Terbentuk dan berlangsungnya proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak lepas dari peran Achmad Soebardjo, pahlawan nasional y...


Terbentuk dan berlangsungnya proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak lepas dari peran Achmad Soebardjo, pahlawan nasional yang berasal dari Karawang. Mungkin beberapa diantara kamu belum mengenal sosok pahlawan yang satu ini.


Achmad Soebardjo merupakan kaum tua yang ikut andil saat membujuk Soekarno agar segera mengumandangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya, sejak masih menjadi seorang mahasiswa ia sudah aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan.


Beberapa organisasi yang diikutinya ialah Jong Java dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Ia bersama  Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia lainnya, terpilih mewakili Indonesia dalam persidangan antarbangsa “Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang pertama di Brussels dan dilanjut di Jerman.


Setelah persidangan tersebut selesai, para rombongan kembali ke tanah air. Kemudian Achmad Soebardjo memilih masuk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).


Saat menyusun naskah proklamasi, Achmad Soebardjo bersama Bung Karno dan Bung Hatta saling memberi argumentasi dengan para pemuda. Ia terus berusaha meyakinkan para pemuda agar tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan hingga waktu yang telah disepakati sebelumnya.


Ia juga memberi nyawanya sebagai jaminan bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 11.30 dan meminta Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Jakarta.


Dengan jaminan tersebut, Komandan Kompi Peta Rengasdengklok, Cudanco Subeno pun bersedia melepaskan keduanya. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno memerintahkan Sayuti Melik untuk segera mengetik naskah proklamasi.


Nah, itulah bentuk perjuangan salah satu pahlawan nasional Indonesia. Dari pada semakin penasaran dengan sosok Achmad Soebardjo, berikut biografi singkatnya.


Biografi Achmad Soebardjo

Lahir di Teluk Jambe, Karawang, 23 Maret 1896, Achmad Soebardjo merupakan anak dari bangsawan Aceh, Teuku Muhammad Yusuf dan ibunya bernama Wardinah yang merupakan keturunan Jawa-Bugis.


Sang kakek dari ayahnya adalah seorang Ulee Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu. Dan ayahnya bekerja sebagai pegawai di pemerintahan yang menjabat sebagai Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe, Karawang.


Awalnya Achmad Soebardjo diberi nama Teuku Abdul Manaf oleh ayahnya. Namun nama itu diganti karena di pernah di penjara di Ponorogo karena peristiwa 3 Juli 1946, yakni percobaan perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh pihak oposisi (kelompok Persatuan Perjuangan) terhadap pemerintahan Kabinet Sjahrir II di Indonesia.


Achmad Soebardjo sendiri pernah menempuh pendidikan di Sekolah Rendah Eropa III (3 e Europeesche Lagere School–ELS) yang letaknya di daerah Kramat, kemudian pindah ke Sekolah Rendah Eropa Pertama B (ELS-B) di Schoolweg dekat daerah Pasar Baru.


Setelah lulus, ia meneruskan studinya di Sekolah Pangeran Hendrik. Selama dua tahun bersekolah disana, akhirnya dia memutuskan untuk mengundurkan diri dan pindah ke Sekolah Raja Willem (KW III) di Salemba dan lulus pada tahun 1917.


Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933.


Pahlawan nasional ini menikah dengan wanita bernama Poedji Soebardjo. Dan ia menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru di usia 82 tahun. Kemudian dimakamkan di rumah peristirahatannya di Cipayung, Bogor.


Beliau diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2009.


Itulah kisah perjuangan dan biografi singkat Achmad Soebardjo. Semoga dapat menambah pengetahuan kamu seputar pahlawan nasional yang ada di Indonesia.

Jika kita berbicara mengenai pahlawan asal Bali, nama I Gusti Ngurah Rai adalah orang pertama yang terlintas di benak kita. Namun ada satu l...



Jika kita berbicara mengenai pahlawan asal Bali, nama I Gusti Ngurah Rai adalah orang pertama yang terlintas di benak kita. Namun ada satu lagi pahlawan nasional, I Gusti Ketut Pudja, yang berjasa tak kalah besarnya. 

Sebagai bentuk penghormatan, wajahnya sengaja disematkan pada uang logam baru pecahan 1.000 rupiah oleh pemerintah.

Meskipun I Gusti Ketut Pudja bukanlah pahlawan nasional yang berperang melawan Belanda seperti I Gusti Ngurah Rai, tetapi pahlawan kelahiran Singaraja 19 Mei 1908 ini memiliki peran yang sama pentingnya pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Semasa hidupnya, ia sempat terlibat dalam pembentukan negara Indonesia melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Di PPKI, ia mewakili Sunda Kecil, yang sekarang dikenal dengan nama Bali dan Nusa Tenggara. Tak hanya itu, Ketut Pudja juga hadir dalam penyusunan proklamasi di kediaman Laksamana Maeda. Ia kemudian diangkat sebagai gubernur Sunda Kecil pertama oleh Soekarno.

Kehidupan


Pada tahun 1934 Ketut Pudja lulus dari Rechtshoogeschool atau sekolah tinggi bidang hukum di Batavia. Setahun kemudian atau tepatnya pada tahun 1935, ia mulai bekerja di kantor-kantor penduduk Bali dan Lombok. 

Setahun kemudian, dia ditempatkan di Raad Van Kerta (pengadilan) di Bali. Perannya dalam politik nasional dimulai pada tanggal 7 Agustus 1945, saat tentara Jepang mendirikan PPKI. Saat itu, Presiden Soekarno mengangkatnya menjadi anggota PPKI mewakili Sunda Kecil.

Perannya dalam Sejarah Kemerdekaan


Pahlawan yang meninggal di Jakarta pada 4 Mei 1977 itu adalah salah satu tokoh yang turut berperan dalam perumusan dasar negara. 

Ia tidak hanya terlibat langsung dalam perumusan konstitusi negara. Pada saat yang sama, Mr. Pudja juga berperan besar dalam pembuatan deklarasi yang dibacakan oleh Soekarno dan Hatta. Ia adalah salah satu orang yang terlibat langsung dalam penyusunan proklamasi di rumah Laksamana Maeda.

Gubernur Provinsi Sunda Kecil Pertama dan Terakhir


Kehadiran pahlawan nasional Gusti Ketut Pudja juga menandakan keberadaan provinsi Sunda Kecil di Indonesia. Provinsi ini sengaja dibentuk oleh Presiden Soekarno dari tanggal 19 Agustus 1945 sampai tahun 1958. Provinsi ini kemudian terbagi menjadi tiga provinsi lagi yaitu Bali, NTB dan NTT.

Kehadirannya di PPKI juga tak lepas dari keberadaan Sunda Kecil. Hal ini terjadi karena I Gusti Ketut Pudja adalah tokoh yang diangkat menjadi gubernur negara bagian Sunda Kecil oleh Presiden Soekarno. 

Ketika diangkat, Pudja tidak diangkat menjadi gubernur, melainkan sebagai wakil pemimpin besar bangsa Indonesia sunda kecil.

Ditunjuknya Pudja sebagai gubernur yang membuktikan kepercayaan yang besar dari Presiden Soekarno padanya. Selain itu, ia mengemban tugas besar untuk melakukan sosialisasi terkait kemerdekaan Indonesia di berbagai pelosok Sunda Kecil. 

Dia juga melakukan upaya untuk melucuti senjata tentara Jepang. Kebijakan ini kemudian berujung pada penangkapannya oleh Jepang. Setelah meninggalkan jabatan gubernur Sunda Kecil, I Gusti Ketut Pudja masih mengabdi kepada negara. Dia adalah salah satu pejabat yang bertugas di Kementerian Dalam Negeri. Beliau menjabat sebagai Ketua BPK hingga pensiun pada tahun 1968.

Sebagai jasa atas usahanya di masa lalu, Museum Sunda Kecil didirikan dan menjadi salah satu eksistensi I Gusti Ketut Pudja. Museum ini dibuka secara umum dan wisatawan dapat melihat berbagai barang-barang pribadi Mr. Pudja.


Kamu tahu mengapa H.O.S. Tjokroaminoto dikatakan sebagai Bapak Bangsa Indonesia? Itu karena ia merupakan guru dari pemimpin negara ini dan b...


Kamu tahu mengapa H.O.S. Tjokroaminoto dikatakan sebagai Bapak Bangsa Indonesia? Itu karena ia merupakan guru dari pemimpin negara ini dan beberapa pahlawan lainnya, yakni Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso, Kartosoewirjo.


Ia melahirkan berbagai macam ideologi bangsa Indonesia pada saat itu, rumahnya sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimbah ilmu padanya. Dan dirinya adalah orang pertama yang menolak tunduk terhadap Belanda.


Tidak hanya itu, Tjokroaminoto juga merupakan salah satu pemimpin organisasi pertama yang ada di tanah air, yaitu Sarekat Islam (SI) di tahun 1912. Dan sebagai pelopor gerakan Serikat Buruh Indonesia.


Peranannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia diakui dan diangkat menjadi Pahlawan Nasional oleh Presiden Indonesia Soekarno pada tahun 1961 berdasarkan Nomor Surat Keputusan SK/590/Tahun/1961 pada tanggal 09 November 1961.


Satu kutipannya yang terkenal dan biasa diungkapkan pahlawan nasional yang satu ini adalah “ Setinggi- tinggi ilmu, semurni- murni tauhid, sepintar- pintar siasat. Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno bahkan memegang teguh apa yang pernah dikatakan beliau yaitu “Pemimpin yang Hebat Menulis Seperti Jurnalis, Berbicara Seperti Orator”.


Untuk mengenal lebih jauh sosok H.O.S. Tjokroaminoto, Sang Bapak Bangsa, berikut biografinya.


Biografi H.O.S. Tjokroaminoto

Lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1883, pemilik nama asli Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang kerap dipanggil H.O.S. Tjokroaminoto merupakan anak kedua dari 12 bersaudara.


Ia adalah keturunan langsung dari Kiai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Sang ayah bernama R.M. Tjokroamiseno merupakan seorang pejabat wedana Kleco, Magetan pada saat itu. Dan Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo, Mertuanya adalah R.M. Mangoensoemo yang merupakan wakil bupati Ponorogo.


Mengawali pendidikannya, Tjokroaminoto bersekolah di sekolah rendah dan meneruskan pendidikannya di sekolah pamong praja di Magelang. Setelah lulus, ia bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi. Tiga tahun kemudian, ia berhenti.


Tjokromaninoto pindah dan menetap di Surabaya pada 1906. Di Surabaya, ia bekerja sebagai juru tulis di firma Inggris Kooy & Co sembari melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool, jurusan Teknik Mesin.


Diketahui H.O.S. Tjokroaminoto menikasih seorang gadis bernama Suharsikin. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai 5 orang anak, yang bernama Siti Oetari, Oetarjo Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto, Siti Islamiyah, Ahmad Suyud.


Putri pertamanya, Siti Oetari menikah dengan Soekarno, Presiden RI yang pertama dan merupakan siswanya dulu.


H.O.S. Tjokroaminoto yang jatuh sakit setelah mengikuti kongres SI di Banjarmasih akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta.


Selain mendapat gelar sebagai pahlawan nasional, nama H.O.S. Tjokroaminoto dipakai sebagai nama jalan dibeberapa kota besar di Indonesia. Dan Sebuah film dengan judul Guru Bangsa: Tjokroaminoto telah dibuat dengan mengangkat sebagian kisah Oemar Said Tjokroaminoto. Film yang diproduksi pada tahun 2015, ini disutradarai oleh Garin Nugroho, dengan pemeran utama Reza Rahardian.

Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mendiang Laksamana Malahayati. Malahayati mendapat gelar pahlawan ini se...


Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mendiang Laksamana Malahayati. Malahayati mendapat gelar pahlawan ini sejak tahun 2017 silam. Dia adalah salah satu pejuang dari Kesultanan Aceh. 

Menurut berbagai catatan, Malahayati adalah laksamana wanita pertama di dunia. Ia adalah seorang panglima militer Kerajaan Aceh yang terkenal dengan keberaniannya melawan armada Belanda dan Portugis pada abad ke-16. 

Keberanian dan daya juang Malahayati tak lepas dari silsilah keluarganya yang merupakan bangsawan Aceh.

Nama kakeknya adalah Laksamana Muhammad Saeed Syah, putra Sultan Salahuddin Syah, yang memerintah Kesultanan Aceh dari tahun 1530 hingga 1539. Sementara itu, ayahnya, Mahmoud Shah, juga seorang laksamana angkatan laut. Tak heran, Malahayati mewarisi semangat juang dan kecintaannya pada angkatan laut.

Meskipun Malahayati adalah seorang wanita, namun sejak dini ia ingin menjadi pelaut atau laksamana pemberani seperti ayah dan kakeknya. Saat ia mulai tumbuh dewasa, ia diberi kebebasan untuk pergi ke sekolah. Ia pun memilih untuk mendaftar di akademi militer Kesultanan yang bernama Mahad Baitul Makdis. Akademi ini terdiri dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut.


Di akademi Malahayati keterampilan militer diasah. Di sana ia belajar banyak dari gurunya, seorang perwira dari Turki. Saat itu Aceh Darussalam sedang menerima bantuan dari Kesultanan Utsmaniyah.

Bahkan, di sana dia juga berhubungan dengan seorang perwira senior yang kemudian menjadi suaminya. 

Namun, nasib sial datang ketika suami Malahayati tewas dalam pertempuran dengan tentara Portugis. Mengetahui suaminya meninggal, Malahayati pun berjanji akan membalas dendam dan melanjutkan perjuangan suaminya.

Malahayati kemudian meminta Sultan Al Makammil untuk mengumpulkan armada Aceh yang tentaranya hanya terdiri dari wanita janda yang kehilangan suami dalam perang.

Para prajuritnya yang terdiri dari janda yang suaminya tewas pun ikut dalam pertempuran. Cornelis de Houtman, penjelajah Belanda pertama yang mencapai Indonesia, adalah salah satu orang yang tahu bagaimana rasanya dikalahkan oleh pasukan Malahayati. 


Ketika pasukan Cornelis de Houtman berusaha untuk mengacaukan Aceh pada tahun 1599, mereka justru kalah dan hancur dari pasukan Malahayati. Tak hanya Belanda, tentara Portugis pun sempat merasakan kehebatan tentara Laksamana Malahayati. 

Namun, pertempuran Laksamana Malahayati harus berhenti sekitar tahun 1606. Ia tewas melawan pasukan Portugis di perairan Selat Malaka. Jenazahnya dimakamkan di lereng Gunung Lamkuta di Banda Aceh. Lama terlupakan, Malahayati kini resmi diabadikan sebagai pahlawan nasional. Eksploitasinya dianggap unggul dalam pertempuran di Aceh, bagian dari sejarah panjang Indonesia.


Kali ini, pahlawan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia berasal dari keluarga Bangsawan Yogyakarta, yakni Hamengkubuwana IX. Ia merup...


Kali ini, pahlawan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia berasal dari keluarga Bangsawan Yogyakarta, yakni Hamengkubuwana IX. Ia merupakan Sri Sultan yang berperan banyak dalam hal mengupayakan kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Indonesia.


Bentuk perjuangan yang dilakukannya, yaitu ketika Jepang berkuasa, penduduk pribumi dijadikan tenaga kerja paksa atau yang kita kenal dengan istilah romusha. Hal inilah yang membuatnya berpikir untuk mengajukan pembangunan kanal irigasi yang nantinya akan menghubungkan Kali Progo dan Kali Opak guna melindungi rakyatnya.


Selain itu, ia juga melakukan beberapa reformasi di kesultanannya, seperti mengubah nama-nama institusi pemerintahan daerah yang awalnya menggunakan bahasa Belanda menjadi bahasa Jawa.


Di tanggal 2 Januari 1946, Sri Sultan Hamengkubuwana IX mengusulkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta karena saat itu kondisi di ibukota sedang kedatangan sekutu. Ia bersama Pakualam VIII pun mengirimkan surat ke Presiden Soekarno.


Inti dari isi surat tersebut berbunyi, jika pemerintah RI bersedia, mereka bisa memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta sampai kondisi kembali aman.


Menanggapi surat tersebut, pada tanggal 3 Januari 1946 pemerintah mengadakan sidang kabinet perihal pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta. Tanggal 4 Januari 1946, sore, Soekarno, Mohammad Hatta, dan para pejabat negara kala itu berangkat dengan perjalanan kereta luar biasa ke Yogyakarta. Kedatangan mereka di Stasiun Tugu disambut oleh Sri Sultan.


Demi memenuhi kebutuhan pemerintahan RI, ia juga menyediakan gedung-gedung yang ada di Yogyakarta untuk dijadikan kantor-kantor pemerintahan untuk sementara waktu. Salah satu gedung yang hingga kini masih dijadikan sebagai Istana Presiden Indonesia adalah Gedung Agung.


Nah, itulah sekilas bentuk perjuangan yang dilakukan Sri Sultan Hamengkubuwana IX demi mempertahankan kemerdekaan rakyat Indonesia.


Agar kamu lebih mengenal sosok pahlawan nasional yang satu ini, yuk simak biografi singkat Bangsawan Yogyakarta yang menjadi wakil presiden RI ke-2 ini.


Biografi Hamengkubuwana IX

Lahir dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun di Ngasem, Ngayogyakarta Hadiningrat, 12 April 1912, Sri Sultan Hamengkubuwana IX merupakan Sultan Yogyakarta kesembilan dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama.


Ia merupakan putra dari pasangan Gusti Pangeran Puruboyo dari istri utamanya, Raden Ajeng Kustilah. Ketika berumur empat tahun, Dorodjatun diperintah ayahnya untuk mulai tinggal terpisah dari keraton.


Mengetahui hal tersebut, Dorodjatun kecil pun menangis keras dan terus memeluk salah satu tiang di keraton sebelum dapat dipisahkan. Disana ia akan tinggal bersama keluarga Mulder, orang Belanda yang menjabat sebagai Kepala Sekolah Neutrale Hollands Javaanse Jongens School dan tinggal di daerah Gondokusuman.


Ketika tinggal bersama keluarga Mulder, Dorodjatun diberi nama panggilan Henkie (Henk kecil) yang diambil dari nama Pangeran Hendrik dari Belanda. Nama panggilan ini terus ia gunakan hingga bersekolah dan kuliah di Belanda, serta oleh teman-teman dekatnya tetap digunakan sampai masa tuanya sebagai Hamengkubuwana IX.


Untuk pertama kalinya, Hamengkubuwana IX mengenayam pendidikan di taman kanak-kanak Frobel School. Tamat dari taman kanak-kanak, ia melanjutkan pendidikannya di Eerste Europese Lagere School B.


Setahun kemudian, ia dipindahkan ke kediaman keluarga Cock dan bersekolah di Neutrale Europese Lagere School hingga lulus pada bulan Juli 1925. Disaat ia duduk di kelas III Sekolah Dasar, sang ayah diangkat menjadi Hamengkubuwana VIII, tepatnya pada bulan Februari 1921. Di sekolah tersebut, Dorodjatun bertemu dan berteman dengan Sultan Hamid II yang dijuluki Mozes saat itu.


Setelah itu, ia kembali meneruskan pendidikan menengahnya di Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang sejak bulan Juli 1925. Dengan alasan tidak cocok dengan iklim di Semarang yang cukup panas, ayahnya memindahkannya ke HBS Bandoeng di tahun 1928.


Belum lagi menyelesaikan pendidikan di HBS Bandoeng, Dorodjatun dan Tinggarto, kakaknya diperintahkan sang ayah untuk meneruskan studi di Belanda. Disana mereka berdua bersekolah di Gymnasium atau Lyceum Haarlem yang merupakan gabungan dari dua lembaga berbeda, yaitu Hoogere Burgerschool B (HBS-B) dan Stedelijk Gymnasium. Dan keduanya lulus pada tahun 1934.


Tidak sampai disitu, mereka meneruskan studinya di perguruan tinggi Rijksuniversiteit Leiden, yang kini berganti nama menjadi Universitas Leiden.


Kala itu Hamengkubuwana IX memilih ilmu Indologi, ilmu yang mempelajari administrasi kolonial, etnologi, dan kesusastraan di Hindia Belanda. Berbeda dengang sang kakak yang jurusan yang lebih populer, yakni bidang hukum.


 Belum sempat menyelesaikan tesis untuk gelar doktorandusnya, Hamengkubuwana IX bersama saudara-saudaranya yang berada di luar negeri dipanggil oleh keluarga di Jogja untuk kembali ke Hindia Belanda setelah terjadinya Penyerbuan Jerman ke Polandia tahun 1939.


Tesis yang hampir selesai itu pun dibawa ke Jawa bersamanya dalam bentuk manuskrip dan belum pernah dikumpulkan. Naskah itu hilang dan hanya diketahui judulnya saja, yaitu "Kontrak Politik antara Sunan Solo dan Pemerintah Belanda". Hingga akhir hayatnya, Hamengkubuwana IX belum mendapatkan gelar apapun dari universitas karena belum sempat mengikuti wisuda kelulusannya.


Meski demikian, sepulangnya dari Belanda, Hamengkubuwana IX telah beberapa kali menjabat di pemerintahan Indonesia, berikut riwayat pekerjaan pahlawan nasional yang satu ini.

Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta 

Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III

Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II

Menteri Negara pada Kabinet Hatta I

Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II 

Menteri Pertahanan pada masa RIS 

Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir

Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan 

Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata 

Menteri Koordinator Pembangunan 

Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi

Wakil Presiden Indonesia Ke-2


Silsilah Sri Sultan Hamengkubuwana IX


Istri:

1. BRA Pintakapurnama/KRA Pintakapurnama tahun 1940

2. RA Siti Kustina/BRA Windyaningrum/KRA Widyaningrum/RAy Adipati Anum, putri R.W.purwowinoto, tahun 1943

3. Raden Gledegan Ranasaputra/KRA Astungkara, putri Raden Lurah Ranasaputra dan Sujira Sutiyati Ymi Salatun, tahun 1948

4. KRA Ciptamurti

5. Norma Musa/KRA Nindakirana, putri Handaru Widarna tahun 1976


Putra:

1. BRM Arjuna Darpita/KGPH Mangkubumi/KGPAA Mangkubumi/Sri Sultan Hamengkubuwono X dari KRA Widyaningrum, menikah dengan Tatiek Drajad Suprihastuti/BRA Mangkubumi/GKR Hemas

2. BRM Murtyanta/GBPH Adi Kusuma/KGPH Adi Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Dr. Sri Hardani

3. BRM Ibnu Prastawa/KGPH Adi Winata dari KRA Widyaningrum, menikah dengan Aryuni Utari

4. BRM Kaswara/GBPH Adi Surya dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Andinidevi

5. BRM Arumanta/GBPH Prabu Kusuma dari KRA Astungkara, menikah dengan Kuswarini

6. BRM Sumyandana/GBPH Jaya Kusuma dari KRA Windyaningrum

7. BRM Kuslardiyanta dari KRA Astungkara, menikah dengan Jeng Yeni

8. BRM Anindita/GBPH Paku Ningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Nurita Afridiani

9. BRM Sulaksamana/GBPH Yudha Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Raden Roro Endang Hermaningrum

10. BRM Abirama/GBPH Chandra Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Hery Iswanti

11. BRM Prasasta/GBPH Chakradiningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Lakhsmi Indra Suharjana

12. BRM Arianta dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Farida Indah.

13. BRM Sarsana dari KRA Ciptamurti

14. BRM Harkomoyo dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Iceu Cahyani

15. BRM Swatindra dari KRA Ciptamurti


Putri:

1. BRA Gusti Sri Murhanjati/GKR Anum dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Kolonel Budi Permana/KPH Adibrata yang menjadi Gubernur Sulawesi Selatan

2. BRA Sri Murdiyatun/GBRAy Murda Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Murda Kusuma

3. BRA Dr Sri Kuswarjanti/GBRAy Dr. Riya Kusuma dari KRA Widyaningrum, menikah dengan KRT Riya Kusuma

4. BRA Dr Sri Muryati/GBRAy Dr. Dharma Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Dharma Kusuma

5. BRA Kuslardiyanta dari KRA Ciptomurti

6. BRA Sri Kusandanari dari KRA Astungkara

7. BRA Sri Kusuladewi menikah dengan KRT Padma Kusuma Sastronegoro,Kel BESAR Padepokan Gunung Kidul


Sri Sultan Hamengkubuwana IX menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit di Washington, D.C., Amerika Serikat pada 2 Oktober 1988 diusia 76 tahun.


Kamis, 6 Oktober 1988, jenazah telah sampai di Jakarta. Dan dilakukan upacara penerimaan dengan inspektur upacara Jenderal Benny Moerdani. Setelah disemayamkan sebentar di Kantor Perwakilan DIY di Jakarta, jenazah dilepas oleh Wakil Presiden Soedharmono dan diterbangkan ke Bandara Adisutjipto dengan pesawat Hercules milik TNI AU.


Jumat, 7 Oktober 1988, jenazah Sultan telah sampai di Yogyakarta dan disemayamkan di Bangsal Kencono, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Prosesi pemakaman Hamengkubuwana IX dimulai pada Sabtu, 8 Oktober 1988. Jenazah dilepas dari gerbang Magangan oleh Presiden Soeharto, Pangeran Purubojo (kakak Sultan), dan Pangeran Mangkubumi (putra sulung Sultan).


Pada pukul 15.00, iring-iringan tiba di Astana Imogiri, pemakaman kerajaan Wangsa Mataram. Jenazah disalatkan di Masjid Pajimatan sebelum dibawa dan dimakamkan di Astana Saptorenggo, tempat makam Sultan yang telah disiapkan sebelumnya. Pemakaman Sultan dihadiri oleh Ketua BPK Jenderal M. Jusuf; Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut; Kapolri; serta Duta Besar AS Paul Wolfowitz dan Duta Besar Australia Bill Morrisson.


Berkat jasa-jasanya, ia dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah RI berdasarkan SK Presiden Repulik Indonesia Nomor 053/TK/Tahun 1990 yang terbit pada 30 Juli 1990.


Itulah sekilas bentuk perjuangan dan biografi Sri Sultan Hamengkubuwana IX. Jadi jangan pernah sesekali melupakan jasa para pahlawan ya.

Tirto Adhi Soerjo adalah seorang jurnalis Indonesia yang kemudian dikenal sebagai bapak pers nasional. Tirto lahir pada tahun 1880 di Blora,...



Tirto Adhi Soerjo adalah seorang jurnalis Indonesia yang kemudian dikenal sebagai bapak pers nasional. Tirto lahir pada tahun 1880 di Blora, Jawa Tengah dengan nama RM Djokomo. Ia adalah putra dari Raden Ngabehi Muhammad Chan Tirtodipuro dan cucu dari Raden Mas Tumenggung Tirtonoto.

Profil Tirto Adhi Soerjo


Tirto tidak melanjutkan pendidikannya di bidang pemerintahan, melainkan ia melanjutkan sekolah kedokteran di Stovia, Batavia dari tahun 1893 hingga 1900. Tirto awalnya merantau ke Betawi karena ingin melanjutkan pendidikan di Hogere Burger School (HBS). Setelah HBS, Tirto muda diterima di sekolah kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artshen (Stovia). 

Namun daripada menjadi dokter, Tirto justru tertarik dengan dunia tulis-menulis. Saat itu dia sudah sering menulis di berbagai surat kabar besar pada waktu itu seperti Bintang Betawi, Chabar Hindia Belanda dan Pembrita Betawi. Surat kabar terakhir yang menjadi tempat untuk Tirto berkarir, untuk sementara ia ditugaskan menjadi editornya. 

Di surat kabar tersebut, Tirto dibimbing langsung oleh jurnalis dan pemimpin redaksi berpengalaman, Niews van den Dag. 

Karier 


Karya jurnalistiknya dimulai pada tahun 1901. Saat itu, dia sedang menjalankan surat kabarnya sendiri, Soenda Berita. Surat kabar Tirto menjadi surat kabar pertama yang didanai, dikendalikan, diedit, dan diterbitkan oleh pribumi. Tidak berhenti di Soenda Berita, pada tahun 1909 ia membangun kembali sebuah surat kabar mingguan bernama Medan Prijaji.

Medan Prijaji


Surat kabar itu adalah yang pertama diterbitkan dalam bahasa Melayu atau Indonesia dan semua pekerjanya merupakan orang pribumi. Seperti halnya Medan Prijaji, pada tahun 1909 Tirto mendirikan penerbit pertama di Indonesia yang diberi nama N.V Javaansche Boekhandelen Drukkerij “Medan Priyayi”. 

Tugas Pers

Menurut Tirto, media memiliki misi yang sangat mulia. Ia beranggapan bahwa pers dapat menjadi sarana untuk menginformasikan masyarakat tentang berbagai masalah yang terjadi di masyarakat. Sayangnya, Medan Prijaji Bandung tidak dapat bertahan lama. 

Pada tahun 1912, surat kabar mingguan ini dihentikan. Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda untuk membentuk opini publik. Ia berani menulis kritik pedas terhadap pemerintah kolonial Belanda saat itu. Kritik atau kecaman yang ia lontarkan terhadap pemerintah kolonial Belanda dikemas dalam bentuk cerpen. 

Atas kiprah dan perjuangannya di dunia jurnalistik Indonesia, ia dinobatkan sebagai Bapak Pers Nasional pada tahun 1973 oleh Dewan Pers Indonesia. Tirto tidak hanya dikenal sebagai bapak pers nasional, tetapi juga sebagai sosok kebangkitan bangsa Indonesia, pelopor surat kabar nasional dan jurnalisme di Indonesia.


Yang dikatakan sebagai Pahlawan Indonesia tidak hanya yang ikut berperang di Medan Perang. Seseorang dikatakan sebagai pahlawan dapat melak...


Yang dikatakan sebagai Pahlawan Indonesia tidak hanya yang ikut berperang di Medan Perang. Seseorang dikatakan sebagai pahlawan dapat melakukan perjuangan dalam bentuk memberantas kebodohan, memajukan kehidupan bangsa, melindungi hak-hak warga negara dan yang lainnya.


Begitu juga dengan Siti Hartinah atau yang dikenal dengan julukan Tien Suharto yang berjuang lewat dukungannya terhadap sang suami, Soeharto Presiden Republik Indonesia ke-2 dalam meraih kemerdekaan Indonesia.


Berikut biografi Siti Hatinah alias Tien Suharto beserta bentuk perjuangannya.


Biografi Siti Hartinah

Ibu Tien Soeharto (pengucapan EYD: Suharto) memiliki nama lengkap Raden Ayu Hj. Siti Hartinah. Ia lahir Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah, 23 Agustus 1923.


Siti Hartinah merupakan anak kedua dari pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo. Dan istri dari Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto.


Semasa kecil, hidupnya berpindah – pindah karena sang ayah yang seorang pamong praja harus beberapa kali berpindah tugas. Dimulai dari Klaten ke Jumapolo, lalu ke Matesih, Solo, dan Kerjo. Karena selalu berpindah – pindah,  Ia pun sempat diadopsi oleh teman ayahnya, Abdul Rachman, tetapi karena sakit-sakitan, dikembalikan ke keluarga asalnya.


Siti Hartinah kecil hanya menerima pendidikan Sekolah Dasar Dua Tahun (Ongko Loro), namun tetap saja masih mengikuti HS Siswo sampai tahun 1933. Usai mendapat pendidikan disekolah, sepulang kerumah Tien Suharto kembali mengikuti les membatik dan mengetik.


Pada masa penjajahan Jepang, Hartinah  ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai yang berubah menjadi Laskar Putri Indonesia ketika Indonesia merdeka. Saat terjadi peperangan, ia bertugas sebagai palang merah dan bekerja di dapur umum.


Tien Soeharto yang menikah dengan Soeharto tidak berhenti memikirkan nasib negara ini. Melalui sang suami, ia menyuarakan pandangannya agar bangsa ini tetap merdeka. Posisi Siti Hartinah juga sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting.


Antara lain saat Soeharto memutuskan terus menjadi tentara saat ia merasa mengalami badai fitnah pada tahun 1950-an. Soeharto nyaris berhenti dan ingin menjadi petani atau sopir taksi kala itu.


Selain itu, Siti Hartinah juga berpengaruh dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia. Sebagai penggerak Kongres Wanita Indonesia, ia mendesak perlunya larangan poligami yang akhirnya keluar dalam wujud Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


Dan ia juga memiliki andil dalam rencana sukses Soeharto pada akhir tahun 1990-an, dengan menyarankan petinggi Golkar agar tidak lagi mencalonkan suaminya.


Setelah semua perjuangan yang dilakukannya, ibu negara ini akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 28 April 1996, diusianya yang ke-72 tahun akibat sakit jantung yang dideritanya.


Namun isu yang beredar mengatakan bahwa beliau meninggal dunia karena terkena peluru dari tembakan senjata Tommy Soeharto saat bertikai dengan kakak kandungnya Bambang Trihatmodjo, pada saat beliau melerai sayangnya peluru tembakan itu mengenai dada kiri beliau hingga meninggal dunia.


Jenazah Siti Hartinah dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah tepat pada tanggal 29 April 1996. Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yaitu Ketua DPR/MPR saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf G. Manurung, Komandan Brigif 6 Kostrad saat itu.


Sebagai bentuk terima kasih negara ini atas beberapa gagasan yang disuarakannya, Siti Hartinah alias Tien Suharto diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 60/TK/1996, tanggal 30 Juli 1996.


FYI, Taman Mini Indonesia Indah atau yang biasa disingkat dengan TMII, Taman Buah Mekarsari, Perpustakaan Nasional, RSAB Harapan Kita merupakan gagasan ibu negara yang satu ini dan semuanya bisa dinikmati sampai saat ini.

  Abdul Harris Nasution adalah pahlawan nasional Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AP...

 



Abdul Harris Nasution adalah pahlawan nasional Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (APRI) pada tahun 1948. Kemudian, pada saat invasi Belanda kedua pada 19 Desember 1948, Nasution memimpin pembentukan pemerintahan militer Indonesia dari para gerilyawan. Abdul Harris Nasution juga merupakan salah satu prajurit TNI yang lolos dari upaya penculikan 30 September 1 Oktober 1965.

Masa Muda


Abdul Haris Nasution atau AH Nasution lahir pada tanggal 3 Desember 1918 di desa Hutapungkut, Kotanopan, Sumatera Utara. Nasution adalah anak kedua dari pasangan H. Abdul Halim Nasution dan Hj. Zahara Lubis. Ayahnya adalah seorang pedagang tekstil, karet dan kopi dan anggota Sarekat Islam. Jadi, tidak mengherankan jika ia begitu dikenal, tumbuh dalam keluarga Muslim yang sangat taat.

Sebagai seorang anak, ia mengenyam pendidikan dasar di kampung halamannya di Hutapungkut. Ayahnya sebenarnya ingin Nasution belajar di sekolah agama, sedangkan ibunya ingin Nasution belajar kedokteran di Batavia (sekarang Jakarta). Namun, keinginan Nasution tidak terpenuhi ketika Nasution mendapat beasiswa untuk belajar pendidikan di Sekolah Raja Bukittinggi (sekarang SMAN 2 Bukittinggi) pada tahun 1932.

Nasution awalnya ingin menjadi guru. Namun seiring waktu, keinginan ini semakin memudar. Nasution sebenarnya tertarik menjadi tentara. Meski demikian, Nasution tetap mengajar setelah lulus pada tahun 1937. Ia pernah mengajar di Bengkulu dan Palembang.

Masa Militer


Karir militer Nasution dimulai pada tahun 1940 ketika Nazi Jerman menduduki Belanda dan pemerintah kolonial Belanda membentuk korps perwira cadangan untuk menampung penduduk asli. Nasution juga ikut karena merupakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan militer. Ia kemudian dikirim ke Akademi Militer Bandung untuk memulai latihannya.

Karena keahliannya, Nasution dipromosikan menjadi kopral pada September 1940 dan menjadi sersan tiga bulan kemudian. Kemudian, setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Nasution bergabung dengan militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Karier Nasution di militer terus berkembang. Pada tahun 1948, Nasution kembali dipromosikan menjadi Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (APRI).

Penculikan


Pada tanggal 1 Oktober 1965, penculikan terhadap tujuh perwira Angkatan Darat dikenal dengan nama Gerakan 30 September (G30S). Nasution juga menjadi salah satu sasaran dari pemberontakan ini. Sekitar 15 tentara dikirim mereka mencoba menyelinap ke rumah Nasution pada pukul 04.00 WIB. Mereka mengira Nasution pasti tertidur,  tapi ternyata dia masih bersama istrinya. Nasution sendiri tidak mendengar suara apapun. Sementara itu, istrinya mengatakan dia mendengar pintu dibuka paksa.

Istri Nasution segera bangkit dan memeriksa. Ketika dia membuka pintu kamarnya, dia melihat tentara Cakrabirawa sudah berdiri di sana, siap menembakkan senjata mereka. Istrinya berteriak dan menutup pintu secara otomatis. Nasution segera mencoba melarikan diri bersama istrinya melalui pintu lain dan menyusuri lorong samping rumahnya.

Beberapa peluru ditembakkan saat Nasution mencoba menyelamatkan diri. Akibatnya, seluruh keluarga terbangun karena suara tembakan dan terkejut. Ibu Nasution dan adik perempuannya, Mardia yang tinggal serumah, langsung lari ke kamar tidur Nasution. Mardia lari bersama putri Nasution yang berusia 5 tahun, Ilna. Keduanya mencoba bersembunyi di tempat yang aman, tetapi ketika mereka melarikan diri, seorang perwira non-komisioner Pengawal Istana menembaki dia. Irma ditembak tiga kali di punggung.

Lima hari kemudian, Irma dinyatakan meninggal di rumah sakit. Sedangkan Nasution berhasil lolos dari kejaran tentara yang berusaha menangkapnya. Nasution pun segera mengambil tindakan untuk mengatasi hal tersebut. Akhirnya, pada pukul 06:00 pada tanggal 2 Oktober 1965, G30S dapat diatasi.

Tutup Usia

Abdul Haris Nasution meninggal pada 6 September 2000 di Jakarta karena stroke dan koma. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Untuk menghormati prestasinya, AH Nasution dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

Indonesia dulu memiliki banyak ulama yang berjuang untuk negara dan salah satunya adalah Mohammad Natsir. Mohammad Natsir dikenal sebagai ul...


Indonesia dulu memiliki banyak ulama yang berjuang untuk negara dan salah satunya adalah Mohammad Natsir. Mohammad Natsir dikenal sebagai ulama ulet yang memperjuangkan hak-hak bangsa melalui ide-idenya.

Selama kemerdekaannya, Natsir memegang banyak jabatan, dari Menteri Penerangan hingga Perdana Menteri Indonesia.

Profil Mohammad Natsir

Mohammad Natsir lahir pada 17 Juli 1908 di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat. Natsir lahir dalam keluarga Minangkabau yang berdedikasi untuk mengamalkan ajaran Islam. 

Ayahnya bernama Mohammad Idris Sutan Salipad dan ibunya bernama Khadijah. Awalnya ayah Natsir bekerja sebagai pegawai di kantor pengawas lalu lintas udara di Maninjau, namun pada tahun 1918 ia pergi ke Ujung Pandan, Sulawesi Selatan, sebagai pengawas. 

Natsir memulai pendidikan dua tahun di Sekolah Rakyat Maninjau. Ia kemudian dipindahkan ke Horanche Inlanche School (HIS) di Adabiya, Padang atau sekolah untuk pribumi. Namun, Natsir harus kembali ke Sorok dan dititipkan kepada seorang saudagar bernama Haji Musa.

Pada tahun 1923 Natsir melanjutkan studinya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Di sini ia mulai terlibat dalam kegiatan organisasi. Setelah lulus dari MULO, Natsir pindah ke Bandung dan lulus pada tahun 1930 untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS).

Kiprah Perjuangan Mohammad Natsir

Semangat aktivis Mohammad Natsir telah meningkat sejak masa mudanya. Saat kuliah di MULO Padang, Mohammad Natsir bergabung dengan Organisasi Pemuda Jong Islamieten Bond (JIB). 

Setelah pindah ke Bandung, Natsir terus bekerja untuk JIB Bandung dan juga menjadi presidennya dari tahun 1928 hingga 1932. Selama tinggal di Bandung, Natsir juga mendirikan Lembaga Pendidikan Islam (Pendis). 

Pendis merupakan bentuk pendidikan modern yang memasukkan kurikulum umum dengan pendidikan pesantren. Pendis telah berkembang pesat dalam waktu kurang dari sepuluh tahun dan memiliki sekolah dari taman kanak-kanak hingga sekolah dasar.


Pada tahun 1938, Natsir bergabung dengan Partai Islam Indonesia (PII) dan aktif secara politik. Dari tahun 1940 hingga 1942 Natsir menjadi presiden PII Bandung. Pada masa Pendudukan Jepang, Natsir aktif dalam Majelis Ara Islam Indonesia (MIAI) yang didirikan pada tanggal 5 September 1942. 

MIAI ini kemudian berubah nama menjadi Majelis Syura Muslim Indonesia (Masyumi). Bersama Mashmi, Natsir juga menjabat sebagai Direktur Pendidikan di Kota Bandung dari tahun 1942 sampai 1945. Pada masa awal kemerdekaan, Natsir menjadi politisi dan tokoh politik penting di Indonesia.

Natsir pertama adalah ketua kelompok kerja Komite Nasional Indonesia Pusat pada 25 November 1945. Pada tanggal 3 Januari 1946, Natsir diangkat menjadi Menteri Penerangan Indonesia yang pertama sampai tahun 1949. 

Mohammad Natsir meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 6 Februari 1993. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2008.



Mungkin anda sudah mengenal atau pernah mendengar nama pahlawan nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang dikenal menjunjung tinggi etika profesi...


Mungkin anda sudah mengenal atau pernah mendengar nama pahlawan nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang dikenal menjunjung tinggi etika profesi. Sebagai seorang dokter, meskipun ia dipenjara, diasingkan, dan kesulitan lainnya, namun ia menolak untuk menjalankan profesinya tanpa mengambil tanggung jawab penuh.

Cipto Mangunkusumo lahir pada tanggal 4 Maret 1886 di Pekalongan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Ia adalah putra sulung dari keluarga Mangunkusumo, seorang priyayi yang merakyat di tanah Jawa. Berikut biografi Cipto Mangunkusumo, seorang dokter rakyat di pengasingan.

1. Awal Mula di Dunia Kedokteran


Cipto Mangunkusumo lulus dari sekolah kedokteran di
School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) atau Batavia yang sekarang dikenal dengan pendidikan kedokteran Universitas Indonesia. Dia lulus pada tahun 1905 dan segera menjadi dokter pemerintah.

Sudah setahun dia diberangkatkan ke Demak, Jawa Tengah. Cipto Mangunkusumo sering membantu orang miskin tanpa meminta imbalan apa pun. Ia juga dikenal sebagai "dokter rakyat". Pada tahun 1912, Cipto Mangunkusumo dianugerahi Orde van Oranje-Nassau (Kepahlawanan Belanda) atas usahanya memberantas penyakit pes di Malang, Jawa Timur. Namun, tidak diizinkan untuk memberantas penyakit pes di Solo, Jawa Tengah, ia menolak bintang dinas ke Belanda.

2. Indische Partij


Cipto Mangunkusumo tidak hanya mati-matian bertanggung jawab atas profesi medisnya, tetapi juga melebarkan sayapnya dalam gerakan politik memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun 1912 ia bersama dengan E.F.E. Douwes Dekker dan Soewandi Soerjaningrat membentuk Indische Partij.

Indian Partij menggunakan majalah dan surat kabar yang dikelola oleh Douwes Dekker untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Partai politik pertama di Indonesia ini memiliki misi khusus untuk menentang kebijakan rasial pemerintah kolonial Belanda. 

3. Bumiputera


Setelah gagal di partainya, Cipto Mangunkusumo dan teman-teman revolusionernya memulai gerakan kembali. Gerakan tersebut bertepatan dengan rencana perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda.

Bumiputera berulang kali menulis artikel yang mendesak orang Indonesia untuk tidak menghadiri perayaan kemerdekaan Belanda, apalagi menyisihkan uang untuk perayaan itu.

4. Hidup di Pengasingan Hingga Wafat


Integritasnya dalam menjalankan profesinya sebagai dokter dan pejuang kemerdekaan rupanya telah membawa Cipto Mangunkusumo ke pengasingan. Pada akhir 1926 dan awal 1927, pemberontakan komunis meletus di beberapa tempat di pantai barat Jawa dan Sumatra.

Cipto Mangunkusumo pernah membantu seorang pemuda saat terjadi pemberontakan. Ternyata pemuda itu ikut serta dalam pemberontakan tersebut.

Belanda tidak menyia-nyiakan momen ini dan menuduh Cipto Mangunkusumo ikut serta dalam pemberontakan. Pada tahun 1927 dia diasingkan lagi ke Banda Neira.

Cipto Mangunkusumo, yang tinggal di Banda Neira selama 13 tahun, dipindahkan ke Makassar kemudian ke Sukabumi. Karena asmanya, kondisi fisiknya semakin memburuk dari hari ke hari.

Dr. Cipto Mangunkusumo meninggal di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 8 Maret 1943. Ia dimakamkan di Watu Sepel, Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah.



Pahlawan di Indonesia tidak hanya berasak dari kalangan bangsawan saja, ada juga beberapa dari mereka yang berasal dari kalangan rendah bahk...


Pahlawan di Indonesia tidak hanya berasak dari kalangan bangsawan saja, ada juga beberapa dari mereka yang berasal dari kalangan rendah bahkan pernah menjadi budak para penjajah. Meski demikian, segala bentuk perjuangan mereka harus dihargai, karena jika bukan mereka mungkin kita sampai saat ini masih dijajah dan tentu saja tidak merdeka.


Berikut biografi Slamet Rijadi, seorang tentara Indonesia yang ikut berjuang dalam merih kemerdekaan.


Biografi Slamet Rijadi

Brigadir Jenderal (Anumerta) TNI Ignatius Slamet Rijadi (dalam pengucapan sesuai EYD: Ignatius Slamet Riyadi) lahir Surakarta, Jawa Tengah, 26 Juli 1927. Ia merupakan putra kedua dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara Kasunanan, dan Soetati, seorang penjual buah.


Rijadi yang terlahir dengan nama Soekamto, kala itu dijual ke pamannya lalu berganti nama untuk menyembuhkan penyakitnya (kepercayaan orang dulu, nama tersebut tidak sesuai dengan si anak). Rijadi yang kembali ke orang tuannya menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda, Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno.


Saat Jepang menduduki Hindia Belanda di tahun 1942, ia pun meneruskan  pendidikan di sekolah pelaut yang dikelola oleh Jepang dan setelah lulus ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut untuk mereka


Ditanggal 14 Februari 1945, jepang mengalamai kekalahan dalam Perang Dunia II, kesempatan ini digunakan Rijadi dan rekan-rekannya meninggalkan tentara Jepang dan kembali ke kampung halamannya untu membantu mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan disana.


Selama melakukan perlawanan, ia pernah ditangkap oleh polisi militer Jepang atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.


Walau tanah air telah menyatakan kemerdekaan, Kolonial Belanda yang tidak terima masih melakukan perlawan. Rijadi pun memimpin tentara Indonesia yang berada di Surakarta dengan dimulainya kampanye Gerilya.


Kampanye yang berlangsung pada tahun 1947 menimbulkan peperangan yang sengit antar pasukan Rijadi dan Kolonial Belanda di Ambarawa dan Semarang.


Selama Agresi Militer I, Belanda yang mengambil alih kota kembali berhasil direbut oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke Jawa Barat. Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke Maluku untuk memerangi Republik Maluku Selatan.


Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi Pulau Ambon, Rijadi gugur tertembak menjelang operasi berakhir pada tanggal 4 November 1950.


Sebagai penghormatan terakhir bangsa ini terhadap perjuangannya, pemerintah Indonesia secara hormat memberi tanda kehormatan kepadanya yakni Anumerta di tahun 1961 dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 November 2007 oleh Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono.


Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai nama jalan utama di Surakarta, kota kelahirannya dan sebuah fregat yang dikatakan sebagai salah satu kapal tercanggih yang dimiliki oleh TNI Angkatan Laut, juga dinamai menurut namanya yakni KRI Slamet Rijadi.


Sebuah universitas yang ada di Surakarta dan Yayasan Pendidikan Katolik juga turut diberi nama sesuai dengan nama Slamet Rijadi.