarkan aksinya, Teuku Umar rela dianggap sebagai penghianat oleh orang Aceh. Tidak terkecuali Cut Nyak Meutia yang datang menemui Cut Nyak Dien kemudian memakinya. Namun, meski begitu Cut Nyak Dien tetap berusaha menasehatinya untuk fokus kembali melawan Belanda.

Hingga pada akhirnya, di saat kekuasaan Teuku Umar dan pengaruhnya cukup besar, Teuku Umar memanfaatkan momen tersebut untu mengumpulkan orang Aceh di pasukannya. Ketika jumlah orang Aceh di bawah komando Teuku Umar sudah cukup, kemudian Teuku Umar melakukan rencana palsu ke orang Belanda dan mengklaim jika dirinya ingin menyerang basis Aceh.

Kemudian Teuku Umar dan Cut Nyak Dien pergi dengan seluruh pasukan serta perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda. Tapi, mereka tidak pernah kembali ke markas Belanda. Strategi penghianatan tersebut disebut “Het verraad van Teukoe Oemar” (pengkhianatan Teuku Umar).

Strateg dari Teuku Umar untuk mengkhianati Belanda membuat Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Cut Nyak Dien dan Teuku Umar. Tapi para gerilyawan Aceh saat ini sudah dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Akhirnya Jenderal Van Swieten diganti Oleh Jenderal Jakobus Ludovicius Hubertus Pel Tetapi dengan waktu yang cepat jenderal Jakobus Ludovicius Hubertus Pel dengan cepat terbunuh oleh geriliyawan Aceh, hingga akhirnya membuat para pasukan Belanda berada dalam kondisi yang sangat kacau.

Setelah penghianatan nya, Belanda mencabut gelar Teuku Umar serta membakar rumahnya. Demi melancarkan aksinya untuk menangkap Cut Nyak Dien dan Teuku Umar, Belanda akhirnya mengirim unit “Maréchaussée”. Unit ini didominasi orang Tionghoa-Ambon yang dikenal susah ditaklukkan oleh orang Aceh.

Karena begitu kuatnya unit tersebut, Belanda merasa iba terhadap rakyat Aceh, hingga akhirnya Van der Heyden membubarkan unit “Maréchaussée” tersebut. Pasca bubarnya unit tersebut, jenderal yang memimpin perang dengan Aceh selanjutnya bisa dengan mudah mencapai kesuksesan, sebab banyak orang Aceh yang tidak ikut melakukan jihad karena takut kehilangan nyawa mereka.

Ketakutan orang Aceh tersebut dimanfaatkan Jendral Joannes Benedictus van Heutsz dan akhirnya menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak. Hingga akhirnya Belanda berhasil mendapatkan informasi bahwa Teuku Umar berencana untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 di mana akhirnya Teuku Umar gugur karena tertembak peluru. Meski begitu Cut Nyak Dien tetap memimpin perlawanan terhadap Belanda di daerah pedalaman Meulaboh dengan pasukan kecilnya. Pasukan Cut Nyak Dien terus bertempur hingga kalah pada tahun 1901.

Cut Nyak Dien sudah semakin tua dan matanya mulai rabun. Dirinya juga sudah menderita encok dan jumlah pasukannya terus berkurang. Bahkan beliau dan pasukannya kesulitan untuk memperoleh makanan.

Karena faktor usia yang sudah tua, pada tanggal 6 November 1908 Cut Nyak Dien meninggal. Makam Cut Nyak Dien sendiri baru ditemukan pada tahun 1959, itupun karena permintaan Gubernur Aceh kala itu, yaknivAli Hasan. Cut Nyak Dien sendiri baru diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

Raja Sisingamangaraja XII adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kesudahan dinaikkan ...

Raja Sisingamangaraja XII adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kesudahan dinaikkan oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya beliau makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.

Nama panggilan Sisingamangaraja XII adalah Patuan Bosar, yang kesudahan digelari dengan Ompu Pulo Batu. Beliau juga dikenali dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menukarkan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu beliau juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka).

Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak bersiap menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berupaya untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang lain ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, kamu dapat mendengarkan musik atau lagu chord runtah sambil membaca artikel ini. Langsung saja kita simak berikut ini.

Asal-usul

Raja Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang dituding oleh raja Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatera Utara untuk menyilakan duduk pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang adalah keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca batu berwujud manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Hingga permulaan ratus tahun ke-20, Sisingamangaraja sedang mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melewati perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin pagaruyung

Perang Melawan Belanda

Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu menginginkan bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Raja Singamangaraja XII. Kesudahan pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Raja Sisingamangaraja XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.

Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda hingga di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kesudahan beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Raja Sisingamangaraja XII, yang kesudahan mengumumkan pulas perang pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.

Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Raja Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang ketinggalan di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan daerah tersebut dipercakapkan mempunyai dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.

Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, namun hingga penghabisan Desember 1878 sebagian daerah seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.

Selang tahun 1883-1884, Raja Sisingamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kesudahan bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang posisi Belanda selangnya Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu di tahun 1884.

Makam

Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di pinggir bukit Aek Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru menembus dadanya, dampak tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Menjelang nafas terakhir beliau tetap berucap, Ahu Sisingamangaraja. Turut gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Raja Sisingamangaraja XII sendiri dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, setelah sebelumnya mayatnya diarak di masyarakat Toba. Kemudian makamnya dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat dan keluarga. Raja Sisingamangaraja XII digelari Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal 19 Nopember 1961.

Warisan sejarah

Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII ini telah menginspirasikan masyarakat Indonesia, yang kesudahan Sisingamangaraja XII dinaikkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Selain itu untuk mengenang kepahlawanannya, nama Sisingamangaraja juga diabadikan sebagai nama jalan di seluruh daerah Republik Indonesia.

Jenderal Sudirman Dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia, jasa-jasanya sangat dikenang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Je...


Jenderal Sudirman Dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia, jasa-jasanya sangat dikenang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jenderal Besar Soedirman menurut Ejaan Soewandi dibaca Jenderal Sudirman. Ia merupakan salah satu orang dengan pangkat tertinggi dalam militer yakni Jenderal Besar yang memperoleh pangkat bintang lima selain Soeharto dan A.H Nasution.

Sebelum kita membahas biodata dari Jenderal Sudirman ini, kamu sebaiknya sembari mendengarkan lagu chord dermaga biru. Langsung saja mari kita bahas.

Biodata Jenderal Sudirman

Nama            : Raden Soedirman

Dikenal         : Jenderal Besar Sudirman

Lahir             : Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916

Wafat            : Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950

Orang Tua    : Karsid Kartawiraji (ayah), Siyem (ibu)

Saudara        : Muhammad Samingan

Istri               : Alfiah

Anak             : Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, Taufik Effendi, Titi Wahjuti Satyaningrum, Didi Praptiastuti, 

                          Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, Ahmad Tidarwono    

 

BIOGRAFI JENDERAL SUDIRMAN

Jenderal Besar Sudirman ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya bernama Siyem. Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo yang merupakan seorang camat setelah diadopsi. 

Ayah dan Ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi oleh pamannya karena kondisi keuangan pamannya lebih baik daripada orang tua Sudirman sehingga mereka ingin yang terbaik buat anaknya.

 

Masa Kecil

Di usia tujuh tahun, Sudirman masuk di HIS (hollandsch inlandsche school) atau sekolah pribumi. ia kemudian pindah ke sekolah milik Taman Siswa pada tahun ketujuhnya bersekolah. Tahun berikutnya ia pindah ke Sekolah Wirotomo disebabkan sekolah milik taman siswa dianggap sebagai sekolah liar oleh pemerintah Belanda.

Sudirman diketahui sangat taat dalam beragama. ia mempelajari keislaman dibawah bimbingan Raden Muhammad Kholil. Teman-teman Sudirman bahkan menjulukinya sebagai ‘Haji’. Ia sering berceramah dan rajin dalam belajar. Di tahun 1934, pamannya Cokrosunaryo wafat. Hal ini menjadi pukulan berat bagi Sudirman. Ia dan keluarganya jatuh miskin. Meskipun begitu ia diperbolehkan tetap bersekolah tanpa membayar uang sekolah hingga ia tamat menurut Biografi Jenderal Sudirman yang ditulis oleh Sardiman (2008).

Di Wirotomo pula, Sudirman ikut mendirikan organisasi islam bernama Hizbul Wathan milik Muhammadiyah. Beliau juga menjadi pemimpin organisasi tersebut pada cabang Cilacap setelah lulus dari Wirotomo. Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam Islam menjadikan ia dihormati oleh masyarakat. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal.

Setelah lulus, ia kembali belajar di Kweekschool, sekolah khusus calon guru milik Muhammadiyah pada zaman Hindia Belanda. namun berhenti karena kekurangan biaya. Sudirman kembali ke Cilacap dan mulai mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah. Disini pula ia bertemu dengan Alfiah, temannya sewaktu sekolah yang kemudian mereka menikah.

Di Cilacap, Sudirman tinggal di rumah mertuanya yang bernama Raden Sostroatmodjo seorang pengusaha batik kaya. Selama mengajar di sekolah tersebut, beliau juga aktif dalam perkumpulan organisasi pemuda Muhammadiayah.

Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Perubahan kekuasaan mulai terlihat. Jepang menutup sekoalh tempat Sudirman mengajar dan mengalihfungsikannya menjadi pos militer. Meskipun begitu Sudirman melakukan negosiasi dengan Militer Jepang. Ia kemudian diizinkan kembali mengajar walapun kala itu perlengkapannya sangat dibatasi.

Di tahun 1944, Sudirman menjabat perwakilan di dewan karesidenan yang dibentuk oleh Jepang. Dan tak lama kemudian Sudirman diminta untuk bergabung dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air) oleh Jepang.

 

Masuk  Di Militer

Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI).

Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini. Setelah bom atiom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan, kekuatan militer Jepang di Indonesia mulai melemah. Sudirman yang ketika itu ditahan di Bogor mulai memimpin kawan-kawannya untuk melakukan pelarian.

Sudirman sendiri pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Soekarno dan Mohammad Hatta. Kedua proklamator tersebut meminta Sudirman memimpin pasukan melawan Jepang di Jakarta. Namun ditolak oleh Sudirman. Ia memilih memimpin pasukannya di Kroya pada tahun 19 agustus 1945. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Pemerintah mendirikan BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan melebur PETA kedalamnya. Sudirman bersama tentaranya kemudian mendirikan cabang BKR di Banyumas. Ia memimpin masyarakat disana dalam melucuti persenjataan tentara Jepang.

Presiden Soekarno kemudian membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Dimana personilnya berasal dari mantan KNIL, PETA dan Heiho. Ketika itu Soekarno menunjuk Supriyadi sebagai panglima TKR. Namun ia tidak muncul. Inggris yang ketika itu mendarat di Indonesia bersama dengan NICA mulai mempersenjatai tentara Belanda dan mendirikan pangkalan di Magelang. Sudirman yang kala itu menjabat sebagai kolonel mengirim pasukan untuk mengusir Inggris serta tentara Belanda di Ambarawa. Oleh Urip Sumoharjo, Sudirman ditunjuk sebagai kepala divisi V.

 

Diangkat Sebagai Panglima TKR

Pada tanggal 12 November 1945, Sudirman yang kala itu berumur 29 tahun terpilih sebagai pemimpin TKR. Sudirman kemudian dipromosikan sebagai seorang Jenderal. Ia juga menunjuk Urip Sumoharjo sebagai kepala staf TKR. Walaupun begitu ia ketika itu belum secara resmi dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala TKR.

 

Agresi Militer Belanda

Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa.

Pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.

Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.

Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara.

 

Melakukan Perang  Gerilya

Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada.

Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.

 

Jenderal Sudirman Wafat

Penyakit TBC yang menggerogoti Jenderal Sudirman kala itu kian parah. Beliau rajin memeriksakan diri di rumah sakit Panti Rapih. Disaat itu juga, Indonesia sedang dalam negoasiasi dengan Belanda menuntuk pengakuan kedaulatan Indonesia.

Jenderal Sudirman kala itu jarang tampil karena sedang dirawat di Sanatorium diwilayah Pakem dan kemudian pindah ke Magelang pada bulan desember 1949. Belanda kemudian mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 desember 1949 melalui Republik Indonesia Serikat. Jenderal Sudirman saat itu juga diangkat sebagai Panglima Besar TNI.

Menurut biografi jenderal Sudirman, Diketahui setelah berjuang keras melawan penyakitnya, Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar Sudirman wafat di Magelang. Pemakamannya ke Yogyakarta diiringi oleh konvoi empat tank serta 80 kendaraan bermotor.

 

Pemakaman Jenderal Sudirman

Masyarakat kala itu tumpah ruah ke jalan memberikan -penghormatan terakhir ke Panglima Sudirman. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Pemakamannya dilakukan dengan prosesi militer. Beliau dimakamkan disamping makam jenderal urip  Sumoharjo. Jenderal Sudirman kemudian dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.

 

Jabatan di Militer:

  1. Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal Besar Bintang Lima
  2. Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
  3. Komandan Batalyon di Kroya

 

Begitulah biografi jenderal sudirman yang bisa admin beritakan kepada sahabat semua. Semoga semangat Jenderal Sudirman bisa menjadi motivasi kepada kita semua. Mari kita lanjutkan hasil perjuangan para pahlawan bangsa kita lewat inovasi dan kreatifitas untuk kemajuan negeri ini. Kamu juga dapat mengetahui lagu chord satu rasa cinta yang lagi tenar hari ini, semoga bermanfaat.