Prof. Mr. Dr. Soepomo merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek UUD 1945. Sebagai seorang ahli huku...

Prof. Mr. Dr. Soepomo merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek UUD 1945. Sebagai seorang ahli hukum generasi pertama yang ada di Indonesia, Soepomo turut pula berperan dalam pembentukan sistem hukum nasional hingga akhir hayatnya.

Pria yang lahir pada tanggal 22 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah ini berasal dari keluarga aristokrat Jawa. Kakeknya dari pihak ayah adalah Raden Tumenggung Reksowardono, Bupati Anom Sukoharjo kala itu. Sedangkan kakek dari pihak ibu adalah Raden Tumenggung Wirjodiprodjo, Bupati Nayak Sragen.

Karena berasal dari keluarga priyayi, Soepomo beruntung memiliki kesempatan mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School), setingkat dengan sekolah dasar, di Boyolali pada tahun 1917. Di tahun 1920, Soepomo lalu meneruskan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) yang terletak di kota Solo. Ia kemudian menyelesaikan pendidikan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia dan lulus di tahun 1923.

Setelah lulus, ia menjadi pegawai yang diperbantukan pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Menteri Kehakiman pertama di Indonesia ini kemudian berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Rijksuniversiteit Leiden/Leiden University di Belanda tahun 1924 di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum asal Belanda yang terkenal sebagai perancang ilmu hukum adat Indonesia. 

Di tahun 1927, Soepomo resmi menyandang gelar Doktor dengan disertasinya yang berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta). Dalam disertasi tersebut, Soepomo mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta dan menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta secara tajam, namun dengan bahasa yang halus dan tidak langsung.

Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang terdiri dari:

(1) Persatuan

(2) Kekeluargaan

(3) Keseimbangan lahir-batin

(4) Musyawarah

(5) Keadilan sosial

Soepomo kemudian menjadi ketua panitia kecil perancang UUD yang bertugas merancang dan menyempurnakan naskah UUD yang merupakan hasil rancangan dasar negara Indonesia yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945.

Soepomo meninggal akibat serangan jantung di Jakarta pada tanggal 12 September 1958. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman keluarga kampung Yosoroto, Solo.

Pendidikan

- ELS (Europeesche Lagere School) di Boyolali (1917)

- MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920)

- Bataviasche Rechtsschool di Batavia (lulus tahun 1923)

- Rijksuniversiteit Leiden/Leiden University (1924)

Karir

- Pegawai yang diperbantukan pada Pengadilan Negeri Yogyakarta

- Anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

- Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

- Ketua Panitia Kecil Perancang UUD

- Menteri Kehakiman

- Rektor Universitas Indonesia (1951-1954)

Penghargaan

Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional (1965)

Dalam rapat antara Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dengan Jokowi pada 6 November 2021 tentang usulan calon Pahlawan Nasional ...


Dalam rapat antara Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dengan Jokowi pada 6 November 2021 tentang usulan calon Pahlawan Nasional 2019 yang tertuang dalam Surat Menteri Sosial Rl nomor 23/MS/A/09/2019 tanggal 9 September 2019. Rohana Kudus (Roehana Koeddoes) ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Siapakah sosok Rohana Kudus ini? Berikut ulasan lengkapnya.

Roehana Koeddoes memiliki nama Siti Rohana. Perempuan kelahiran Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1884 ini merupakan putri dari Moehammad Rasjad Maharadja Sutan dan Kiam. Ayahnya ialah seorang Kepala Jaksa di pemerintah Hindia Belanda.

Roehana Koeddoes memiliki hobi yang diturunkan dari ayahnya, yaitu membaca. Sedari kecil, ia memiliki akses untuk membawa buku, majalah ataupun surat kabar yang dibeli ayahnya. Walau tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, berkat didikan ayahnya, di usia lima tahun pun Roehanna Koeddoes sudah mampu mengenal abjad latin, Arab hingga Arab Melayu.

Saat Roehana berusia enam tahun, mereka sekeluarga ikut ayahnya ke Alahan Panjang karena dipindah tugaskan sebagai juru tulis disana. Di Alahan Panjang, dia bertetangga dengan Jaksa Alahan Panjang Lebi Jaro Nan Sutan. Mereka menganggap Roehana sebagai anak kandungnya lantaran pasangan Sutan dan Adiesa tak memiliki anak.

Adiesa sering mengundang Roehana untuk main ke rumahnya. Di sana, Roehana diajarkan membaca, menulis, hingga menghitung. Setelah dua tahun di didik oleh Adiesa, Roehana Koeddoes mahir menulis huruf latin, Arab dan Arab Melayu. Bahkan, dia juga mahir berbahasa Inggris sejak usia delapan tahun.

Pembela Nasib Perempuan

Roehana mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) pada 11 Februari 1911. Sekolah ini fokus pada pendidikan kaum wanita yang mengajarkan keterampilan. Sekolah itu didirikan untuk mengangkat derajat perempuan Melayu di Minangkabau. Ia mengajari mereka menulis, membaca, berhitung dan keterampilan lain seperti menyulam dan menjahit.

Untuk menolong kaum wanita, dia bertekad untuk memperluas perjuangan, dirinya ingin berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan perempuan di daerah lain. Dengan begitu, dirinya bisa membantu kaum perempuan lebih banyak lagi.

Setelah berdiskusi dan mendapatkan persetujuan suaminya, Roehana Koeddoes mengirim surat kepada Datuk Sutan Maharadja. Ia merupakan pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe di Padang, Sumatera Barat. Dalam surat itu, Roehana menyampaikan keingiannya agar perempuan diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak seperti kaum pria. Dia juga mengusulkan agar Oetoesan Melajoe memberi ruang pada tulisan perempuan.

Rohana Kudus punya alasan tersendiri mengirim surat kepada Maradja. Saat itu, Maharadja merupakan wartawan senior yang bijaksana dan memiliki sifat kebapakan. Siapa sangka, Maharadja justru tersentuh membaca tulisan Roehana. Dia pun rela menemui Roehana di Koto Gadang.

Saat bertemu, Rohana Kudus menyampaikan idenya tak hanya sebatas pemberian ruang bagi tulisan perempuan. Namun, dia juga berkeinginan untuk menerbitkan surat kabar yang dikhususkan untuk perempuan. Roehana pun meminta bantuan karena tidak bisa meninggalkan KAS.

Maharadja kemudian mengusulkan agar anaknya, Ratna Juwita Zubaidah, yang akan mengurus urusan di Padang. Usulan ini disetujui karena dianggap cukup adil. Rohana dan Juwita pun kemudian sama-sama menulis. Sementara Ratna Juwita mengurus keperluan redaksi di Padang, Rohana mencarikan kontributor untuk mengisi rubrik-rubrik dalam suratkabar mereka.

Maka, terbitlah Soenting Melajoe yang pertama pada 10 Juli 1912. Surat kabar ini diperuntukkan bagi perempuan seluruh tanah Melayu. Diterbitkan sekali dalam seminggu dengan panjang 4 halaman. Persebaran Soenting Melajoe menjangkau seluruh Minangkabau dan Sumatera, juga menjangkau Malaka dan Singapura karena disirkulasikan bersama Oetoesan Melajoe.

Kiprah Rohana dalam bidang Jurnalistik tak terbatas pada penerbitan Soenting Melajoe. Saat ia pindah ke Medan pada 1920, ia bekerjasama dengan Satiman Parida Harahap untuk memimpin redaksi Perempuan Bergerak. Saat ia kembali ke Minangkabau pada 1924, Rohana diangkat menjadi redaktur di suratkabar Radio, harian yang diterbitkan Cinta Melayu di Padang.

Tulisan-tulisan Rohana kebanyakan berisikan ajakan kaum perempuan agar lebih maju. Ia pun mengkritik praktik pergundikan yang dilakukan orang-orang Belanda kepada perempuan Indonesia, pekerjaan tak manusiawi di Perkebunan Deli, dan permainan para mandor yang menjebak buruh-buruh perempuan dalam prostitusi.

“Aku ingin berbuat lebih banyak lagi untuk menolong kaum perempuan,” kata Rohana.

Haji Agus Salim, lahir pada 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda. Beliau merupakan salah satu Pahlawan Nasion...


Haji Agus Salim, lahir pada 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda. Beliau merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Wafat pada 4 November 1954 di Jakarta pada usia 70 tahun.

Pada tanggal 12 Maret 1946 hingga 3 Juli 1947, Haji Agus Salim pernah menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri Indonesia ke-1 dan pada tanggal 3 Juli 1947 hingga 20 Desember 1949 pernah juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-3 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Lahir dengan nama Mashudul Haq, yang bermakna "pembela kebenaran", Haji Agus Salim merupakan anak keempat dari pasangan Angku Sutan Mohammad Salim dan Siti Zainab. Ayahnya seorang kepala jaksa di Pengadilan Tinggi Riau.  Haji Agus Salim merupakan anak keempat dari pasangan Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Karena kedudukan ayah dan kecerdasan Beliau, Agus Salim mampu belajar di sekolah-sekolah Belanda.

Beliau bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) yaitu sekolah khusus anak-anak Eropa. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan menengahnya ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia dan setelah menjalani pendidikan selama 5 tahun, pada tahun 1903 saat Ia berumur 19 tahun Ia lulus sebagai lulusan terbaik se-Hindia Belanda.

Setelah lulus Ia berkeinginan melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran di Belanda namun ditolak oleh pemerintah. Hal itu tidak  membuatnya patah semangat.  Ia sempat diusulkan oleh R.A Kartini agar Agus Salim menggantikannya berangkat ke Belanda dengan cara mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden yang berasal dari pemerintah kepada Agus Salim namun Agus Salim menolaknya, Ia beranggapan bahwa pemberian beasiswa tersebut bukan karena kecerdasan atau jerih payahnya melainkan dari usulan orang lain dan menganggap pemerintah berperilaku diskriminatif.

Karier Politik Haji Agus Salim

Dengan keahliannya yang menguasai 7 bahasa asing yaitu Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman Setelah dan karena gagal dalam melanjutkan pendidikannya,  Agus Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi (1906)  untuk bekerja sebagai penerjemah di Konsultan Belanda. Di Jeddah, Ia memperdalam ilmu agama dan diplomasi pada pamannya yaitu Syech Ahmad Khatib yang juga imam Masjidil Haram.

Setelah kembali dari Jeddah, Agus salim mendirikan sekolah Hollansche Inlandsche School (HIS) dan kemudian Ia juga masuk dalam pergerakan nasional.

Sejak tahun 1915, Agus Salim terjun di dunia jurnalistik, Ia bekerja sebagai Redaktur II di Harian Neratja lalu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Selanjutnya Ia menikah dengan Zaenatun Nahar, dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai 8 orang anak.

Setelah menikah, karier jurnalistik Agus Salim tetap berjalan, Ia menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta, lalu Ia mendirikan Surat kabar Fadjar Asia dan juga Ia menjadi Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).

Ketika Indonesia merdeka, Agus Salim diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Karena kepandaiannya dalam berdiplomasi, kemudian Agus Salim diangkat menjadi Menteri Muda Luar Negeri dikabinet Syahrir I dan II dari 12 Maret 1946 hingga 3 Juli 1947.

Lalu Ia menjadi Menteri Luar Negeri di kabinet Hatta dari 3 Juli 1947 hingga 20 Desember 1949. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, Agus Salim diangkat menjadi Penasehat Menteri Luar Negeri. Atas prestasinya dalam bidang diplomasi, dengan badan yang kecil Agus Salim dikalangan diplomatik dikenal sebagai The Grand Old Man.

Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan pendidikan di tanah air, hingga digelari sebagai Bapak Pendidikan. Selain beliau, kita juga memiliki bany...


Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan pendidikan di tanah air, hingga digelari sebagai Bapak Pendidikan. Selain beliau, kita juga memiliki banyak pahlawan-pahlawan pendidikan lainnya. Salah satunya ialah Wahidin Soedirohoesodo.


Wahidin Soedirohoesodo atau yang lebih dikenal dengan dr. Wahidin Soedirohoesodo adalah pahlawan nasional yang berjuang membebaskan rakyat Indonesia dari para penjajah lewat pendidikan.


Menurutnya, salah satu cara untuk terbebas dari penjajah ialah rakyat harus cerdas. Dan rakyat harus diberi kesempatan mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah.


Wahidin yang seorang dokter, menggunakan kesempatan tersebut untuk mengobati rakyat secara gratis, hingga membantu warga mendapat pendidikan yang layak. Ia dengan kemampuan lainnya di seni musik, mengunjungi dan mengajak tokoh-tokoh masyarakat di beberapa kota di Jawa agar menyisihkan sedikit uang mereka yang nantinya dipakai untuk membantu pemuda berbakat dan cerdas yang dimiliki Indonesia.


Sehingga kecerdasan dan bakatnya tersebut tidak sia-sia. Namun semua itu tidak semudah yang dipikirkan. Ajakan yang dilakukan Wahidin kurang disambut baik oleh mereka.


Tidak menyerah sampai disitu, saat di Jakarta Wahidin mencoba peruntungan dengan mengunjungi para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Disana ia mengemukakan gagasannya dan sesuai harapan, gagasan itu diterima dengan tangan tangan terbuka.


Bersama STOVIA, ia mendirikan sebuah organisasi yang nantinya bertugas untuk memajukan pendidikan bagi rakyat Indonesia. Lewat gagasan tersebutlah akhirnya Budi Utomo berdiri.


Budi Utomo merupakan organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia pada 20 Mei 1908. Inilah yang menjadi alasan mengapa dr. Wahidin Soedirohoesodo disebut sebagai pengagas organisasi Budi Utomo.


Berkat perjuangan dr. Wahidin Soedirohoesodo dan pelajar STOVIA, kini rakyat Indonesia sudah dapat menerima pendidikan yang layak.


Biografi Wahidin Soedirohoesodo

Wahidin Soedirohoesodo lahir di Mlati, Sleman, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, 7 Januari 1852. Ia terlahir dari keturunan Bugis – Makassar yang terkenal suka bergaul dengan rakyat biasa. Tak heran, banyak yang menyukai sosok pahlawan yang satu ini.


Wahidin pernah bersekolah di Sekolah dasar di Yogakarta. Kemudian melanjut ke Europeesche Lagere School Yogyakarta. Lalu menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dokter Djawa pada tahun 1869. Ia meraih gelar dokter lebih cepat dari School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), setelah menjalani masa studi selama 22 bulan.


dr. Wahidin Soedirohoesodo wafat pada tanggal 26 Mei 1917, diusia 65 tahun. Ia dimakamkan di Desa Mlati, Yogyakarta, tanah kelahirannya.


Dari semua perjuangannya, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 20 Mei yang merupakan tanggal berdirinya organisasai Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional.


Tidak hanya itu, gagasan yang ditinggalkannya juga menginspirasi beberapa organisasi pemuda yang ikut mendeklarasikan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dan hingga saat ini Sumpah Pemuda itu masih dikumandangkan setiap tanggal 28 Oktober.


Itulah bentuk perjuangan seorang dr. Wahidin Soedirohoesodo serta biografinya. Semoga dapat menambah informasi kamu seputar pahlawan nasional negara Indonesia. Ingat! Jangan pernah melupakan sejarah.

Pejuang emansipasi wanita yang ada di bumi pertiwi ini tidak hanya R.A Kartini ataupun Dewi Sartika. Dari tanah Minahasa, terdapat seorang p...


Pejuang emansipasi wanita yang ada di bumi pertiwi ini tidak hanya R.A Kartini ataupun Dewi Sartika. Dari tanah Minahasa, terdapat seorang pahlawan wanita yang karena usahanya memajukan hak dan kondisi perempuan di Indonesia pada awal abad ke-20. Sosok yang dimaksud adalah Maria Walanda Maramis.

Ketika Maria berusia 18 tahun, kehidupan wanita di lingkungan tempat tinggalnya tidak memiliki banyak pengetahuan seputar rumah tangga, mengasuh anak, hingga kesehatan.

Maria yang tidak tahan melihat keadaan tersebut, akhirnya berkeliling dari kolong rumah panggung ke kolong rumah lainnya untuk berbagi ilmu kepada para perempuan-perempuan itu. Hal yang diajarkannya seperti menyulam, memasak hingga membuat kue.

Dia juga meminta kepada perempuan yang telah diajarinya untuk ikut andil dalam berbagi ilmu kembali kepada sesama. Dan di tahun 1917, Maria memutuskan mendirikan sebuah organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) di Manado.

Keahliannya dalam melobi membuatnya mendapat rumah pinjaman dari seorang pedagang asal Belanda, A Bollegraf, untuk mendirikan sekolah rumah tangga. Sekolah itu resmi berdiri setahun kemudian dan digunakan untuk menampung gadis-gadis pribumi yang hanya tamatan sekolah rendah dari berbagai kalangan.

Gerakan positifnya tersebut mendapat dukungan yang banyak, sehingga PIKAT mampu membuka cabang sampai ke Kalimantan dan Jawa. Caranya yang dilakukan dalam mempromosikan kegiatan organisasinya, yakni menggunakan kerangka-kerangka yang terdapat dalam surat kabar. Dari situ dia mulai dianggap oleh Kolonial Belanda.

Di tahun 1919, dibentuklah sebuah Badan Perwakilan Daerah Minahasa, dimana setiap anggotanya akan dipilih melalui pemungutan suara populer. Awalnya pemungutan suara itu hanya diperbolehkan untuk para pria.

Maria yang mengetahui hal tersebut berusaha memperjuangakan hak perempuan agar dapat memberi hak pilihnya dalam pemilihan kala itu. Usaha tersebut tersiar hingga Batavia, yang sekarang sudah menjadi Jakarta.

Ditengah bergejolaknya masalah yang ada, pada tahun 1920, Gubernur Jenderal Belanda mengunjungi sekolah PIKAT dan kemudian memberi sumbangan uang terhadap organisasi itu. Dan pada tahun berikutnya, Belanda mengizinkan perempuan Minahasa mengikuti pemilihan Dewan Rakyat Minahasa.

Dan di tahun 1921, perempuan-perempuan Minahasa resmi mendapatkan hak memilih perwakilan Minahasa Raad, Dewan Rakyat di Minahasa.

Biografi Maria Walanda Maramis


Maria Josephine Catherine Maramis yang lahir di Kema, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872 merupakan putri bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Bernadus Maramis dan Sarah Rotinsulu.

Maria memiliki seorang kakak perempuan bernama Antje dan kakak laki-laki, Andries. Andries adalah ayah dari Alexander Andries Maramis yang merupakan seorang menteri dan duta besar dalam pemerintahan Indonesia pada mulanya.

Saat ia masih berumur enam tahun, Maria harus kehilangan kedua orang tuanya dikarenakan sakit. Akhirnya tiga bersaudara itu diasuh oleh sang paman, yakni Mayor Ezau Rotinsulu, yang kala itu menjabat sebagai kepala distrik di Maumbi.

Disana ia dan kedua saudaranya dibesarkan disekolahkan. Maria dan kakak perempuannya disekolahkan di Sekolah Melayu Maumbi. Di sekolah itu mereka mendapatkan ilmu dasar, seperti membaca, menulis dan sedikit ilmu sejarah.

Kala itu, wanita di tanah Minahasa tidak diizinkan mengenyam pendidikan lebih tinggi, alhasil ia dan kakaknya hanya bersekolah selama tiga tahun. Meski demikian, Maria tetap bergaul dengan orang-orang terpelajar lainnya, salah satunya adalah pendeta asal Belanda bernama Jan Ten Hoeve.

Pada tahun 1890, ia dinikahi seorang guru bahasa bernama Joseph Frederick Calusung Walanda. Sejak menikah, namanya berubah menjadi Maria Walanda Maramis. Dari pernikahannya tersebut, mereka dikaruniai tiga orang putri.

Ketiga putrinya tersebut, dibesarkan dan didik menjadi seorang guru. Dua diantaranya dikirim ke Batavia (sekarang Jakarta), untuk sekolah guru disana dan satunya lagi, Anna Matuli Walanda mengikut jejak dirinya sebagai guru dan aktif dalam PIKAT.

Berkat semua perjuangan yang telah dilakukannya, Maria menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. Ia juga ditahbiskan sebagai salah satu perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk mengembangkan daya pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki".

Oleh karena itu, untuk mengenang jasanya, dibangunlah Patung Walanda Maramis di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang (15 menit dari pusat kota Manado, lewat jalur darat). Dan per tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis.

Sosok pahlawan emansipasi wanita ini tutup usia di Maumbi, Kalawat, Miahasa Utara, Sulawesi Utara, pada tanggal 22 April 1924, diusianya yang 51 tahun.

  Adam Malik lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917.  Tokoh Indonesia yang satu ini merupakan anak ketiga dari enam bersauda...

 

Adam Malik lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917.  Tokoh Indonesia yang satu ini merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Haji Abdoel Malik Batubara dan Salamah Lubis.

PENDIDIKAN ADAM MALIK

Adam Malik menempuh pendidikan sekolah dasarnya di HIS (Hollands Inlandsche School) atau sekolah dasar Belanda untuk orang-orang pribumi.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Thawalib Parabek pada tahun 1930. Namun ia hanya bersekolah disana selama satu tahun, atas paksaan kakek-neneknya ia harus keluar dari sana untuk kemudian bersekolah di Al-Masrullah, Tanjungpura.

Setelah menamatkan sekolahnya disana, ia pulang ke Pematangsiantar, dan tidak menempuh pendidikan apapun lagi. Walau demikian, Adam Malik mengerti dan memahami bahasa Belanda, Arab, Jepang dan Inggris.

PERJUANGAN ADAM MALIK

Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.

Pada usianya yang ke-20 tahun, Adam Malik yang saat itu sudah memiliki pengalaman menulis di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo, bersama-sama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Bermodalkan satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional.

Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Ia menjadi penggerak rakyat untuk berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.

Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Didukung oleh kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962.

Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik.

Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknyamodal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik memiliki peranan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York.

Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.

Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia sering mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H. Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.

  Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal dengan nama Kyai Haji Ahmad Dahlan, lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, lebih . Ia merupakan anak...

 


Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal dengan nama Kyai Haji Ahmad Dahlan, lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, lebih . Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. 

Ayahnya bernama Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta dan ibunya bernama Siti Aminah.  Ia mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan setelah ia kembali dari Tanah Suci, tepatnya pada tahun 1888. Nama Ahmad Dahlan sendiri diberi oleh seorang syekh dari perguruan syariat Syafi’i yang bernama Sayyid Bakri Shatta yang dikenalnya di mekkah.

Sebelum kita membahas lebih lanjut, kamu juga bisa mengetahui agama deva mahenra, aktor muda asal Indonesia. Langsung saja yuk kita bahas.

Pemikiran  Kyai Ahmad Dahlan

Dahlan mengenyam pendidikan di pesantren. Pada usia 15 tahun, ia berangkat haji untuk pertama kalinya dan menetap di Kota Mekkah selama 5 tahun. Selama di Mekkah, Kiai Dahlan banyak  memperdalam ilmu agama dan juga berinteraksi dengan Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah yang memiliki pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam. 

Ia merasa sedih melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, Kyai Haji Ahmda Dahlan tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur'an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.

Kiai Dahlan kemudian mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu. Menurutnya pemikirannya, jenjang dan metode pembelajaran di pesantren tidak efektif karena lebih mengutamakan menghafal dan tidak merespon perkembangan ilmu pengetahuan umum. Kiai Dahlan kemudian mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur’an. 

Beliau juga memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.


Perjuangan Kyai Ahmad Dahlan

Pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk kedalam organisasi Boedi Oetomo, salah satu organisasi yang banyak melahirkan tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran agama memenuhi keperluan anggota.

Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar ia membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.

Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.

Banyak yang tidak mengenal bahkan tidak tahu bentuk perjuangan yang dilakukan pahlawan-pahlawan yang berasal dari Papua. Salah satu dari ben...


Banyak yang tidak mengenal bahkan tidak tahu bentuk perjuangan yang dilakukan pahlawan-pahlawan yang berasal dari Papua. Salah satu dari bentuk perjuangan tersebut adalah pembebasan tanah Irian Barat dari kekangan penjajah. 


Dulunya, Irian Barat terpisah dari NKRI. Namun, kini Irian Barat telah bebas dan kembali bersatu dengan NIKRI berkat perjuangan pahlawan yang berasal dari tanah Papua. 


Sosok pahlawan yang terlibat dalam pembebasan itu ialah Mayor TNI Johannes Abraham Dimara.


Di tahun 1946, dirinya ikut andil dalam Pengibaran Bendera Merah Putih di Namlea, Pulau Buru. Diketahui saat itu Abraham turut memperjuangkan pengembalian wilayah Irian Barat ke tangan Republik Indonesia.


Berkat keikutsertaannya itu, ia diangkat menjadi ketua OPI (Organisasi Pembebasan Irian Barat) pada tahun 1950. Lalu dia menjadi anggota TNI yang melakukan infiltrasi di tahun 1954. Namun, hal tersebut justru membuatnya tertangkap oleh tentara Belanda, yang kemudian dibuang ke Digul.


6 tahun menjadi tahanan Belanda, ia akhirnya dibebaskan. Dan saat Presiden Soekarno mengumandangkan Trikora di Yogyakarta, ia terpilih menjadi contoh sosok pemuda Papua yang turut serta.


Abraham tidak lupa mengajak seluruh warga yang berada di Irian Barat untuk mendukung secara penuh penyatuan wilayah Irian Barat ke pangkuan NKRI.


Saat diadakan Perjanjian New York pada tahun 1962, ia terpilih menjadi salah satu delegasi bersama Menteri Luar Negeri Indonesia kala itu. Dalam perjanjian itu diesbutkan bahwa pemerintah Kerajaan Belanda harus bersedia menyerahkan wilayah Irian Barat ke tangan pemerintah Republik Indonesia.


Sejak saat itulah, Irian Barat kembali ke bumi pertiwi, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Johannes yang mengenakan rantai yang terputus pada pawai 17 Agustus di depan istana, mengisyaratkan pembebasan atas Irian Barat.


Kemudian dibuatlah patung pembebasan Irian Barat di lokasi yang hanya berjarak kurang dari 1,5 km dari Instana negara, di Lapangan Banteng.

Sebelum kita membahas lebih lanjut, kamu juga bisa mengetahui profil dari mikha tambayong, aktris muda asal Indonesia. Langsung saja yuk kita bahas.

Biografi Johannes Abraham Dimara

Lahir di Korem, Biak Utara, Papua, 16 April 1916, pemilik nama asli Arabei merupakan putra dari seorang Korano (Kepala Kampung), bernama Willem Dimara. Saat bersama ayahnya, ia dimasukkan ke sekolah dasar kampung kelahiranya, dibawah asuhan Tuan Guru Simon Soselisa.


Menginjak usia 13 tahun, ia diadopsi oleh Elias Mahubesi, sorang anggota polisi Ambon. Dari situlah namanya berganti menjadi Johannes Abraham Dimara.


Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar, ia kembali melanjutkan studi di sekolah pertanian di Laha. Selanjutnya menempuh pendidikan agama (injil) dari tahun 1935 hingga 1940. Selepas lulus , Johannes bekerja sebagai guru injil di Kecamatan Leksuka, Pulau Baru. Hingga akhirnya ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan, khususnya pembebasan Irian Barat.


Johannes Abraham Dimara dikabarkan tutup usia di umur 84 tahun, tepatnya pada tanggal 20 Oktober 2000 di Jakarta.


Atas semua jasa-jasanya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia, melalui Keputusan Presiden RI No. 952/TK/Tahun 2010, 8 November 2010. Selain itu, Johannes juga meraih pengharaan berupa:


1. Satyalancana Perang Kemerdekaan Kesatu

2. Satyalancana Peristiwa Perang Kemerdekaan Kedua

3. Satyalancana Satya Dharma

4. Satyalancana Bhakti

5. Satyalancana Gerakan Operasi Militer III

6. Satyalancana Perintis Pergerakan kemerdekaan


Itulah seputar perjuangan dan biografi Johannes Abraham Dimara, pahlawan Nasional yang berasal dari Timur Indonesia. Semoga menambah pengetahuan kamu tentang pahlawan-pahlawan Indonesia.

I Gusti Ngurah Rai adalah salah satu pahlawan nasional yang mendapat anugerah Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (An...


I Gusti Ngurah Rai adalah salah satu pahlawan nasional yang mendapat anugerah Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (Anumerta) oleh Pemerintah Indonesia.


Nama pahlawan yang berasal dari pulau Bali ini juga diabadikan menjadi nama Bandar udara di Bali, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dan nama kapal perang KRI I Gusti Ngurah Rai. Tidak hanya itu, bentuk penghargaan lain atas jasanya yakni profil wajahnya tercamtum pada cetakan mata uang Rupiah pecahan Rp 50.000.


Ia dikenal akan perannya dalam perang Puputan Margarana, Bali. Puputan Margarana sendiri memiliki makna, yaitu puputan adalah habis-habisan dan Margarana berarti Pertempuran di Marga. Marga merupakan sebuah desa ibu kota kecamatan di pelosok KabupatenTabanan, Bali.


Kini, wilayah Puputan Margarana tersebut didirikan sebuah Taman Pujaan Bangsa Margarana.


Jiwa kepahlawanannya sudah ada sejak belia. I Gusti Ngurah Rai diketahui mulai tertarik dengan dunia militer sejak kecil. Kala itu dirinya bergabung dengan HIS Denpasar. Setelah itu tergabung dengan MULO yang ada di Malang.


Beliau juga pernah bergabung denga sekolah kader militer, Prayodha Bali, Gianyar. Dan dari sinilah karirnya mulai menanjak.


Apakah kamu sudah mengenal baik sosok pahlawan nasional yang satu ini? Tapi sebelum itu kamu juga bisa mengetahui profil dari yawi echo, gamer esport mobile legends Indonesia. Jika belum, yuk simak biografi I Gusti Ngurah Rai berikut ini.


Biografi I Gusti Ngurah Rai

Lahir di Carangsari, Petang Badung, Bali, 30 Januari 1917, Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai marupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga bangsawan kaya saat itu.


Orang tuanya bernama I Gusti Ngurah Palung dan I Gusti Ayu Kompyang. Berkat kedudukan sang ayah yang seorang camat di Kabupaten Petang, membuatnya mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan secara formal di sekolah dasar Belanda untuk pribumi, Holands Inlandse School (HIS), Denpasar.


Selesai dengan pendidikan di sekolah dasar tersebut, ia kemudian melanjut ke Dutch Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), setingkat Sekolah Menengah Pertama, di Malang. Namun karena kematian sang ayah di tahun 1935, mengharuskannya kembali ke tanah kelahirannya.


Setelah kembali ke Bali, selama dua tahun dia tidak melanjutkan pendidikan dan tidak memiliki pekerjaan tetap.


Dan akhirnya dia melanjutkan pendidikan dan berhasil lulus dari perguruan tinggi dengan pangkat letnan dua pada tahun 1940. Kemudian ia dikirim ke kursus perwira jangka pendek di magelang, yang selanjutnya dipindahkan untuk pelatihan ulang yang dipercepat ke sekolah artileri di Malang, pada tahun yang sama.


Ketika masa kependudukan Jepang, I Gusti Ngurah Rai pernah menjadi intel sekutu di daerah Bali dan Lombok. Semua itu berkat ilmu kemiliteran yang pernah diperolehnya semasa muda, serta pribadi yang cerdas.


Hingga akhirnya Indonesia mendeklarasikan Kemerdekaan pada tahun 1945, ia bersama rekan militernya ikut serta membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil. Dan disaat itu I Gusti Ngurah Rai terpilih yangkemudian diangkat menjadi komandan di kelompok itu.


Dan perjuangan I Gusti Ngurah Rai belum selesai sampai disitu. Pada tanggal 18 November 1946, I Gusti bersama pasukan kecilnya, Ciung Wanara melakukan penyerangan ke Tabana yang membuat satu datasemen Belanda dengan persenjataan lengkap menyerah.


Dibalik semua perjuangannya tersebut, ia diketahui menikah dengan seorang gadis Bali bernama Desak Putu Kari. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai tiga orang buah hati, yakni I Gusti Ngurah Gede Yudana, I Gusti Ngurah Tantra, I Gusti Ngurah Alit Yudha.


Tak lama dari perjuangannya itu, I Gusti Ngurah Rai tutup usia pada tanggal 20 November 1946 di Marga, Tabanan Bali, Indonesia.

Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah adalah slogan yang wajib diingat sepanjang masa. Karena muda-mudi zaman sekarang masih banyak yang ...


Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah adalah slogan yang wajib diingat sepanjang masa. Karena muda-mudi zaman sekarang masih banyak yang belum mengenal pahlawan-pahlawan yang telah berjuang demi bumi pertiwi. Malahan muda-mudi zaman sekarang lebih mengenai artis maupun penyanyi kesukaan mereka seperti dikta.


Bali yang terkenal dengan pariwisatanya menyimpan sejarah penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pahlawan-pahlawan yang pernah berjuang beberapa berasal dari pulau Bali.


Salah satu pahlawan yang berasal dari pulau ini dan mungkin saja masih banyak yang mengenalnya, yaitu I Gusti Ketut Jelantik.


I Gusti Ketut Jelantik merupakan pahlawan pertama yang berasal dari Bali dan dinobatkan menjadi Pahwalan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993.


Bentuk perjuangannya terlihat dalam Perang Bali I (1846), Perang Jagaraga (1848) dan Perang Bali III yang terjadi di Bali pada tahun 1894. Dirinya diketahui memimpin perlawanan rakyat Bali terhadap invasi Belanda.


Perlawanan tersebut terjadi karena pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang berniat menghapus tawan karang yang berlaku di Bali. Tawan Karang adalah hak para raja yang berkuasa di Bali untuk mengemabil kapal yang kandas di perairan Bali.


Untuk mengenal lebih jauh sosok pahlawan nasional yang berasal dari Bali ini, berikut biografi singkatnya.


Biografi I Gusti Ketut Jelantik

Lahir di Tukadmungga, Buleleng, 1800, I Gusti Ketut Jelantik merupakan patih Kerajaan Buleleng. I Gusti Ketut Jelantik gugur ketika peperangan berakhir pada tahun 1894.


Pahlawan Bali ini memiliki beberapa istri atau selir, yakni I Gusti Ayu Made Geria, I Gusti Ayu Kompyang, Gusti Biyang Made Saji, Jero Seka. Dan dari pernikahannya tersebut, dikarunai tiga orang anak yang diberi nama I Gusti Ayu Jelantik, I Gusti Ayu Made Sasih, I Gusti Bagus Weda Tarka.


Saat berjuang melawan penjajah, I Gusti Ketut Jelantik pernah berucap, "apapun tidak akan terjadi. Selama aku hidup, aku tidak akan mengakui kekuasaan Belanda di negeri ini". Dan ucapannya tersebut hingga kini diingat terkhusus warga Bali.


Ia gugur saat bersama penguasa Buleleng yang melarikan diri ke sekutu Karangasem. Perang tersebut berakhir sebagai suatu puputan, dimana seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan wilayahnya sampai titik darah penghabiasan.


Selain I Gusti Ketut Jelantik, masih banyak lagi pahlawan yang berasal dari pulau Bali. Kamu akan menukan biografi serta perjuangan mereka di blog ini. Pastikan kamu mengenal semua pahlawan tersebut.