Jenderal (Purn) Hoegeng Iman Santoso diusulkan sebagai pahlawan nasional. Selama hidupnya Hoegeng dikenal sebagai kepala polisi nasional y...


Jenderal (Purn) Hoegeng Iman Santoso diusulkan sebagai pahlawan nasional. Selama hidupnya Hoegeng dikenal sebagai kepala polisi nasional yang berintegritas. Hoegeng lahir di Pekalongan pada tanggal 14 Oktober 1921 dan memiliki banyak kisah bijak yang dapat diceritakan selama menjabat sebagai polisi.

Hoegeng dikenal sering blusukan dan terlibat langsung di sekitar masyarakat. Dewan Pengurus Pusat Komisi Pemuda Nasional Indonesia (DPP KNPI) mengusulkan agar Jenderal Hoegeng diberi gelar pahlawan nasional. Usulan KNPI ini bertepatan dengan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November.

Ketua DPP KNPI Harris Pertama mengatakan, “KNPI mengusulkan agar Jenderal Hoegeng dapat dijadikan pahlawan nasional atas sumbangsihnya yang besar bagi negara”. Samsir Pohan, Ketua KNPI Sumut, juga mengusulkan Hoegeng sebagai pahlawan nasional. Selama masa jabatannya, Hoegengg dipandang sebagai orang yang berintegritas. Bahkan, Hoegeng menolak untuk tinggal di kediaman resmi yang disediakan oleh pemerintah.

Hal yang senada juga diutarakan oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Ia mengusulkan pemberian gelar pahlawan kepada Hoegeng dan 2 orang lainnya. Yaitu Jendral Hoegeng, dr Kariadi, dan Professor Soegarda Poerbakawatja. Ia berpendapat bahwa kejujuran dan kesetiaan dari Pak Hoegeng patut dikenang dan cocok untuk dijadikan teladan bagi masyarakat Indonesia khususnya insan Bahyangkara.

Jenderal Hoegeng

Jenderal Hoegeng lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1921. Ayahnya, Scario Hatmojo, adalah seorang kepala jaksa Pekalongan. Nama yang diberikan kepada Hoegeng oleh ayahnya adalah Iman Santoso.

Sewaktu kecil, Hoegengg sering dipanggil Bugel (gemuk), tetapi lama-kelamaan menjadi Bugen dan akhirnya Hoegeng. Ia bersekolah di HIS dan MULO Pekalogan lalu dilanjutkan ke AMS A Yogyakarta. Hoegengg kemudian mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum di Batavia dan mendaftar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Setelah lulus dari PTIK pada tahun 1952, ia ditempatkan di Jawa Timur dan kemudian menjadi kepala departemen investigasi kriminal di Sumatera Utara.

Sosok Yang Jujur

Sosok Hoegeng dinilai sebagai orang yang jujur, sederhana, tanpa kompromi dan berintegritas tinggi, kepribadian Hoegengg membuatnya menjadi panutan yang layak bagi generasi muda bangsa dan masa depan.

Selama menjabat sebagai Kepala Kepolisian, dia menolak rumah dan mobil pribadi ataupun sogokan yang ditawarkan oleh beberapa cukong judi. Hoegeng juga menolak pemberian mobil dinas yang diberikan oleh sekretariat Negara.

Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kepala Kepolisian Nasional dan tiga tahun kemudian, pada tahun 1971, ia mengumumkan bahwa telah berhasil memerangi penyelundupan mobil mewah. Tak lama kemudian, dia dibebaskan dengan alasan regenerasi. Presiden Soeharto menawarkan Hoegeng untuk menjadi duta besar, tetapi dia menolak. Jenderal Hoegeng juga meninggal karena stroke pada 14 Juli 2004.

Banyak diantara kita hanya mengenal pahlawan nasional yang itu-itu saja, tanpa kita sadari masih ada pahlawan lainnya yang ikut berjuang mer...


Banyak diantara kita hanya mengenal pahlawan nasional yang itu-itu saja, tanpa kita sadari masih ada pahlawan lainnya yang ikut berjuang meraih dan mempertahankan negara Indonesia. Salah satu pahlawan nasional yang memiliki andil terhadap kemerdekaan negara ini ialah Wilhelmus Zakaria Johannes.


Ia adalah seorang ahli Radiologi pertama di Indonesia dan menjadi guru besar Radiologi, serta menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan Wakil Ketua Senat Universitas Indonesia.


Kontribusinya hingga didaulat sebagai pahlawan nasional yakni Johannes banyak membagikan perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia.


Sebagai bentuk penghargaan terhadap usahanya tersebut, pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 6/TK/1968, tanggal 27 Maret 1968. Kemudian namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum di Kupang, nama kapal milik TNI Angkatan Laut, hingga potretnya ditampilkan di perangko Indonesia 1999.


Nah, untuk mengenal lebih dekat sosok bapak Radiologi Indonesia ini, berikut biografi singkat Wilhelmus Zakaria Johannes.


Biografi Wilhelmus Zakaria Johannes


Prof. dr. Wilhelmus Zakaria Johannes merupakan putra sulung dari M. Z. Johannes dan Ester Johannes-Amalo yang lahir di Termanu, Nusa Tenggara Timur, 16 Juli 1895. Diketahui sang ayah bekerja sebagai seorang guru bantu di Sekolah Dasar dan seorang pengurus gereja.


Ia juga merupakan sepupu dari Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, guru besar UGM dan juga paman dari Helmi Johannes, presenter berita dan produser eksekutif televisi VOA Indonesia.


Wilhelmus Zakaria Johannes mengawali pendidikannya di Sekolah Melayu di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tamat dari situ, di tahun 1905, ia kembali meneruskan pendidikannya di Europesche Legere School (ELS) di Kupang.


Tidak sampai disitu, Johannes yang dikenal giat belajar, melanjutkan studinya di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) dan mendapatkan gelar Indische Arts (dokter) pada 1920.


Setelah menyelesaikan studi dan kemudian mendapat gelar dokter, Johannes pun mulai bekerja. Dari tahun 1921-1930, ia ditugaskan di sebuah rumah sakit Palembang. Akan tetapi, saat itu ia justru menderita sebuah penyakit yang membuat kedua kakinya lumpuh.


Setelah sembilan tahun bertugas di Palembang, ia dipindahkan ke Centrale Burgelijke Ziekenhuis, sebuah rumah sakit di Batavia(kini menjadi Jakarta). Johannes pun diangkat sebagai asisten dokter B.K. Van der Plaats (Guru Besar Radiologi).


Kemudian di tahun 1935, Johannes kembali dipindahkan  ke Centale Burgelijke Ziekeninrichting Semarang. Meski keadaan kakinya yang lumpuh, dia tidak patah semangat. Selama di rumah sakit ini, Johannes berusaha mengembangkan bagian radiologinya.


Setahun setelah usahanya tersebut, ia kembali dipindahkan ke Jakarta sebagai dokter di bagian radiologi Centrale Burgelijke Ziekenhuis Batavia sampai 1939.


Sebelum meninggal, di tahun 1952, Johannes mendapat tugas untuk belajar di Den Haag Belanda selama lima bulan. Namun selama di Den Haag Belanda, Johannes terkena serangan jantung dan meninggal pada 4 September 1952.


Kemudian jenazahnya dikirim dengan kapal dari Belanda dan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada 24 November 1952. Ia dimakamkan di Pemakaman Jati Petamburan, Jakarta Pusat pada 26 November 1952.


Itulah sekilas tentang biografi Prof. dr. Wilhelmus Zakaria Johannes, seorang ahli Radiologi pertama di Indonesia. Semoga menambah pengetahuan kamu seputar pahlawan yang ada di tanah air.

  Hanya ada 3 foto saja pada saat Proklamasi Republik Indonesia di tahun 1945. Foto yang pertama adalah Presiden Sukarno membacakan deklar...

 


Hanya ada 3 foto saja pada saat Proklamasi Republik Indonesia di tahun 1945. Foto yang pertama adalah Presiden Sukarno membacakan deklarasi di Jalan Pegansan Jakarta. Dua foto lainnya adalah pengibaran bendera merah putih pertama.

Ini adalah satu-satunya jejak sejarah yang berbentuk rekaman visual dari Proklamasi Republik Indonesia. Tidak ada lagi foto selain ini. Lantas siapa saja fotografer yang berhasil mengabadikan sederet fatwa tersebut?

Namanya adalah Mendur Prancis. Seorang jurnalis foto yang sangat berjasa untuk republik ini. Merekam momen terpenting dalam sejarah Indonesia bukanlah tugas yang mudah pada saat itu.

Jika saja Frans Mendur tidak berbohong kepada tentara Jepang pada saat itu, tidak akan ada foto Proklamasi Republik Indonesia. Frans Mendur adalah satu-satunya fotografer yang berhasil mengabadikan momen terpenting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Frans Soemarto Medur atau yang biasa disebut dengan Frans Medur lahir di Jakarta pada tanggal 16 April 1913. Frans Medur belajar menjadi fotografer dari kakak kandungnya, Alex Mendur, dan kemudian ia menjadi wartawan di Java Bode.

Pada pagi hari 17 Agustus 1945, Frans mendengar adanya kabar kalau akan ada peristiwa penting yang akan terjadi di kediaman Soekarno. Ia bersama Alex pun memutuskan untuk pergi ke kediaman Soekarno.

Pada saat Jepang menyerah kepada sukutu, berita itu belum terdengar di seluruh Indonesia. Hal ini dikarenakan pada saat itu radio masih disegel Jepang dan bendera Jepang masih berkibar di Indonesia. Walaupun masih banyak tentara Jepang yang bersenjata lengkap berkeliaran, Fransberhasil sampai di Kediaman Soekarno.

Kemudian, sekitar pukul 10 pagi, Soekarno pun membacakan teks proklamasi.

Saat itu, Frans Mendur hanya memiliki tiga pelat film (saat itu tidak ada rol film). Dia mengabadikan peristiwa bersejarah ini sebanyak tiga kali. Pertama pada saat Soekarno membacakan teks proklamasi bersama Hatta. Yang kedua pada saat Latief dan Suhud mengibarkan bendera merah putih dan yang ketiga pada saat pengibaran bendera dan massa menyaksikan proklamasi di latar belakang.

Keduanya menyadari bahwa hanya mereka sebagai satu-satunya fotografer di lokasi itu. Namun, Alex Mendur bernasib buruk dan kameranya disita oleh Jepang. Pelat negatif Alex dengan cepat dihancurkan. Tapi Frans lebih pintar. Dia membenamkan plat negatifnya di halaman kantor Asia Raya. Farns berbohong ketika tentara Jepang menggeledahnya. Dia mengatakan filmnya disita oleh barisan pelopor pendukung Soekarno.

Alex dan France mencuri-curi kesempatan untuk mencetak foto di kamar gelap kantor berita. Tanpa usaha mereka, tidak akan ada dokumentasi Proklamasi Kemerdekaan. Momen penting kemerdekaan diabadikan melalui lensa kameranya.

Frans pulang pergi dari Jakarta ke Yogyakarta untuk mengabadikan berbagai peristiwa bersejarah. Dia kemudian menceritakan berbagai tembakan kepada banyak pilot Filipina. Foto tersebut kemudian dipublikasikan di berbagai media massa asing. Ini membuka mata dunia terhadap sebuah negara baru di Asia Tenggara yang tumbuh besar melawan kolonialisme. Melalui kameranya, Alex dan France Mendur telah melakukan banyak pertempuran untuk republik ini.

Bali sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kerajaan pada masa lampau memiliki peranan penting dalam memperjuangkan kemerdeka...


Bali sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kerajaan pada masa lampau memiliki peranan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. semua masyarakat bali ikut berjuang mengusir para penjajah.


Beberapa dari mereka menjadi pelopor perjuangan tersebut dan pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan mereka adalah pahlawan nasional yang berasal dari Pulau Bali sebagai bentuk penghargaan negara ini.


Tidak hanya itu, bentuk penghargaan lainnya juga diberikan kepada mereka, seperti salah satu pahlawan yang namanya dijadikan Bandar udara Internasional Bali. Pengen tahu sosok pahlawan-pahlawan tersebut? Berikut daftar dan biografi singkatnya.


1. I Gusti Ngurah Rai

Lahir di Desa Carangsari, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali pada 30 Januari 1917, Brigadir Jenderal (anumerta) I Gusti Ngurah Rai merupakan pemimpin pertempuran Puputan Margarana Bali.


Pahlawan Nasional yang satu ini memiliki pasukan bernama Ciung Wanara kala itu dan bertugas untuk melawan Belanda.


Atas jasa-jasanya, namanya diabadikan menjadi nama bandara di Bali yakni Bandara Internasional Ngurah Rai. Dan potretnya dicantumkan di uang kertas pecahan Rp 50.000. Tidak hanya itu, pemerintah Indonesia menganugerahi beliau sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1975.


2. I Gusti Ketut Pudja

Pahlawan nasional kedua yang berasal dari tanah Bali yakni I Gusti Ketut Pudja. Ia lahir di Singaraja, Kabupaten Buleleng pada 19 Mei 1908.


Bentuk perjuangan yang dilakukannya adalah ikut terlibat dalam perumusan negara Indonesia melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sunda Kecil yang saat ini dikenal dengan Bali dan Nusa Tenggara.


Selain diberikan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2011 oleh pemerintah Indonesia, foto I Gusti Ketut Pudja diabadikan di pecahan uang logam Rp 1.000,-.


3. Ide Anak Agung Gde Agung

Ide Anak Agung Gde Agung yang lahir di Kabupaten Gianyar pada 24 Juli 1921 merupakan ahli sejarah dan tokoh politik Indonesia dari Bali. Ia juga seorang raja Gianyar, menggantikan posisi sang ayah Anak Agung Ngurah Agung.


Bentuk perjuangan yang dilakukannya ialah dengan bergabung dengan organisasi Pembela Tanah Air (PETA) dalam melawan para penjajah. Hingga ia diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri dan Luar Negeri Indonesia ke-8 pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno.


Era kepemimpinan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ide Anak Agung Gde Agung dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.


4. Untung Suropati

Pahlawan Nasional yang selanjutnya ialah Untung Suropati yang lahir di Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung pada tahun 1660.


Ia tercatat sebagai pahlawan dalam sejarah Nusantara karena kisahnya yang legendaris dalam berjuang mengusir para penjajah. Untung Suropati merupakan seorang anak rakyat jelata sekaligus budak VOC yang akhirnya menjadi seorang bangsawan dan Tumenggung (Bupati) Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara.


Sebagai bentuk penghargaan atas semua perjuangannya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.


Itulah daftar pahlawan Nasional yang berasal dari Pulau Bali. Sebagai kaula muda penerus bangsa, kita harus terus mengingat para pahlawan, jangan pernah sekalipun melupakan sejarah. Karena, jika tidak ada mereka, mungkin kita tidak akan pernah merasakan kemerdekaan.

Definisi "pahlawan" tidak selalu identik dengan orang atau sekelompok orang yang mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi negarany...

Definisi "pahlawan" tidak selalu identik dengan orang atau sekelompok orang yang mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi negaranya. Tapi juga bisa termasuk orang yang membanggakan Indonesia di kancah dunia.

Di bidang teknologi, yang patut dibanggakan Indonesia adalah Bacharuddin Yusuf (BJ) Habibie, pahlawan yang mempelopori lahirnya pesawat buatan asli Indonesia. Meski pria yang akrab disapa Eyang itu telah berpulang, tetapi semua jasanya akan tetap terus dikenang.

Bernama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie dan lahir  pada tanggal 25 Juni 1936 di kota Pare-pare, Sulawesi Selatan. BJ Habibie menempuh pendidikan di SMAK Dago Bandung pada tahun 1954 dan kemudian sempat melanjutkan studinya di Institut Pendidikan Tinggi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Karena kecerdasan dan kecerdasannya, BJ Habibie akhirnya memutuskan untuk pindah kuliah dan melanjutkan studinya bersama teman-temannya yang lain ke Jerman. Berbeda dengan teman-temannya yang pergi ke Jerman dengan beasiswa, BJ Habibie menggunakan dana dari R.A. Tuti Marini Puspowaldojo.

Pada tahun 1955, BJ Habibie akhirnya memutuskan untuk belajar teknik dirgantara dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhein-Westfalen University of Applied Sciences di Aachen, Jerman.

Berikut beberapa pesawat karya tangan dingin Habibie :

Pesawat Lockheed Martin C-130 Hercules

Model ini adalah pesawat turboprop bermesin empat  sayap tinggi yang dirancang untuk mendukung tugas dan misi militer. Pesawat ini dapat membawa berbagai jenis kargo dan bahkan dapat mendarat di landasan pacu yang terbatas.

Habibie juga ikut ambil bagian dalam pengerjaan pesawat angkut VTOL (Vertical Take Off & Landing) DO-31, Hansa Jet 320, Airbus A-300  300 penumpang, CN-235, helikopter BO-105, dan Multi Role Pesawat Tempur (MRCA).

Pesawat N-250

Habibie  juga dikenal merancang pesawat yang disebut N-250 ketika mantan Presiden Suharto memintanya untuk kembali ke Indonesia. Pada tahun 1995, prototipe  N-250 PA-1 versi Gatotkaka, yang mampu mengangkut 50 penumpang, melakukan penerbangan pertama yang diamati oleh Suharto.

N-250 adalah pesawat komersial yang awalnya diproduksi oleh Nusantara Aircraft Industries (IPTN), sekarang disebut PT Dirgantara Indonesia. Namun, proyek tersebut dihentikan oleh Suharto pada tahun 1998 atas rekomendasi International Monetary Fund (IMF).

Proyek N-250 merupakan cikal bakal lahirnya pesawat Indonesia lainnya, yaitu R80 yang dibangun oleh  PT Regio Aviasi Industri (RAI). Perusahaan ini didirikan oleh Habibie dan putranya Ilham Habibie.

Pesawat R-80

Salah satu kontribusi Habibie bagi industri penerbangan Indonesia adalah pesawat R80. Dia merancang R80 untuk penerbangan jarak pendek dan menengah.

Pesawat R80 memiliki panjang 32,3 meter, lebar sayap 3,05 meter dan tinggi 8,5 meter serta dapat mengangkut 80-90 penumpang. Pesawat ini juga dapat berakselerasi hingga kecepatan tertinggi 330 knot atau sekitar 611 kilometer per jam.

Pesawat R80 diketahui  masuk proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Keputusan Presiden (Pespres) Nomor 58 Tahun 2017 tentang Proyek Strategis Nasional.

Diproduksi oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI), pesawat ini dijadwalkan lepas landas pada 2022 setelah menjalani serangkaian sertifikasi yang menyatakan kelayakannya. Tetapi hal ini tidak dapat terjadi karena program ini sudah dihapus dari PSN tahun 2020 – 2024.

Teori Crack

Saat kuliah di Technical University of North Rhine-Westphalia  di Aachen, Jerman, Habibie muda menemukan cara untuk memprediksi struktur batang tubuh yang membuatnya  lebih kuat. Temuannya dapat mengantisipasi kecelakaan dengan meningkatkan faktor keselamatan penerbangan.

Teorinya ini dapat menghitung kemungkinan keretakan pesawat akibat proses lepas landas dan  merancang  desain pesawat modern untuk menghindari kecelakaan.

Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal dunia pada usia 83 tahun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 11 september 2019. Sebelumnya Habibie menjalani perawatan di Paviliun Cerebro Intensive Care Unit (CICU) RSPAD Kartika  Gatot Soebroto Jakarta Pusat sejak 1 September 2019.

  Mayor Jendral Anumerta Donald Isaac Pandjaitan atau DI Pandjaitan adalah salah satu perwira tinggi yang menjadi korban Gerakan 30 Septembe...

 

Mayor Jendral Anumerta Donald Isaac Pandjaitan atau DI Pandjaitan adalah salah satu perwira tinggi yang menjadi korban Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI. Pada dini hari 1 Oktober 1965, tujuh perwira tinggi diculik dan dibunuh oleh PKI.

Tujuh perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban G30S-PKI adalah Letjen anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Letnan Satu Corps Zeni Pierre Andreas Tendean.

DI Pandjaitan dan enam perwira tinggi diculik oleh Resimen Tjakrabirawa atas perintah Letnan Kolonel Untung Samsuri, Komandan Batalyon I Resimen Tjakrabirawa.

Biografi DI Pandjaitan


Brigjen TNI Anumerta Donald Isaac Pandjaitan atau yang biasa disebut DI Pandjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara pada 9 Juni 1925 dan meninggal pada 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya, Jakarta pada usia 40 tahun. Ia adalah salah satu pahlawan Revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Pendidikan umum tertinggi yang ditempuh oleh D.I. Panjaitan adalah MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs, SMP). Ia diterima di MULO tanpa ujian pendahuluan karena nilai-nilainya yang sangat baik selama di HIS (Holladsvh Inladsche School, SD). Sebenarnya Pandjaitan ingin melanjutkan pendidikan di HBS (Hoogere Burger School), namun keadaan keuangan orang tuanya yang bekerja sebagai pedagang kecil tidak memungkinkan. Oleh karena itu, atas permintaan orang tuanya, ia akhirnya mendaftar di MULO di Tartun. Namun, ketika bersekolah di MULO, Pandjaitan mengalami nasib buruk. Kedua orang tuanya meninggal. Meskipun demikian, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya.

Tidak lama setelah Pandjaitan selesai dari MULO, terjadi pergeseran politik di Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang dan sejak Maret 1942 Indonesia berada di bawah kendali pemerintah pendudukan Jepang. Pada tahun 1943 Pandjaitan pergi ke Riau dan bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan kayu Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang, kaum muda berkesempatan menjalani pelatihan militer. Tujuan sebenarnya Jepang adalah untuk memanfaatkan kekuatan pemuda untuk Jepang, yang sedang berperang dengan Sekutu pada saat itu. Tentara peta (pembela tanah air) dibentuk di Jawa, dan tentara lokal yang disebut Guyugun dibentuk di Sumatera. Kedua jenis kekuatan tersebut dimaksudkan untuk membantu Jepang dalam mempertahankan Indonesia dari serangan balasan Sekutu.

Seperti kebanyakan pemuda Sumatera, D.I. Pandjaitan memasuki Gyugun. Setelah menyelesaikan pelatihannya, ia ditugaskan ke Pekanbaru.

Di Pekanbaru, D.I. Pandjaitan berupaya menata kembali anggota Gyugun. Dia juga melakukan kontak dengan orang-orang muda lainnya, baik dengan dan tanpa pelatihan militer. Mereka membentuk organisasi bernama PRI (Pemuda Republik Indonesia), yang direorganisasi menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) pada bulan Desember. Ketika Belanda akan melancarkan invasi militer kedua, Panjaitan dan pasukan lainnya meninggalkan Pekanbaru untuk melakukan perang gerilya.

DI Panjaitan adalah salah satu perwira yang haus pengetahuan, terutama yang terkait dengan militer. Untuk itu, pada tahun 1956 pimpinan militer memberinya kesempatan untuk mengikuti kursus pertama Perwira Militer (Milat).

Seusai kurusus milat Letnan Kolonel Pandjaitan diangkat menjadi Atase Militer Indonesia di Bonn, Jerman Barat. Dia bertugas di luar negeri selama satu tahun.

Sekembalinya dari luar negeri, ia dipromosikan menjadi Asisten IV Mumpangad. Dia memegang posisi ini sampai dini hari 1 Oktober 1965, ketika dia dibunuh oleh anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) yang memberontak untuk mengambil alih kekuasaan negara.

Perjuangan DI Pandjaitan yang berakhir di Lubang Buaya


Menurut catatan sejarah, pada Jumat dini hari 1 Oktober 1965 Prajurit Tjakrabirawa melepaskan tembakan membabi buta ke rumah Jalan Sultan Hasanuddin di Jakarta Selatan dan Brigjen Donald Ishak (DI) Pandjaitan di  Kebayoran Baru dan mengamankan DI Pandjaitan. Ia dituduh terlibat dalam penggulingan Sukarno.

Jenderal ditembak di kepala di halaman ketika dia akan dibawa pergi. DI Pandjaitan tewas di tempat. Ia menjadi target PKI karena ia berhasil menggagalkan pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina yang dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan. Senjata itu diperkirakan akan digunakan oleh PKI untuk melakukan aksi pemberontakan.

Jenazah DI Pandjaitan kemudian diangkut dari Tjakrabirawa ke Kecamatan Lubang Buaya di Halim, Jakarta Timur. Jenazah DI Pandjaitan bersama lima jenderal lainnya dan seorang perwira TNI dimasukkan ke dalam sumur tua dan menghilangkan semua jejaknya.

  Cut Meutia adalah seorang pahlawan wanita nasional Indonesia dari Aceh. Cut Meutia juga mempertaruhkan nyawanya untuk mengusir para pemuki...

 

Cut Meutia adalah seorang pahlawan wanita nasional Indonesia dari Aceh. Cut Meutia juga mempertaruhkan nyawanya untuk mengusir para pemukim Belanda. Bahkan,  ia dibesarkan dengan pemahaman agama dan ilmu pedang sejak usia dini.

Semasa hidupnya, Cut Meutia dikenal sebagai ahli strategi. Taktiknya sering kali berhasil untuk menghancurkan pertahanan  Belanda.

Salah satu taktik yang ia gunakan adalah taktik menyerang dan mundur,  menggunakan tentara untuk memata-matai pergerakan pasukan musuh.

Meskipun sempat dibujuk untuk menyerah, Cut Meutia  memilih untuk melawan. 

Kehidupan

Cut Nyak Meutia atau Cut Meutia lahir pada tanggal 15 Februari 1870 di Aceh.

Cut Meutia adalah putri tunggal dari Teuku Ben Daud Pirak dan Cut Jah.

Orang tuanya adalah keturunan suku Minangkabau dari Sijunjun, Sumatera Barat. Ayahnya saat itu adalah seorang ulama dan pemimpin pemerintahan di daerah Pirak.

Cut Meutia  menikah tiga kali selama hidupnya.

Suami pertamanya adalah Teuku Syamsarif, lebih dikenal sebagai Teuku Chik Bintara. Kemudian nama suami keduanya adalah Teuku Chik Muhammad.

Bersama Chik Muhammad, suami keduanya yang memimpin serangan terhadap Belanda pada tahun 1899. Awalnya, tentara Belanda bingung harus berbuat apa. Namun, dua tahun kemudian, Chik Muhammad dan pasukannya berhenti bergerak. Belanda mengira mereka telah kehilangan keinginan untuk melawan.

Namun, pada tahun 1901, Chik Muhammad kembali melancarkan serangan mendadak dan berhasil menghancurkan pertahanan Belanda di sana. Keberhasilan ini mengantarkan Teuk Chik Muhammad menjadi bupati Keureutoe oleh Sultan Aceh. Pada tahun 1905, Chik Muhammad ditangkap oleh Belanda. Dia dijebloskan ke  penjara dan ditembak mati oleh tentara Belanda.

Setelah kematian suami keduanya, Cut Meutia menikah lagi dengan Pan Nangloe. Akhirnya, dia terus melawan penjajahan Belanda dengan suami ketiganya.

Perjuangan


Selama pertempuran dengan Korps Marechausee, sebuah unit militer yang dibentuk oleh kolonial Hindia Belanda, Cut Meutia  melarikan diri ke hutan dengan wanita lain. Pan Nunguro sendiri terus berjuang hingga kematiannya pada tanggal 26 September 1910. Setelah mengetahui hal ini, Cut Meutia bangkit dan terus bertarung dengan sisa pasukannya,  45 orang dan 13 senjata.

Cut Meutia menyerang dan merebut pos kolonial saat maju melalui hutan belantara menuju Gayo.

Akhir Hidup                     

Perjuangan dari Cut Meutia akhirnya mencapai akhir. Tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Meutia dan unitnya ditemukan  Belanda dari persembunyiannya di Paya Cicem.

Awalnya  menolak  ditangkap sambil memegang rencong, senjata khas Aceh. Cut Meutia tewas setelah ditembak di bagian kepala dan dada oleh pasukan Belanda. Untuk pelayanannya, Pemerintah Republik Indonesia menggunakan uang Rupiah baru Rp 1.000 pada tanggal 19 Desember 2016.


Ia juga dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia.  Nama Cut Meutia juga diabadikan di beberapa tempat.

  Ketika mendengar nama Douwes Dekker, mungkin akan terbayang bahwa beliau bukanlah orang asli Indonesia. Banyak dari generasi sekarang yang...

 

Douwes Dekker, Sosok ‘Asing’ yang membela Indonesia

Ketika mendengar nama Douwes Dekker, mungkin akan terbayang bahwa beliau bukanlah orang asli Indonesia. Banyak dari generasi sekarang yang tidak mengenal namanya, seakan perjuangannya terhadap bangsa Indonesia sudah mulai terlupakan.

Douwes Dekker lahir pada tanggal 8 Oktober 1879 di Pasuruan, Jawa Timnur. Beliau bernama lengkap Ernest François Eugène Douwes Dekker. Beliau merupakan keturunan campuran Belanda dan Jawa. Namun beliau merasa sebagai orang Indonesia sepenuhnya.

Setelah Indonesia merdeka namnya berganti menjadi Danurdirja Setiabudi yang diberikan oleh Soekarno. Yang berarti kuat dan tangguh.

Setelah lulus dari pendidikan dasar di Pasuruan, beliau melanjutkan pendidikannya di Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Setelah lulus, beliau pun bekerja di perkebunan kopi di Malang, Jawa Timur. Disana ia melihat secara langsung banyak ketidakadilan yang dilakukan oleh Belanda kepada kaum pribumi.

Banyak pekerja kebun yang dilakukan sewena-wena. Hal ini membuat Douwes Dekker bertengkar dengan pimpinan pabrik karena ia lebih membela rakyat Indonesia.  Hal itu kemudian membuat ia menjadi dipecat dari pekerjaannya.

Semenjak saat itu beliau semakin terbuka terhadap perlakuan dan penindasan kolonial Belanda terhadap pribumi.

Kemudian beliau akhirnya memutuskan untuk pergi ke luar negeri, tepatnya di  Afrika Selatan. Disana Douwes Dekker terlibat dalam perang Boar. Namun ia tertangkap dan sempat masuk penjara. Setelah Douwes Dekker dibebaskan, ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk berjuang memperebutkan kemerdekaan Indonesia.

Kembalinya beliau ke Indonesia, ia mendirikan organisasi Indische Partij (IP)atau yang lebih dikenal dengan sebutan tiga serangkai.  Organisasi ini ia dirikan bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Organisasi ini bertujuan untuk menyuarakan kemerdekaan dan pembebasan wilayah Hindia (Indonesia) dari Belanda.

Douwes Dekker, Sosok ‘Asing’ yang membela Indonesia

Indische Partij sangat populer, sehingga akhirnya mereka sudah memiliki anggota lebih dari 7000 orang. Mereka memiliki misi, sperti mendukung kesetaraan ras, melawan penjajah, dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Akibat aktivitas mereka, Douwes Dekker diasingkan ke Belanda selama lima tahun. Selepas pembebassannya, beliau kembali lagi ke Indonesia dan mendirikan institut Ksatrian yang mengajarkan nilai-nilai kebangsaan.

Selama masa perjuangan, beliau tidak pernah lepas dari ancaman pihak Belanda atas perlawanan beliau terhadap penjajahan.

Douwes Dekker, Sosok ‘Asing’ yang membela Indonesia

Setelah kemerdekaan Indonesia, Douwes Dekker diangkat menjadi menteri Negara dan Penasihat Delegasi RI oleh Presiden Soekarno. Bahkan ia berulang kali dijebloskan ke penjara dan diasingkan ke Belanda pada masa agresi Militer Belanda II.

Douwes Dekker meninggal tepat lima tahun setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1950. Peninggalannya itu bertepatan dengan momen lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober. Indonesia merasakan sedihnya kehilangan sosok beliau, seorang yang berjasa  sangat besar dalam perlawanan pada kemerdekaan Indonesia.  


Jenderal Gatot Soebroto merupakan tokoh perjuangan dari golongan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan merupakan salah satu pahlaw...


Jenderal Gatot Soebroto merupakan tokoh perjuangan dari golongan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia. Beliau merupakan penggagas berdirinya sebuah akademi militer gabungan (AD,AU,AL) untuk membina para perwira muda. Gagasan tersebut menghasilkan berdirinya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1965. 


Sejak kecil, Gatot Soebroto telah menunjukan sikap seorang pemimpin. Ia memiliki sifat pemberani, tegas, tanggung jawab dan pantang atas kesewenang-wenangan. Ayah angkat dari seorang pengusaha ternama dan mantan menteri Indonesia pada era Soeharto, Bob Hasan ini, lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1907. Ia merupakan putra pertama dari auahnya yang bernama Sajid Joedojoewono.


Pendidikan dan Karir Militer

Setelah menamatkan pendidikan dasar di HIS,  Gatot Subroto tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan memilih menjadi pegawai.  Ia memasuki sekolah militer KNIL di Magelang karena Jepang menduduki Indonesia  1923 dan mengikuti pendidikan PETA di Bogor.


Pada 1928, ia memasuki sekolah militer het Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) di Magelang.  Kala itu pemerintah Hindia Belanda membuka kesempatan bagi anak-anak Indonesia berijazah sekolah rendah.


Tiga tahun mengenyam pendidikan, ia bergabung menjadi tentara Koninklijk Nederlands lndische Leger (KNIL) dengan pangkat Sersan Kelas II dan bertugas di Padang Panjang, Sumatera Barat Selama lima tahun.


Sebagai tentara, Gatot Subroto terkenal dikenal sebagai orang yang solider terhadap rakyat kecil meskipun sedang bekerja sebagai tentara kependudukan Belanda dan Jepang.  Gatot dianggap menjadi contoh seorang pemimpin yang layak untuk dicontoh. 


Selama bergabung di KNIL, Gatot telah mempelajari bagaimana harus bertindak sebagai seorang tentara dalam bernegara dan bermasyarakat. 


Di era kemerdekaan, Gatot Subroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat TKR. Saat itu, TKR dipimpin oleh Kolonel Sudirman, sedangkan Gatot Subroto menjabat sebagai Kepala Siasat dan kemudian menjadi Komandan Divisi. 


Kariernya trus berlanjut hingga akhirnya dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya.


Untuk diketahui, Tentara inti dalam TKR sendiri diambil dari bekas PETA.  TKR bertujuan untuk mengatasi situasi yang tidak aman, akibat datangnya kembali serangan Sekutu ke Indonesia setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. 


Pada tahun 1949 Gatot Subroto diangkat menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T&T) IV I Diponegoro. Setelah itu, beliau sempat mengundurkan diri dari dinas militer selama tiga tahun (1949-1953). 


Di tahun 1953 Gatot Subroto diaktifkan kembali sekaligus diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).


Wafatnya Jenderal Gatot Soebroto

Gatot Soebroto meninggal di Jakarta, 11 Juni 1962 pada umur 54 tahun, Ia dimakamkan di Ungaran, kabupaten Semarang. Gatot Soebroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962.

Kita sama-sama tahu bagaimana bentuk perjuangan para pahlawan yang berada dari Sabang sampai Merauke. Mereka merelakan kehidupannya, berjuan...


Kita sama-sama tahu bagaimana bentuk perjuangan para pahlawan yang berada dari Sabang sampai Merauke. Mereka merelakan kehidupannya, berjuang mati-matian untuk menggapai kemerdekaan di Tanah Air.


Berbagai cara dilakukan untuk mengusir para penjajah. Pahlawan-pahlawan tersebut tidak hanya berjuang di medan perang, ada juga pahlawan yang melakukan perjuangan dalam bentuk pendidikan hingga kesetaraan gender.


Semua itu dilakukan semata-mata untuk menciptakan negeri yang damai dan menghapus kebodohan di Negeri Ibu Pertiwi ini. Kita juga tahu, harapan para pahlawan untuk kita penerus bangsa yakni tetap menjaga perdamaian negara, memajukan pendidikan di Indonesia, hingga menaikkan taraf kehidupan warga negara.


Namun, sudah berapa pahlawan yang kamu kenal? Apakah pahlawan dari Sabang sampai Merauke kamu ketahui. Nah, jika masih banyak diantara kamu yang masih sedikit mengetahui seputar pahlawan nasional Indonesia, berikut beberapa nama pahlawan yang berasal dari tanah Sumatera Utara.


1. Sisingamangaraja XII

Pahlawan nasional di Sumatera Utara yang pertama berasal dari tanah Batak, yakni Sisingamangaraja XII. Pahlawan tanah Batak yang lahir di Bakkara, tahun 1849 ini menjadi pahlawan setelah menggantikan sang ayah Sisingamangaraja XI, yang Bernama Ompu Sohahuaon.


Saat kolonial Belanda memasuki tanah Batak dan berusaha melakukan monopoli perdagangan, hingga memicu peperangan, disinilah tampak bentuk perjuangan sang pahlawan. Namun, Belanda yang telah mengetahui kelemahan Sisingamangaraja XII, dengan mudah melumpuhkannya. Ia wafat di Dairi 1907, setelah ditembak Belanda.


2. Adam Malik


Siapa nih anak Siantar? Pasti kamu mengenal sosok pahlawan nasional yang satu ini, yakni Adam Malik. Lahir di Pematang Siantar, 22 Juli 1917, pemilik nama lengkap Adam Malik Batubara ini menjadi pahlawan nasional karena dirinya yang ditugaskan dan aktif menjadi wakil presiden ketiga.


Tidak hanya itu, ia juga pernah menjadi Menteri Indonesia di beberapa departemen pemerintahan, salah satunya ialah Menteri Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi orang Indonesia pertama pertama yang terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26.


3. TB Simatupang

Pahlawan yang memiliki nama lengkap Tahi Bonar Simatupang ini lahir di Sidikalang, 28 Januari 1920. Ia merupakan pahlawan suku Batak berikutnya, yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP).


Ia menghembuskan nafas terakhirnya di Jakarta, 1 januari 1990. 23 tahun kemudian, dirinya dinobatkan sebagai pahlawan nasional dan gambarnya sempat diabadikan pada uang logam pecahan 500 rupiah, tanggal 16 Desember 2016.


4. Amir Hamzah

Mungkin beberapa diantara kamu tidak pernah mendengar nama pahlawan yang satu ini, yaitu Amir Hamza. FYI, pemilik nama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indera Poetera merupakan sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru.


Ia meraih gelar sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975 karena syair-syair yang diciptakannya mengungkapkan rasa cintanya terhadap Indonesia. Sebelumnya Amir Hamza juga pernah dianugerahi Satya Lencana Kebudayaan dan piagam Anugerah Seni.


5. Dr. Ferdinand Lumban Tobing

Pahlawan nasional selanjutnya yang berasal dari tanah Batak adalah Dr. Ferdinand Lumban Tobing. Pahlawan yang lahir di Seibolga, 19 Februari 1899 ini pernah menjabat beberapa posisi penting di pemerintahan, seperti Menteri Penerangan, Menteri Hubungan Antar Daerah, Mentri Transmigrasi, Mentri Kesehatan, bahkan menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara.


Diketahui beliau lulusan dari kedokteran STOVIA yang memperjuangkan hak asasi para buruh di Indonesia.Ferdinan Lumban Tobing dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada 17 November 1962.


6. Djamin Ginting

Letjen Djamin Ginting yang lahir di Desa Suka, Tiga Panah, Kabupaten Karo, 12 Januari 1921 merupakan pahlawan kemerdekaan yang menentang pemerintahan Hindia Belanda di Tanah Karo dan menjadi petinggi TNI yang berhasil menumpah pemberontakan Nainggolan di Medan, April 1958.


Beliau meninggal pada 23 Oktober 1974, di Ottawa, Kanada. 40 tahun setelah kepergiannya, ia dinobatkan pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional, yakni pada tanggal 6 November 2014.


7. Mayjen D.I. Panjaitan

Donald Izacus Pandjaitan atau lebih dikenal dengan D. I. Pandjaitan, merupakan salah satu pahlawan revolusi Indonesia, yang lahir di Balige, 19 Juni 1925. Ia menjadi salah satu korban pembantaian pada Gerakan 30 September dan gugur di Lubang Buaya, Jakarta Timur.


Berkat perjuangannya tersebut, pemerintah Indonesia menobatkannya sebagai Pahlawan Nasional Pada 5 Oktober 1965.


8. KH. Zainul Arifin

Pahlawan Nasiaonal yang berasal dari Sumatera Utara berikutnya ialah KH. Zainul Arifin. Lahir di Barus, Tapsel, 2 September 1909, ia aktif sebagai aktivis keagamaan sepanjang hidupnya. Tidak hanya itu, beliau juga pernah menjabat sebagai  Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR).


Ia gugur akibat upaya pembunuhan pemberontak DI/TII, yang kala itu tengah Shalat Idul Adha di samping Presiden Soekarno pada 14 Mei 1962. Sebenarnya Presiden Soekarno lah yang menjadi target pembunuhan. Setahun setelah penembakan tersebut, ia menghembuskan nafas terakhirnya dan beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 4 Maret 1963.


9. Kiras Bangun

Kiras Bangun yang lahir di Batu Karang, Kabupaten Karo  pada 1852, dikenal dengan julukan Garamata (bermata merah), adalah pahlawan yang berasal dari Sumatera Utara . Bentuk perjuangan yang dilakukannya dalam penentangan penjajahan Belanda yakni dengan menggalang kekuatan lintas agama di Sumatera Utara dan Aceh.


Sebelum meninggal pada 22 Oktober 1942, diakhir pejuangannya, Kiras dan kedua anaknya dibuang ke Cipinang. Berkat perjuangannya tersebut, pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya pada 9 November 2005.


10. Prof. Drs. Lafran Pane

Lafran Pane adalah anak keenam dari keluarga Sutan Pangurabaan Pane dari istrinya yang pertama. Ia merupakan sosok pendiri Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) yang lahir pada 5 Februari 1922 di Padang Sidimpuan, Tapanuli Selatan Sumatera Utara dan Wafat pada 25 Januari 1991 di Yogyakarta.


Ia dinobatkan sebapai pahlawan nasional pada tahun 2017 lalu karena bentuk perjuangannya yang menentang pergantian ideology negara dari Pancasila menjadi Komunisme.


11. Jenderal Besar AH. Nasution

Pahlawan Nasional asal Sumatera Utara yang selanjutnya ialah Jenderal Besar Abdul Haris Nasution (AH. Nasution). Ia lahir di Kotanopan, 3 Desember 1918 dan meninggal di Jakarta, 6 September 2000.


Jenderal AH Nasution merupakan salah satu tokoh dalam militer Indonesia yang ahli dalam Perang Gerilya, hingga pernah menyandang sejumlah jabatan penting seperti Panglima ABRI hingga Menteri Pertahanan dan Keamanan.


Beliau termasuk kedalam salah satu target pembunuhan dalam Gerakan 30 September. Pada malam itu, dia berhasil melarikan diri. Namun nahas, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean justru menjadi korban. Gelar Pahlawan Nasional ditetapkan pada 6 November 2002.


12. Sutan Mohammad Amin Nasution

Pahlawan nasional terakhir yang berasal dari tanah Sumatera Utara adalah Sutan Mohammad Amin Nasution atau yang lebih dikenal dengan nama Krueng Raba Nasution. Lahir di Aceh, 22 Februari 1904 menjadikannya sebagai sosok pengacara serta politikus keturunang Mandailing.


Beliau diangkat menjadi Gubernur pertama di Sumatera Utara dan langsung dihadapkan dengan agresi Belanda yang ingin menguasai tanah Sumut. Dan di tengah kemelut politik dan ekonomi, SM Amin kata Budi, sebagai gubernur mampu menyelesaikan persoalan struktural.


Itulah 12 daftar pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera Utara. Nah, sebagai penerus bangsa, jangan pernah sesekali melupakan sejarah.

Sutan Syahrir merupakan seorang intelektual, perintis dan revolusioner kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi politiku...


Sutan Syahrir merupakan seorang intelektual, perintis dan revolusioner kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi politikus sekaligus menjabat sebagai perdana menteri pertama Indonesia.


Pahlawan kemerdekaan yang satu ini dijuluki Si Kancil, karena meski memiliki badan yang kecil, ia penggemar olahraga dirgantara. Bahkan kegemarannya tersebut, membuat Syahrir pernah menerbangkan pesawat kecil dari Jakarta ke Yogyakarta.


Ia juga memiliki hobi lain selain dibidang olahraga, yakni senang dengan musik klasik. Dan hal itu dibuktikannya dengan bermain biola.


Meski Sutan Syahrir adalah pahlawan nasional, namun masih banyak yang tidak mengenal sosok pejuang 45 yang satu ini. Berikut biografi singkat Sutan Syahrir, agar kamu mengenal pahlaman ini.


Biografi Sutan Syahrir

Lahir di Kota Gedang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909, Sutan Syahrir adalah anak dari pasangan Mohammad Rasad dan Puti Siti Rabiah. Sang ayah memiliki gelar sebagai Maharaja Soetan bin Leman dan gelar Soetan Palindih di Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat dan pernah menjabat sebagai penasehat Sultan Deli, serta kepala jaksa di Medan.


Orang tuanya berpisah dan memilih jalan hidup masing-masing. Ayahnya yang menikah lagi dan memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya. Saudara sambung Syahrir bernama Rohana Kudus, seorang aktivis dan wartawan wanita yang terkemuka di tanah air.


Sementara saudara kandungnya yang bernama Soetan Sjahsam, merupakan seorang makelar saham pribumi paling berpengalaman pada masanya dan Soetan Noeralamsjah, yang pernah menjabat sebagai jaksa dan politikus Partai Indonesia Raya (Perindra).


Masa kecil Syahrir dihabiskan di kota Medan. Disana ia menjalani pendidikan di sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah pertama (MULO) terbaik di Medan.


Selesai dari MULO, di tahun 1926, ia melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah atas (AMS) di Bandung. Selama bersekolah disana, dia bergabung dengan Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor.


Selama bersekolah di Bandung,Syahrir mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat). Dan biaya yang dibutuhkan untuk sekolahnya itu diperoleh dari hasil pementasan yang dilakukannya selama di AMS. Sekolah tersebut didirikannya untuk membantu anak-anak dari keluarga tak mampu agar dapat tetap merasakan pendidikan.


Selama di AMS, dirinya telah menjadi bintang. Meski dikenal sebagai penggemar buku-buku asing, ia bukan tipe siswa yang fokus terhadap bidang akademis. Ia juga menyibukkan diri dengan aktif bergabung dalam klub debat di sekolahnya.


For your information, saat masih menjadi pelajar di AMS, Syahrir telah lebih dulu berkecimpung di dunia politisi. Bahkan ia menjadi salah satu dari sepuluh pengagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesië, yang kemudian berganti nama menjadi Pemuda Indonesia. Dari sinilah tercetusnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928.


Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum di Universitas Amsterdam, Negeri Kincir Angin Belanda. Semenjak disana, ia mendalami ilmu sosialisme. Dan dari sinilah bentuk perjuangan Syahrir dimulai.


Saat masih di Belanda, ia menikahi seorang gadis bernama Maria Duchateau. Pernikahannya dengan Maria Duchateau terjalin cukup singkat. Kemudian ia menikah kembali dengan Siti Wahyunah. Dari pernikahan tersebut, ia memiliki 2 orang anak.


Diketahui, pahlawan nasional ini menghembuskan nafas terakhirnya di Swiss pada tanggal 9 April 1966, setelah menjalani pengobatan di Zurich, Swiss.


Karya-Karya Sutan Syahrir


1. Pikiran dan Perjuangan, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah ”Daulat Rakyat” dan majalah-majalah lain, tahun 1931 – 1940)

2. Pergerakan Sekerja, tahun 1933

3. Perjuangan Kita, tahun 1945

4. Indonesische Overpeinzingen, tahun 1946 (kumpulan surat-surat dan karangan-karangan dari penjara Cipinang dan tempat pembuangan di Digul dan Banda-Neira, dari tahun 1934 sampau 1938). (Versi digital dan dbnl)

5. Renungan Indonesia, tahun 1951 (diterjemahkan dari Bahasa Belanda: Indonesische Overpeinzingen oleh HB Yassin)

6. Out of Exile, tahun 1949 (terjemahan dari ”Indonesische Overpeinzingen” oleh Charles Wolf Jr. dengan dibubuhi bagian ke-2 karangan Sutan Sjahrir)

7. Renungan dan Perjuangan, tahun 1990 (terjemahan HB Yassin dari Indonesische Overpeinzingen dan Bagian II Out of Exile)

8. Sosialisme dan Marxisme, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah “Suara Sosialis” tahun 1952 – 1953)

9. Nasionalisme dan Internasionalisme, tahun 1953 (pidato yang diucapkan pada Asian Socialist Conference di Rangoon, tahun 1953)

10. Karangan–karangan dalam "Sikap", "Suara Sosialis" dan majalah–majalah lain

11. Sosialisme Indonesia Pembangunan, tahun 1983 (kumpulan tulisan Sutan Sjahrir diterbitkan oleh Leppenas)

  S alah satu sekolah kedokteran yang banyak melahirkan pahlawan- pahlawan dalam bidang kedokteran di Jawa adalah School to Opleiding van ...

 


Salah satu sekolah kedokteran yang banyak melahirkan pahlawan- pahlawan dalam bidang kedokteran di Jawa adalah School to Opleiding van Inlandsche Artsen( STOVIA).  STOVIA juga dikenal meluluskan dokter- dokter yang mempunyai andil besar dalam sejarah bangsa Indonesia salah satunya adalah Dr. Ferdinand LumbanTobing. 

F.L. Tobing merupakan orang Batak kedua yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI setelah SisingamangarajaXII.  Dr.F.L. Tobing merupakan putra asli  Tanah Batal (Tapanuli)  yang dicintai rakyat Sumatera Utara.

F.L. Tobing meninggal di Jakarta, 7 Oktober 1962 pada usia 63 tahun. Ia dimakamkan di Desa Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Namanya kemudian diabadikan di sebuah Rumah Sakit Umum di Sibolga dan bandar udara di Pinangsori, Tapanuli Tengah. Seperti yang dikatakan Buya Hamka,Dr.F.L. Tobing adalah seorang Batak tulen, Kristen taat, yang teramat dicintai rakyat Sumatera Utara. Ia kemudian dikukuhkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 17 November 1962 berdasarkan Surat Keputusan PresidenNo. 361 Tahun 1962.

Lahir dari pasangan  Herman Lumban Tobing  dan ibunya bernama Laura Sitanggang, di Sibuluan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 19 Februari 1899.  Ia  merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara.  Di usia yang baru menginjak 5 tahun,F.L. Tobing dibawa oleh ayah angkatnya yang bernama Jonathan Pasanea ke Depok  untuk menimba  ilmu  di Sekolah Dasar Belanda( Europesche Lagere School).

F.L. Tobing kemudian melanjutkan pendidikannya ke STOVIA.  Ia bergabung di organisasi Jong Batak ketika sedang menempuh pendidikan di STOVIA.  Jong Batak sendiri  berangotakan siswa- siswa STOVIA yang berasal dari Sumatera Utara. Setelah lulus dari STOVIA pada tahun 1924, ia bekerja sebagai dokter bagian penyakit menular di Centrale Burgelijke Ziekenhuis( sekarang Rumah Sakit Tjipto Mangoenkoesoemo) Jakarta.

Setelah menjadi dokter di CBZ beberapa tahun, ia kemudian sering dipindahtugaskan. Pada 1931, dia dipindahkan ke Surabaya dan ditugaskan di bagian penyakit dalam. Tahun 1935, dia dipindahkan lagi ke daerah Tapanuli yang merupakan tanah kelahirannya. Di daerah Tapanuli, pertama- tama dia ditempatkan di Padang Sidempuan, kemudian dipindahkan ke Sibolga, ibukota Karesidenan Tapanuli. Pada saat pecah Perang Dunia II diiringi dengan peralihan kekuasaan di Indonesia dari Belanda kepada Jepang pada 1942 memenerikan pengalaman berharga bagiDr. Ferdinand Lumban Tobing.

Dr.F.L. Tobing pernah diangkat menjadi dokter pengawas kesehatan romusha pada masa pendudukan Jepang.  Ia menjadi saksi hidup kala itu bagaimana menderitanya nasib para romusha ketika dipaksa membuat benteng di Teluk Sibolga.  Meski badan para pekerja sudah tinggal tulang yang dibalut kulit,  mereka dipaksa bekerja untuk kepentingan penjajah dan terus diperlakukan sewenang- wenang.

Sebagai dokter, ia tidak lagi berpikir hanya mengobati penyakit fisik, tetapi bagaimana caranya menggelorakan semangat untuk melawan penjajah. Ia kemudian melancarkan protes terhadap pemerintah Jepang.

Akibatnya, ia dicurigai dan termasuk dalam daftar orang terpelajar Tapanuli yang akan dibunuh oleh Jepang. Akan tetapi, ia lolos karena berhasil menyelamatkan nyawa seorang polisi Jepang yang jatuh dari kendaraan. Oleh karenanya, Ferdinand diangkat menjadi anggota Syu Sangi Kai( Dewan Perwakilan Daerah) dan juga sebagai Chuo Sangi In( Dewan Pertimbangan Pusat) Tapanuli pada November 1943 atas jasanya yang telah menyelamatkan seorang polisi Jepang yang terluka tersebut.

Di awal masa kemerdekaan,Dr.F.L. Tobing diangkat menjadi Residen Tapanuli, sejak Oktober 1945. Namun, Pemerintah Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Mereka berusaha kembali merebut kemerdekaan Indonesia dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I dan II. Pada awal revolusi,Dr.F.L. Tobing berperan aktif mempertahankan kemerdekaan.

Ketika Agresi Militer Belanda II terjadi, Dr. Ferdinand diangkat menjadi Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan. la pun memimpin perjuangan gerilya di hutan dan gunung. Selain itu, di masa- masa revolusi kemerdekaan ia juga pernah menjabat beberapa jabatan penting kenegaraan seperti Menteri Penerangan, Menteri Negara Urusan Transmigrasi, Menteri Urusan Daerah, dan Menteri Kesehatan( advertisement interim) pada masa Kabinet Ali SastroamijoyoI.