Letnan Jenderal Suprapto adalah seorang pahlawan revolusi Indonesia yang berasal dari Purwokerto. Pada awal kemerdekaan, ia ikut serta dalam...



Letnan Jenderal Suprapto adalah seorang pahlawan revolusi Indonesia yang berasal dari Purwokerto. Pada awal kemerdekaan, ia ikut serta dalam pertempuran dan mengambil senjata dari tentara Jepang di Cilacap.

Letnan Jenderal Suprapto menjadi pahlawan revolusi karena salah satu korban dari gerakan 30 Septembe.

Biografi Letnan Jenderal Suprapto


Letnan Jenderal Suprapto dibesarkan di lingkungan dengan suasana religius yang berdampak positif pada karakternya. Ajaran agama yang diterimanya membuatnya menjadi pribadi yang lembut dan tenang.

Letnan Jenderal Suprapto memulai pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Purwokerto. Setelah lulus dari HIS, melanjutkan pendidikan di MULO atau Meer Uitgebreid Camp Onderwijs (setingkat SMP).

Setelah lulus dari MULO, Jenderal Suprapto melanjutkan pendidikannya di AMS (setingkat SMA) di Yogyakarta dan lulus pada tahun 1941.

Pada tahun yang sama, pemerintah Hindia Belanda mengungumkan milisi karena pecahnya perang dunia kedua. Pada saat itulah, Letnan Jenderal Suprapto masuk pendidikan militer Koninklijke Militaire Akademie di Bandung.

Pertempuran Ambarawa


Pada masa awal kemerdekaan, Letnan Jenderal Suprapto adalah salah satu pejuang yang mengambil senjata dari pasukan Jepang di Cilacap. Ia kemudian menjadi anggota Pasukan Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto.

Ini adalah awal Letnan Jenderal Suprapto resmi masuk menjadi tentara. Selama masa jabatannya di TKR, ia menunjukkan keterampilan yang hebat dan mendapatkan posisi Kepala Bagian II Divisi V.

Divisi V dipimpin oleh Kolonel Soedirman, tokoh yang sudah lama ia kenal sejak di pusat pelatihan pemuda.

Pada tanggal 12-15 Desember 1945, terjadi Pertempuran Ambarawa melawan pasukan Inggris, dimana Letnan Jenderal Suprapto ikut serta.

Peristiwa dimulai dengan Pertempuran di Magelang, perebutan Benteng Banyubiru hingga jatuhnya benteng Willem I di Ambarawa ke tangan TKR.

TKR berhasil mengalahkan pasukan Serikat dengan sekuat tenaga dan akhirnya melarikan diri ke Semarang. Letnan Jenderal Suprapto tidak hanya menjadi komandan Divisi II, tetapi juga ajudan Soedirman selama dua tahun.

Pada tahun 1948, setelah pembentukan Komando Jawa, Letnan Jenderal Suprapto tidak lagi menjadi ajudan Jenderal Soedirman.

Selanjutnya , ia pun diangkat menjadi Kepala Bagian II Markas Komando Jawa yang dipimpin oleh A. H. Nasution.

Kematian Letjen Suprapto dalam Peristiwa G30S 1965


Pada tanggal 30 September 1965, Letnan Jenderal Suprapto sedang mencabut giginya yang sedang sakit. Letnan Jenderal Suprapto merasa sakit pun menghabiskan waktunya melukis untuk Museum Perang di Yogyakarta.

Sehari kemudian, dini hari tanggal 1 Oktober, Letnan Jenderal Suprapto didatangi oleh kelompok yang mengaku sebagai Tentara Cakrabirawa. Sebagai informasi, tentara Cakrabirawa adalah pasukan keamanan Presiden Republik Indonesia.

Tentara Cakrabirawa dibentuk setelah adanya beberapa kali percobaan untuk membunuh Presiden Sukarno. Seorang yang mengaku dari Tentara Cakrabirawa mengatakan Letjen Suprapto harus bertemu dengan presiden.

Sebagai seorang perwira yang patuh, Suprapto bersedia untuk pergi menghadap dan dibawa paksa keluar pekarangan.

Letnan Jenderal Suprapto dimuat ke dalam truk dan dibawa bersama enam orang lainnya ke Lubang Buaya di pinggiran Jakarta. Saat itu Letnan Suprapto dituduh ikut serta dalam Sidang Umum untuk menggulingkan Sukarno.

Malam itu Letnan Jenderal Suprapto dan enam orang lainnya ditembak mati dan dibuang ke sumur tua. Pada tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para korban pembunuhan dipindahkan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pada hari yang sama, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No. 111/KOTI/1965 yang menyatakan bahwa Letnan Jenderal Suprapto sebagai pahlawan revolusi bersama dengan korban Ruban Buaya lainnya.


  Pada masa penjajahan, banyak pahlawan lokal yang berjuang bersama rakyatnya untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, tak terkecual...

 


Pada masa penjajahan, banyak pahlawan lokal yang berjuang bersama rakyatnya untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, tak terkecuali pahlawan nasional dari Maluku.

Kepulauan Maluku menjadi salah satu daerah pertama di Indonesia yang dikunjungi orang Eropa. Rempah-rempah melimpah di Maluku, sehingga kedatangan orang asing yang mencoba menguasai Maluku tentu saja tidak dapat diterima oleh putra daerah. Mereka kemudian melawan kolonialisme Barat. Kejadian ini kemudian melahirkan sosok pahlawan nasional yang berasal dari Maluku.

5 Pahlawan Nasional Asal Maluku

1. Kapittan Pattimura


Masyarakat Indonesia tentu sudah tidak asing lagi dengan salah satu pahlawan nasional yang bernama asli Thomas Matulessy atau lebih dikenal dengan nama Pattimura.

Wajah pahlawan nasional Maluku ini tergambar pada uang kertas Rp1.000 emisi tahun 2000.

Kapitan Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1583 di pulau Saparua di Maluku. Bersama Anthony Rhebok, Melchior Kesaulya, Philip Latumahina, dan Ulupaha, mereka saling bahu membahu untuk melawan Belanda.

Pahlawan yang gugur di Ambon pada 16 Desember 1815 ini beberapa kali ikut serta dalam perlawanan terhadap penjajah.

2. Johannes Leimena


Nama Johannes Leimena dinyatakan sebagai pahlawan nasional oleh Maluku  melalui SK No. 52/TK/2010 tanggal 11 November 2010. Tentu saja hal ini tidak lepas dari kontribusi pria kelahiran Ambon, 6 Maret 1905 silam.

Lahir dari keluarga guru, Johannes Leimena muda sudah tampak kritis. Pemikirannya berkembang setelah belajar di STOVIA.

Kemudian pada tahun 1925, ia menjadi Ketua Umum Jong Ambon pada 1925 dan ikut serta dalam peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

3. Martha Christina Tiahahu


Selain sosok laki-laki, Maluku juga melahirkan pahlawan wanita yang tak kalah kuatnya. Martha Christina Tiahahu, pahlawan wanita Maluku, lahir pada 4 Januari 1800 di Nusa Laut.

Ayah Martha Christina Tiahahu, Kapitan Paulus Tiahahu, adalah tokoh yang membantu Thomas Matulessy. Martha tidak segan untuk ikut ayahnya berperang melawan Belanda.

Martha Christina Tiahahu melancarkan taktik perang gerilya untuk melanjutkan perjuangan pendahulunya melawan penjajah. Sayangnya, ia kemudian ditangkap dan meninggal di Laut Banda pada 2 Januari 1818.

4. Sultan Nuku


Sultan Nuku adalah Sultan dari Kesultanan Tidore yang dianugerahi gelar pahlawan nasional. Menurut situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 13 April 1779, pria yang bernama asli Muhammad Amiruddin itu diberi gelar "Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma'bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan".

Sultan Nuku berperan penting dalam pertempuran melawan VOC pada tahun 1781 dan berhasil bertahan dari serangan itu. Sultan Nuku adalah Sultan Tidore yang membebaskan kerajaan dari wilayah bagian yang dibuat oleh VOC, yaitu Ternate, Ambon dan Banda.

5. Willem Johannes Latumenten

Willem Johannes Latumenten lahir pada tanggal 16 April 1916 di Saparua. Latumenten ikut serta dalam perlawanan rakyat dari era kolonial hingga era kemerdekaan. Bahkan setelah Indonesia merdeka, Latumenten ikut serta dalam memajukan olahraga di Indonesia.



Jika dihitung – hitung, pahlawan Nasional di Indonesia sangatlah banyak. Namun, beberapa diantara mereka sempat dilupakan, sementara perjuan...


Jika dihitung – hitung, pahlawan Nasional di Indonesia sangatlah banyak. Namun, beberapa diantara mereka sempat dilupakan, sementara perjuangannya dalam memperebutkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa diragukan.


Mereka rela berkorban nyawa demi menggapai kemerdekaan. Salah satu pahlawan nasional yang sempat dilupakan adalah Tan Malaka.


Tan Malaka termasuk pahlawan yang kontroversial.  Lewat pemikiran radikalnya yang menggunakan ideologi kiri, membuatnya terlibat dalam pemogokan buruh di Sumatera. Kala itu ia sudah menjadi seorang guru anak-anak pada kuli kontrak di perkebunan tembakau di Deli (Sumatera Utara).


Namun semua yang dilakukannya itu tidak disukai rekan – rekan gurunya yang merupakan orang Belanda. Dan mereka selalu memandang rendah Tan Malaka.


Hingga akhirnya ia diangkat menjadi Ketua Partai Komunis Indonesia di tahun 1921. Aktivitas politiknya itu membuat Tan Malaka di usir dari Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda. Meski menerima perlakuan seperti itu, semangat dari pahlawan yang satu ini tak pernah padam.


Tahun 1922, ia terpilih sebagai waki Indonesia dalam Kongres Keempat Komintem (Komunis Internasional). Dan disana ia diangkat sebagai agen komitmen untuk Asia Tenggara dan Australia.


Kemudian pada tahun 1924, Tan Malaka mengutarakan tentang konsep kemerdekaan NKRI lewat tulisan disebuah buku yang berjudul Naar De Republiek Indonesia (Bahasa Indonesia: Menuju Republik Indonesia).


Dan berkat tulisan – tulisannya tersebutlah membuat Soekarno, Hatta, Sjahrir dan tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya mendapatkan inspirasi untuk terus memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari para penjajah.


Nah, bagi yang penasaran dengan sosok pahlawan nasional yang satu ini, yuk simak biografi Tan Malaka berikut ini.


Biografi Tan Malaka

Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau yang lebih dikenal dengan Tan Malaka lahir di Nagari Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Sumatera Barat, Indonesia pada 2 Juni 1897. Ia merupakan putra dari HM. Rasad Caniago, seorang buruh tani dan Rangkayo Sinah Simabur, putri seorang tokoh terpandang di desa kelahirannya.


Tan Malaka mendapat gelar kebangsawanan dari sang ibu. Ia dan kedua orang tuanya tinggal di Suliki. Disana ia menerima ilmu agama dan juga dilatih seni bela diri, pencak silat.


Selain itu, ia juga menempuh pendidikan di Kweekschool, sekolah guru negeri, di Fort de Kock pada tahun 1908. Selama bersekolah, Malaka belajar bahasa Belanda dan menjadi pemain sepak bola yang andal.


Setelah lulus di tahun 1913, ia memutuskan kembali ke rumah orang tuanya dan menerima gelar adat yang tinggi sebagai datuk. Kemudian ia berniat melanjutkan studi ke Belanda. Selama di Eropa, ia banyak memperlajari sejarah revolusi dan teori – teorinya sebagai sarana untuk mengubah masyarakat.


Sumber inspirasi pertamasanya berasal dari buku De Fransche Revolutie, yang awalnya diberikan oleh G. H. Horensma. Isi buku tersebut adalah terjemahan bahasa Belanda dari sebuah buku oleh sejarawan Jerman, penulis, jurnalis, dan politikus Partai Demokrat Sosial Jerman, Wilhelm Blos, yang berkaitan dengan revolusi Prancis dan peristiwa sejarah di Prancis dari tahun 1789 hingga 1804.


Selain buku tersebut, ia juga membaca buku karya  Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin. Sejak saat itu, ia semakin tertarik dengan budaya negeri Kincir Angin tersebut. Saat masih di Belanda, ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI).


Dan dari sinilah ia tertarik pada Sociaal-Democratische Onderwijzers Vereeniging (Persatuan Guru Sosial Demokrat) selama ini. Setelah menempuh pendidikan dan mendapat banyak pengalaman di Belanda, di bulan November 1919, Tan Malaka dinyatakan lulus dan berhasil meraih gelar  diploma hulpacte.


Itulah bentuk perjuangan dan biografi singkat Tan Malaka. Tan Malaka menghembuskan napas terakhirnya pada 21 Februari 1949 di Ledok, Selopanggung, Kec. Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur karena ditembak mati oleh pasukan TNI dibawah pimpinan Letnan II Soekotjo (pernah jadi Wali Kota Surabaya).


Berkat perjuangannya, presiden Soekarno menganugerahi gelar pahlawan Nasional kepada Tan Malaka, sesuai Keputusan Presiden RI No. 53, 28 Maret 1963.

  Sam Ratulangi mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional dari Republik Indonesia. Lalu apa saja kontribusi yang sudah diberikan oleh beliau ...

 


Sam Ratulangi mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional dari Republik Indonesia. Lalu apa saja kontribusi yang sudah diberikan oleh beliau sehingga ia dijadikan wajah di pecahan uang Rp 20.000 versi terbaru? Yuk, langsung simak artikel berikut ini.

Profil Sam Ratulangi


Pahlawan nasional bernama lengkap Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi ini lahir di Tondano, Sulawesi Utara pada 5 November 1890 dan meninggal di Jakarta pada 30 Juni 1949.

Sam tumbuh dalam keluarga yang berasal dari golongan bangsawan Minahasa. Ayahnya bernama Jozias Ratulangi merupakan seorang guru dan ibunya bernama Augustina Gelungan. Ia memiliki dua kakak perempuan, Wulan Kajes Rachel Wilhelmina Maria dan Wulan Rachel Wilhelmina Maria.

Selama hidupnya Sam sudah pernah menikah sebanyak dua kali. Ia memiliki dua anak yaitu Cornelis (Oddy) dan Emilia (Zus) dari pernikahan pertamanya dengan Emily Suzanne Houtman yang merupakan seorang warga negara Belanda.

Sedangkan pernikahan yang kedua dengan Maria Catharina Josephine Tambayon dan memiliki tiga orang anak yaitu Millie, Lanny, dan Wookey.

Awal Perjalanan


Pendidikannya dimulai dengan bersekolah di sekolah dasar Belanda atau Europeesche Lagere School (ELS). Sam kemudian melanjutkan studinya di Hofden School di Tondano. Setelah lulus dari Huden School, Sam mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Dutch East India Medical College (STOVIA) di Batavia.

Pada tahun 1904 Sam pergi ke Jawa. Namun, setibanya di Jawa ia berubah pikiran dan menolak masuk ke STOVIA. Sam Ratulangi bersekolah di Sekolah Teknologi Koningen Wilhelmina dan lulus pada tahun 1908. 

Sam kemudian bergerak di bidang jasa perkeretaapian, khususnya pembangunan rel kereta api di Puliangan Selatan, Jawa Barat. Namun, Sam diperlakukan tidak adil di tempat kerja, terutama dalam hal upah dan perumahan karyawan.

Melanjutkan Pendidikan


Pada awal tahun 1912 Sam Ratulangi pergi ke Belanda untuk melanjutkan studinya di Amsterdam. Selama di Belanda, Sam Ratulangi aktif mengikuti kegiatan organisasi. 

Di Belanda, Sam juga bertemu dengan tokoh dari tiga serangkai yaitu Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat. Salah satu organisasi yang diikuti Sam Ratulangi adalah Indian Association atau Asosiasi India. 

Pada tahun 1914 Sam Ratulangi diangkat menjadi presiden Perhimpunan Indonesia. Namun, Sam Ratulangi tidak memiliki ijazah setingkat SMA yang menghalanginya untuk kuliah di Belanda. 

Atas saran dari seorang Belanda, Sam masuk Universitas Zurich di Swiss. Di universitas inilah Sam Ratulangi lulus pada tahun 1919 dengan gelar doktor di bidang presisi dan ilmu alam.

Gubernur Sulawesi Pertama


Sepak terjang dari Sam Ratulangi berlanjut sampai saat dia kembali ke Indonesia. Sam Ratulangi mengajar di sekolah menengah dan mendirikan Maskapai Asuransi Indonesia. Di perusahaan ini, Sam Ratulangi banyak membantu dan menyelamatkan orang. 

Selain itu, Sam Ratulangi mendirikan Yayasan Dana Belajar untuk membujuk Belanda agar membuka lahan pertanian mereka dan mengakhiri kerja paksa di Minahasa. 

Pada tahun 1937 Sam Ratulangi diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad). Perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia terus berlanjut. Sam Ratulangi juga berperan dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 

Atas banyak jasanya itu, Presiden Soekarno mengangkat Sam Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi. Sam Ratulangi juga orang yang membawa berita proklamasi kemerdekaan di Jakarta pada 17 Agustus 1945 kepada masyarakat Sulawesi. 

Namun di Sulawesi, deklarasi itu terdengar dua hari kemudian, pada 19 Agustus 1945. Saat itu, Gubernur Sam Ratulangi secara resmi mengumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia juga membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan kepada tokoh-tokoh masyarakat di Sulawesi.

Akhir Hidup


Pada tanggal 25 Desember 1948, pada saat agresi militer II, Sam Ratulangi ditangkap oleh tentara Belanda. Sam kemudian diasingkan ke Jakarta pada 12 Januari 1949 dan dijadwalkan akan diasingkan kembali ke Bangka. 

Namun karena masalah kesehatan, Sam Ratulangi diizinkan tetap berada di Jakarta dengan status tahanan rumah. Sam Ratulangi kemudian meninggal di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1949. Jenazahnya dimakamkan sementara di Tanah Abang, Jakarta. Tanggal 23 Juli 1949 jenazah Sam Ratulangi dibawa dengan kapal ke Manado dan tiba pada tanggal 1 Agustus 1949. Pada tanggal 2 Agustus 1949, jenazah Sam Ratulangi dipindahkan ke kampung halamannya di Tondano untuk dimakamkan.


Ada berapa presiden Republik Indonesia (RI) yang kamu tahu? Tujuh orang? Apakah itu sudah semuanya? Secara umum, masyarakat Indonesia hanya ...


Ada berapa presiden Republik Indonesia (RI) yang kamu tahu? Tujuh orang? Apakah itu sudah semuanya? Secara umum, masyarakat Indonesia hanya mengetahui bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pernah dipimpin sebanyak 7 presiden.


Sejarah mencatat, selama masa memperjuangkan kemerdekaan NKRI, ada sosok presiden RI yang terlupakan. Meski statusnya hanya sebagai pemerintah sementara, seharusnya kita tidak melupakannya.


Presiden RI yang terlupakan itu bernama Syafruddin Prawiranegara. Posisi tersebut diberikan oleh Soekarno dan Hatta kepadanya pada masa agresi militer kedua pada tahun 1948. Kala itu tentara Belanda membombardir Yogyakarta dan Bukit Tinggi.


Tak hanya itu, mereka juga berhasil menangkap Presiden Seokarno dan wakilnya, Bung Hatta. Soekarno yang sudah berfirasat akan hal tersebut, segera memberi mandate kepada Syafruddin. Berikut isi perintah yang disampaikan kepadanya.


“Mandat Presiden kepada Sjafruddin Prawiranegara. Kami, Presiden Republik Indonesia, dengan ini menerangkan, Ibu Kota Yogyakarta telah diserang pada tanggal 19-12-1948 pukul enam pagi. Seandainya Pemerintah tidak dapat lagi melakukan fungsinya, kami memberikan kekuasaan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk mendirikan Pemerintahan Darurat di Sumatra," demikian isi telegram yang disampaikan kepadanya.


Rencana Belanda yang ingin mengosongkan bangku pemerintahan NKRI tidak berhasil. Syafruddin yang mendapat mandata gerak cepat membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Dan hal tersebut didukung oleh Gubernur Sumatra, Mr TM Hasan.


Atas usahanya tersebut, Belanda terpaksa kembali berunding dengan Indonesia. Delapan bulan berselang, yakni pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet.


Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI ke Presiden RI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.


Nah, agar semakin mengenal sosok Sjafruddin Prawiranegara, yuk simak biografi singkat presiden yang terlupakan ini.


Biografi Sjafruddin Prawiranegara


Terlahir dengan nama Sjafruddin Prawiranegara pada 28 februari 1911 di Serang, Banten, ia merupakan putra dari seorang jaksa di Serang, bernama Arsyad Prawiraatmadja dan Buyut Sutan Alam Intan, yang berasal dari keluarga sang ibunda.


Sjafruddin yang berdarah Banten dan Minangkabau ini harus merasakan pengalaman pahit. Diusianya yang masih menginjak 1 tahun, kedua orangtuanya harus bercerai. Sang ayah yang kemudian menikah lagi membuat dirinya dibesarkan oleh ibu tirinya.


Ketika umurnya sudah menginjak tujuh tahu, barulah ia diperkenalkan dengan ibu kandungnya.


Sjafruddin Prawiranegara pernah bersekolah di Europeesche Lagere School (setara SD) di Serang pada 1925. Setelah itu ia melanjut ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setara SMP) di Madiun pada 1928, dan di tahan 1931, bersekolah di Algemeene Middelbare School (setara SMA) Bandung.


Lulus dari pendidikan dasarnya, pada tahun 1939 ia meneruskan studinya ke Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) dan meraih gelar Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum).


Selama menempuh pendidikan di Rechtshoogeschool, ia menjadi salah satu pendiri perkumpulan mahasiswa Unitas Studiorum Indonesiensis yang apolitis, serta medukung kepemerintahan Hindia Belanda sebagai alternative dari Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia yang notabene bersifat radikal dan pro-kemerdekaan.


Sjafruddin mengawali karir sebagai seorang direktur di sebuah perusahaan surat kabar Soeara Timur. Ia juga menjadi ketua Perserikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) periode 1940 dan 1941.


Ia juga pernah diangkat menjadi kepala kantor pajak di Kediri sebelum dipindahkan ke Bandung, dimasa pendudukan.


Tidak hanya fokus dikarir dan pekerjaan lainnya, pada tanggal 31 Januari 1941 Sjafruddin Prawiranegara menikahi seorang putri Camat Buahbatu yang merupakan keturunan Raja Pagaruyung bernama Tengku Halimah Syehabuddin.


Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai delapan orang anak, salah satunya Farid Prawiranegara. Beliau menghembuskan napas terakhirnya di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1989 karena serangan jantung yang sebelumnya dideritanya. Jasadnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir.


FYI, Sjafruddin Prawiranegara merupakan tokoh politik yang bersih dari korupsi, jujur, berintegritas dan terus terang. Ia juga seorang idealis dengan pandangan sosialisme religiusnya sebagai seorang Muslim.


Berkat perjuangannya selama mempertahankan kemerdekaan NKRI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Syafruddin Prawiranegara pada tanggal 8 November 2011.


Itulah sekilas biografi Syafruddin Prawiranegara, presiden yang terlupakan dan Gubernur pertama Bank Indonesia (BI). Semoga menambah pengetahuan kamu tentang pahlawan Nasional Indonesia.

  Apakah anda pernah memperhatikan wajah pahlawan yang terdapat pada uang kertas 2000 rupiah, nama pahlawan tersebut adalah Pangeran Antasar...

 


Apakah anda pernah memperhatikan wajah pahlawan yang terdapat pada uang kertas 2000 rupiah, nama pahlawan tersebut adalah Pangeran Antasari. Wajahnya sudah tercetak di mata uang Republik Indonesia sejak tahun 2006.

Pangeran Antasari adalah salah satu pahlawan nasional yang mengusir Belanda dari tanah kelahirannya.

Dia adalah penguasa Kerajaan Banjar di Kalimantan. Ia juga seorang tokoh dalam Perang Banjar yang berjuang untuk memukul para penjajah.

Biografi Pangeran Antasari

Pangeran Antasari lahir pada tahun 1797 di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pangeran ini bernama aslinya Gusti Ibu Kartapati. Ayahnya adalah Pangeran Masohut (Mas’ud) dan ibunya adalah Gusti Khadijah. Ia memiliki seorang adik perempuan bernama Ratu Antasari.

Meski berdarah bangsawan, Pangeran Antasari dibesarkan di kalangan rakyat jelata. Dia pun menjadi sosok yang sangat dekat dengan rakyat. Ia disegani dan memiliki pengaruh besar di kalangan masyarakat Banjar. Karena itu, ia ditakuti oleh pihak Belanda.

Pemimpin Kerajaan 

Pada masa penjajahan yang dilakukan oleh pihak Belanda di kerajaannya, mereka menerapkan kebijakan devide et impera. Akibat strategi ini, masyarakat menjadi Banjar terpecah belah. Ayah Pangeran Antasari pun ditangkap dan diasingkan oleh Belanda.

Akhirnya, Pangeran Antasari menggantikan ayahnya dan diangkat sebagai kepala pemerintahan pada tahun 1862. Ia diberi gelar Amiruddin Khalifatul Mukminin yang memiliki arti menjadi pemimpin pemerintahan, panglima perang, dan tokoh agama terkemuka.

Berjuang Melawan Belanda

Perlawanan Kesultanan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dikenal dengan Perang Banjar yang berlangsung dari tahun 1859 hingga 1905. Perang dimulai pada bulan April-September 1859 ketika Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara Belanda di Pengaron. 

Menanggapi serangan ini, Belanda mengerahkan bala bantuan dari Batavia yang dilengkapi dengan senjata modern. Serangan balik pasukan Belanda ini membuat pasukan Pangeran Antasari semakin terdesak di daerah Muara Teweh. Di wilayah ini, Pangeran Antasari mendirikan pemerintahan darurat Kesultanan Banjar.

Pada bulan Mei 1859, Pangeran Antasari dan pasukannya berhasil menguasai wilayah Martapura. Dia juga menyerang dan menaklukkan musuh yang berada di tambang batubara di Pengaron dan di Gunung Jabuk. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Perang Belanda.

Melihat kekuatan yang dimiliki oleh Pangeran Antasari, Belanda pun mundur dan menawarkan perdamaian. Namun sang pangeran dengan tegas menolak tawaran itu. 

Bahkan, Belanda pernah memberikan hadiah yang sangat besar bagi orang yang mampu untuk mengalahkan Pangeran Antasari. Setelah perjuangan yang cukup panjang, Belanda akhirnya berhasil diusir dari tanah airnya.

Wafat

Pangeran Antasari meninggal pada 11 Oktober 1862. Ia terserang penyakit cara, yaitu penyakit yang sedang mewabah pada saat itu. Ia dimakamkan di Taman Makam Perang Banjar. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Indonesia pada 27 Maret 1968.